Mohon tunggu...
HENDRA WIJAYA
HENDRA WIJAYA Mohon Tunggu... Penulis - NICE DAY

Mengajar di Tangerang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perlukah Perppu No.2 Tahun 2017 Didukung Fatwa MUI?

21 Juli 2017   09:31 Diperbarui: 21 Juli 2017   11:30 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

PERLUKAH  PERPPU NO.2 Tahun 2017 DI DUKUNG FATWA MUI ?

Oleh : Hendra Wijaya

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) pada 12 Juli 2017, telah diberlakukan oleh pemerintah.  Kita semua memahami, Perppu itu sebelum diberlakukan sudah menuai Pro dan Kontra dari berbagai elemen masyarakat. Bagi yang kontra atau tidak setuju dengan terbitnya Perppu itu berpendapat bahwa Perppu itu dapat mengancam kebebasan berserikat dan berkumpul yang dijamin undang-undang, dan pemerintah dikhawatirkan akan berlaku sewenang-wenang terhadap ormas, khususnya ormas yang tidak di sukai oleh pemerintah. Lebih jauh lagi perppu itu khawatir di salahgunakan oleh para penguasa lokal untuk menggebuk ormas yang berlawanan dengan kepentingan politik mereka. Pihak yang kontra bersikukuh, pembubaran ormas harus melalui putusan pengadilan setelah melalui berbagai tahap administratif. 

Dan menurut mereka potensi pelanggaran HAM nya besar.  Sementara itu pemerintah bersikukuh, dengan  alasan negara dalam keadaan genting-terancam, dimana dasar negara (Pancasila ) dan UUD'45 serta kebhinekatunggalikaan terancam  oleh beberapa ormas yang nyata-nyata ingin mewujudkan cita-cita mereka  menggantikan dasar negara. UU Ormas yang ada dianggap tidak memadai lagi untuk  menjawab kegentingan ini, karena Perppu dianggap sebagai jalan cepat untuk mengatasi kegentingan  yang nampak didepan mata versi pemerintah. Beberapa ormas pun banyak  yang mendukung keputusan penerbitan Perppu itu, diantaranya adalah Nahdlatul Ulama (NU), Ormas Islam terbesar di Indonesia.

Jika  melihat hubungan kausalitasnya, Perppu ini lahir karena pemerintah,masyarakat dan beberapa organisasi masyarakat merasa  resah karena hubungan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara kian hari kian kasar, keras, meruncing. Terutama  relasi masyarakat  melalui media sosial rentan bentrok dan rentan terjadi perpecahan antar sesama bangsa. Saling hujat,  saling fitnah, menebar kebencian, menebar berita hoaxs, provokasi, antar sesama anak bangsa di medsos ini sangat berpotensi memecah  belah keutuhan bangsa. Pilkada DKI 2017, menurut beberapa analis politik diakui sebagai  pemicu baik langsung maupun tidak langsung kerasnya relasi antar anak  bangsa yang berbeda etnis, pemahaman agama dan pandangan politik saat ini. Kekalahan Ahok di Pilkada DKI, menurut beberapa analis politik sangat politis, ia sejak awal di sudutkan dengan tuduhan penistaan agama di Pilkada DKI yang menjeratnya hingga ia diponis pengadilan 2 tahun penjara. 

Majelis Ulama Indonesia (MUI) kala itu mengeluarkan fatwa kontroversinya, dimana Ahok dinilai telah menista agama. Bak gayung bersambut terbentulah Gerakan Nasional Pengawal Fatwa-Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI). Melalui penggalangan umat islam di Jakarta dan luar Jakarta , GNPF-MUI  yang di dukung oleh beberapa ormas  islam lainnya (FUI,FPI, HTI, dll) menekan terus  pemerintah,aparat kepolisian,  pengadilan, untuk segera menghukum Ahok  yang dianggap telah menista agama, dengan berbagai aksi besar-besaran  turun di jalan-jalan  paling utama di Jakarta, bahkan sampai ke depan istana negara, bahkan aksi mereka sampai berjilid-jilid. Usaha mereka berhasil,pengadilan menjatuhkan vonis 2 tahun penjara buat Ahok, sehingga Ahok benar-benar terhenti langkahnya di Pilkada DKI. Namun demikian, aksi GNPF-MUI dan ormas islam lainnya itu bukan tanpa  tandingan.  Aksi bela Ahokpun bermunculan dimana-mana,  bahkan tidak hanya di Jakarta. 

Ulama, politisi,  akademisi, partai,ormas, mayarakat biasa banyak pula yang mendukung Ahok,menyatakan bahwa Ahok tidak ada niat menista agama. Ulama dalam  hal ini pun terbelah, ada yang menganggap Ahok telah menista Agama,ada  pula yang menganggap Ahok tidak ada niat  menista agama. Begitu juga dikalangan akademisi,  anggota parpol, mereka berbeda pandangan. Perbedaan pandangan di kalangan Ulama, tokoh masyarakat,membuat masyarakat di bawah pun menjadi terbelah. Ada yang pro Ahok segera dihukum karena menista agama ada yang kontra,menolak Ahok untuk diadili, karena Ahok dinilai tidak ada niat menista agama. Pro dan kontra ini menasional bahkan menginternasional. Masyarakat 'berkelahi' di media sosial. 

Ulama di caci maki.  Tokoh  masyarakat dinistakan. Pemimpin nasional di fitnah. Suasana berbangsa dan bernegara menjadi sumpek. Usai Pilkada DKI dengan kekalahan Ahok, tidak  berarti masalah rentannya disinetgrasi kehidupan sosial  akibat Pilkada DKI selesai.  GNPF-MUI dengan ormas pendukungnya terus menekan pemerintah dengan isu yang lain.  Contohnya isue : Kriminalisasi Ulama. Isue ini digaungkan setelah banyak dari masyarakat dan organisasi  masyarakat yang melaporkan beberapa ulama yang tergabung dalam GNPF-MUI. Pemerintah berulang kali  menjelaskan bahwa tidak dalam kapasitasnya meng intervensi pengadilan, bahkan pengadilan Ahok sekalipun. Namun demikian GNPF-MUI dan ormas pendukungnya bersikukuh menekan dan menyudutkan pemerintah menganggap pemerintah telah terlibat 'aksi balas dendam'atas kekalahan Ahok kepada kelompok mereka.

Semakin  maraknya ujaran kebencian yang  berbau sara, bahkan di kemas dalam retorika berbalut ajaran agama,membuat pemerintahan Jokowi berkeinginan untuk 'menggebuk,menendang'  ormas yang dianggap penyebar kebencian dan Anti Pancasila.  Untuk hal ini pemerintah mendapat dukungan diaantaranya dari ormas  islam moderat terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama (NU) dan ormas lainnya dan beberapa partai politik. Dukungan ini sangat penting dan berarti besar terhadap ke percayaan diri pemerintah untuk segera mengeluarkan Perppu untuk  mengatasi ormas anti pancasila.

PERLUKAH PERPPU DIDUKUNG FATWA MUI?

Akhirnya,  pada tanggal 10 Juli 2017, pemerintah secara resmi  mengeluarkan Perppu Nomor 2 tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Perppu itu di keluarkan pemerintah dengan pertimbangan bahwa Undang-Undang (UU) Nomor: 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan mendesak untuk segera dilakukan perubahan karena belum mengatur secara komprehensif mengenai keormasan yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga terjadi kekosongan hukum dalam hal penerapan sanksi yang efektif. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun