Mohon tunggu...
koko anjar
koko anjar Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang penikmat senja dengan segala romantikanya. Menyukai kopi dan pagi sebagai sumber inspirasi dan dapat ditemui di Hitsbanget.com.

Seorang penikmat senja dengan segala romantikanya. Menyukai kopi dan pagi sebagai sumber inspirasi dan dapat ditemui di Hitsbanget.com.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

“I'm So Sorry”, Sebuah Pledoi Seorang Suami

25 Februari 2017   21:22 Diperbarui: 25 Februari 2017   21:40 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pinterest.com

Untuk kalian yang ingin buru-buru menjadi kepala rumah tangga (baca: suami) dengan alasan ibadah dan menjauhi zina, ada baiknya kamu pikir dahulu 2 sampai 3 kali lagi. Bahkan lebih baik lagi kalau diselesaikan lewat sholat istiqoroh, agar lebih mantap. Kenapa segitu ribetnya sih? Bukannya kalau niatnya ibadah pasti akan selalu ada jalan? Memang benar, pasti ada jalan, cuma disini yang menjadi masalahnya adalah jalan itu halus kaya jalan tol atau penuh "jeglongan sewu" seperti yang sering kita lihat di berbagai media akhir-akhir ini.

Seandainya saja kamu nanti mendapat "jalan tol" tersebut, yaa syukur alhamdulilah. Lah kalau dapatnya "jeglongan sewu"? Bisa lewat sih bisa, tapi ujiannya pasti sangat berat. Resiko celaka jelas jauh lebih besar. Memang, nikah muda maupun nikah nanti semua ada resiko masing-masing. Namun setidaknya sebagai mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna ini, kita harus bisa meminimalisir resiko tersebut. Caranya ? Matangkan dulu mental serta keyakinan kamu untuk mengarungi bahtera rumah tangga. Sebab yakin saja tidak cukup.

Bukankah keyakinan itu hal utama? Benar, keyakinan adalah hal utama, tapi satu hal yang perlu kamu ingat, bahwa keadaan bisa mengikis keyakinan. Apalagi berada pada posisi kepala rumah tangga, tidak bisa dipungkiri bahwa profesi tersebut mempunyai beban kerja yang luar biasa besarnya. Bukan hanya jam kerjanya saja yang seumur hidup, tetapi juga tuntutan serta tanggung jawabnya tidak bisa dianggap sepele. Dalam konteks ini kita bicarakan saja sesuai dengan realita di masyarakat, jangan melihat dari segi agama, sebab beberapa minggu belakangan ini masalah agama cukup sensitif untuk disinggung (efek pilkada).

Banyak ilmu yang harus kamu kuasai ketika menjadi seorang kepala rumah tangga, sebut saja manajemen, ekonomi, budaya, pendidikan, kesehatan, agama, sampai pertukangan dan kelistrikan. Luar biasa kan? Sedangkan kita belajar 4 tahun (atau lebih) di perguruan tinggi saja hanya mendalami satu bidang saja. Hla ini, banyak bidang dan harus benar-benar memahami. Memang, kamu bisa saja menngacuhkan itu semua, dengan hanya sebatas cukup memberi nafkah ke istri. Selanjutnya biarkan istri yang mengatur semuanya. Akan tetapi, tentu kamu akan kehilangan banyak hal, mulai dari kontrol kondisi rumah tangga sampai keinginan untuk menuntut seorang anak menjadi apa kelak.

Oleh karena itu, saat kamu menjadi seorang suami nanti, jangan sampai kaget dan lari dari masalah ketika hampir setiap hari menghadapi permasalahan yang datang silih berganti.

Mulai dari saat memberi uang nafkah untuk istri, kamu sudah harus bisa menentukan nantinya uang tersebut cukup atau tidak. Tentu tidak enak kalau kamu cuma bilang "cukup-gak cukup ya dicukupin, adanya segitu kok", bisa terjadi perang bharatayudha nanti kalau tiap awal bulan kamu bicara seperti itu. Kalau uangnya banyak sih tidak jadi masalah, hla kalau pas-pasan? Sementara kebutuhan tak terduga datangnya juga tiba-tiba tanpa permisi dulu.

Selesai dengan urusan nafkah? Tentu tidak. Di jaman yang modern ini, urusan anak menjadi tanggung jawab bersama suami dan istri. Sang kepala rumah tangga tidak bisa lepas begitu saja untuk urusan "momong" ini. Terkadang, begitu pulang kerumah, bukannya senyuman istri yang menyambut, tapi justru istri dengan tampilan suram dan super kesel karena lelah dan jenuh mengikuti keinginan anak (kecil) . Kalau sudah begitu, mau tidak mau dengan berbesar hati kita harus turun kaki untuk menggantikan kedudukan dan fungsi istri sebagai pengasuh anak.

Kemudian bagaimana dengan keuangan keluarga? Sebagai kepala rumah tangga yang bijak, tentunya sedikit banyak kita tetap harus ikut campur. Dalam posisi seperti ini, ketegasan sangat diperlukan. Apalagi kalau itu menyangkut urusan tabungan masa depan. Mental kita diuji ketika istri bilang "pelit". Padahal kita sedang berfikir keras tentang suatu hal di masa depan yang perlu untuk diperjuangkan.

Untuk kamu yang ada diperantauan, pengatutan keuangan ini menjadi semakin pelik. Kamu juga harus bisa memperkirakan biaya untuk kebutuhan cuti atau mudik. Dan ketika kita memutuskan untuk berhemat, lagi-lagi istri dengan entengnya bilang "jangan pelit". Padahal, sejatinya kami para suami sedang berfikir keras agar uang tabungan yang dikumpulkan susah payah, tidak hanya sekedar habis untuk cuti atau mudik. Kalau sudah habis begitu, masa depan mau dibawa kemana???

Dan satu lagi, permasalahan yang sangat klasik bahkan melegenda buat para suami, yaitu ketika istri ingin mengejar karir. Sekali lagi, kami para suami mendapat tuduhan yang cukup menyakitkan, yakni "menghalangi cita-cita". Padahal, posisi sebenarnya adalah kami sangat memikirkan kondisi keluarga. Bukan suatu jaminan kalau keduanya berkarir, kondisi ekonomi jauh lebih gampang dibanding ketika sang suami menjadi single fighter. Apalagi kalau karir yang diambil mengharuskan untuk melakoni LDR. Resiko yang dihadapi jauh lebih besar. Ingat, uang yang kamu dapatkan tidak akan bisa membeli nikmatnya berkumpul dengan keluarga. Terkecuali, kalau gajimu tidak mencukupi kebutuhan, baru mau tak mau kalian harus "berjuang bersama".

Teruntuk kalian para istri, percayalah bahwa apa yang kami lakukan selama ini semata-mata adalah untuk kebahagiaan kalian juga. Kalaupun sekarang masih bersusah payah, nanti akan ada saatnya kita berada diposisi menikmati semua jerih payah ini. Kami hanya minta tolong, mengertilah posisi kami. Karena berada di posisi penentu kebijakan di rumah tangga tidaklah sesederhana yang kalian pikirkan. Cukup dengan mengerti kami, itu sudah lebih dari cukup untuk membantu tugas berat yang kami emban ini. Semoga Allah selalu menyertai para suami yang sedang berjuag ini. Amin

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun