Mohon tunggu...
bu anni
bu anni Mohon Tunggu... profesional -

Semua artikel saya di Kompasiana dan tulisan saya lainnya, saya simpan di http://dengarlahnuranimu.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kapankah Terakhir Kali Engkau Menerima Surat Cinta?

9 Mei 2013   06:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:52 817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13680542272096601324

clipartpal.com

Suatu malam, ketika sedang asyik mengerjakan PR Bahasa Indonesia, putri saya yang duduk di kelas X SMA bertanya, bagaimana cara menulis surat izin  yang ditujukan kepada Wali Kelas jika kita berhalangan masuk sekolah.

Sejenak saya tertegun. Menulis surat izin tidak masuk sekolah adalah hal yang sangat sepele. Tetapi itu bagi saya yang hidup di era surat menyurat. Sementara bagi putri saya dan banyak remaja lainnya yang hidup di era digital seperti sekarang ini, menulis surat menjadi sesuatu yang lumayan rumit. Anak-anak ini tidak terbiasa mengungkapkan maksud hatinya kepada seseorang melalui sepucuk surat. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi membuat anak-anak menjadi sangat asing dengan kegiatan saling berkirim surat. Jika mereka ingin berkomunikasi dengan seseorang yang berada di tempat yang jauh,  mereka cukup menggunakan SMS, Email, atau chatting melalui berbagai sosmed. Tak ada lagi kegiatan surat menyurat secara manual.

Kini menulis surat dipandang sebagai kegiatan yang tidak efisien, membuang-buang waktu dan tenaga, dan tentu saja sudah ketinggalan zaman. Bukankah dengan sekali dua kali SMS kita dapat berkomunikasi lebih cepat dengan orang yang kita tuju ? pesan kita dapat sampai dalam hitungan hanya beberapa detik, dan beberapa detik kemudian kita sudah mendapatkan balasannya, lebih mudah dan murah pula . Bandingkan dengan jika kita mengirim surat. Tidak mungkin surat kita dapat sampai ke tempat tujuan hanya dalam beberapa detik dan mendapat balasan dalam beberapa detik pula.

Surat cintaku yang pertama, membikin hatiku berlomba ...♫ ♪♬"

Sambil mengajari anak saya menulis surat, saya jadi teringat kenangan puluhan tahun silam, saat saya masih aktif menulis surat. Menulis surat kepada teman, kepada sanak famili, kepada kekasih, kepada sahabat pena. Ah sahabat pena. Masih adakah  orang-orang menjalin sahabat pena sekarang ini ?. Betapa indahnya suasana hatiku disaat menulis surat. Dan perasaan indah itu kembali menelusupi hatiku, saat putriku mulai menuliskan seuntai  kalimat, " Kepada Yang Terhormat ..."

Lalu berkelebatlah bayangan indah puluhan tahun yang lalu, saat saya duduk manis menghadap meja dengan selembar kertas dan  bolpoin dalam genggaman jemariku. Kuhela nafas dalam-dalam, berfikir, dan tersenyum membayangkan wajah orang-orang yang akan kukirimi surat itu. Lalu mengalirlah kalimat demi kalimat tanpa henti. Mengalir dari dalam lubuk hatiku, hingga tumpah semua perasaanku, seolah dia benar-benar ada di hadapanku. Alangkah indahnya kenangan saat itu, saat aku remaja dulu.

Warna dan motif  kertas surat menunjukkan makna

Bagi teman-teman yang pernah mengalami asyiknya menulis surat, tentu paham benar  bahwa tak boleh dengan sembarang kertas kita menulis surat. Seolah ada aturan entah dari mana yang mengharuskan warna dan motif kertas musti berbeda, tergantung kepada siapa surat itu ditujukan. Kertas dengan motif bergaris biru-merah yang terkesan formal, adalah kertas yang biasanya dipakai oleh para mahasiswa perantauan untuk menyurati orang tua di kampung halaman, bahwa kiriman wesel ( ha ha .. wesel ! ) sudah diterima dengan baik. Kata-kata pembuka suratpun sangat khas, " Kepada Yang Terhormat Ayah dan Ibu di rumah ". Lalu ditutup dengan, " Salam sembah penuh takzim dari ananda. Jangan putus mendoakan untuk kesuksesan ananda ya...". Dan biasanya masih ditambah juga dengan air mata kerinduan tak tertahankan kepada Ayah- Bunda tercinta, yang tak dapat disertakan dalam surat itu.

Berbeda halnya Jika kita ingin berkirim surat pada teman, sahabat pena, atau saudara sepupu yang seumuran dengan kita. Pilihan kertas surat yang digunakan lebih bebas baik dari ukuran, bentuk, maupun motifnya. Warna dan motifnya boleh apa saja , bebas, yang penting tidak bermotif hati, karena motif hati hanya untuk kekasih tersayang.

Lalu mulailah kita menulis dengan penuh keceriaan, dimulai dengan kalimat, " Kepada Sahabatku yang Baik hati...". Selanjutnya, " Hai, apa kabar ? apakah kamu ada dalam keadaan sehat ? aku alhamdulillah sehat walafiat. Oh iya, aku sudah menerima suratmu minggu lalu. Wah, senangnya. Akan aku menyimpan suratmu dengan baik. Terimakasih ya sahabatku, ... dst ...".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun