[caption id="attachment_255008" align="aligncenter" width="619" caption="Ilustrasi/ Admin (kompas.com)"][/caption] Daster batik terusan panjang Hanya tiga pasang yang ia punya Aromanya bercampur antara aroma bawang juga keringat Ia cuci saat menjelang datangnya lelap Genduk sesungguhnya rindu negerinya Negeri Genduk terdengar negeri yang sudah menjadi negeri antah brantah Meskipun begitu .... Genduk tetap mencintai negerinya Samar samar genduk merapikan kenangannya Kenangan di mana ia harus terpisah dengan putrinya Yang seharusnya belum boleh di sapih Namun genduk mengikat puting susunya Air mata Genduk juga jeritan putrinya Tangisan Mbok dan Bapaknya Adik adiknya yang sedih Cinta yang ia ikat jadi satu dengan tiga baju batik yang baru ia beli Genduk melintasi awan Menganyam matahari Membuntal air mata Sesekali menyeka air susunya yang terus meleleh Genduk , menguap tanda raga perlu di rebahkan Genduk jauh mencari nafkah di negeri orang Genduk menangis setiap malam Genduk terkadang juga marah , saat ia tak lagi bisa menyusui anaknya Namun ini sketsa yang harus ia gores dalam dua tahun lamanya Genduk di sebut babu Di sebut pahlawan devisa Genduk tak ambil pusing soal sebutan apa yang tepat untuknya Genduk hanya meratapi Dan bertanya, Kenapa tak ada pilihan , agar ia tetap bisa mendekap putrinya Juga bisa melihat usia si Mbok dan Bapak yang merangkat senja Genduk berharap Negerinya kaya raya seperti dalam cerita Genduk berdoa agar majikannya yang jahat suatu ketika mencari pekerjaan di negerinya Genduk juga memohon supaya Tuhan mengubah nasibnya PF (Enambelas, Empat, Tigabelas )