Mohon tunggu...
prisma susila
prisma susila Mohon Tunggu... Human Resources - Semoga menghibur

sekolah alam semesta

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Bukan Makhluk Berfasilitas

30 Mei 2017   03:44 Diperbarui: 30 Mei 2017   03:51 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Sembari mengayuh sepedah ontel. Pelan-pelan menyusuri jalanan kota Malang. Dengan perlahan melakukan segala rutinitas di kota Perantauan. Kota perantuan dengan sebutan kota wisata, kota dingin bahkan juga disebut dengan kota pendidikan. Memang kota pendidikan, karena memang dikota ini banyak sekali perguruan tinggi yang berdiri kokoh nan tinggi mencoba mencakar langit. Disini pun banyak sekali mahasiswa dari berbagai wilayah seluruh Indonesia, pergi menempuh puluhan jam, ratusan menit, dan ribuan detik hanya untuk menuntut ilmu katanya.

            Ya waktu mengayuh sepedah, terasa berat memang memikul rutinitas kuliah. Bagaimana tidak, kata kuliah saja sangat sulit diartikan. Bahkan untuk mencari makna kata ini di google tidak semudah mencari wanita berkrudung merah yang keluar masuk mall. Tapi pernah sedikit mendengar sebuah kuliah umum disalah satu kampus tetangga bahwa kuliah berasal dari bahasa Arab, yang jika diartikan adalah “menyeluruh”. Yah mungkin itu sih, keterbatasan ingatan untuk mengungkapkan kata“kuliah”.

            Terus mencoba merefleksikan, kalau artinya menyeluruh seperti makna kata universal yang kemudian dijadikan universitas. Karena di universitas ada lima sampai sepuluh fakultas, dan ada sepuluh sampai dua puluh jurusan. Sehingga membangun berbagai kesadaran bidang keilmuan. Mulai dari ilmu manusia, hewan, tumbuhan, mesin dan sasta. Tapi kenapa kok masih belajarnya hanya dengan yang baik-baik saja. Hanya dengan kemewaha, bangunan megah, fasilitas layaknya hotel bintang lima.  

            Belajar kok dengan yang baik-baik. Terus, belajarnya harus dengan menggunakan teknologi terbaru, gedung ber-AC, ada wifinya, parkiran motor luas, dan masih banyak lagi. Bukankah, sifat manusia adalah harus homostaties,kalau dulu gak salah waktu kuliah psikologi faal. Homostaties,iya manusia harus memenuhi keseimbangan dalam tubuhnya. Harus ada bakteri juga harus ada pembunuh bakteri. Terus jadi ingat lagi pesan dalam novel Anak Semua Bangsa,karangan Pramoedya Ananta Toer “bahwa seorang yang berpendidikan harus bersikap adil dalam hidupnya”.Seimbang dan adil? kalau ada kenikmatan ya harus merasakan kepedihan pula. Ya terus?

            La terus kapan mau bersikap adil kalau selama kuliah menggunakan berbagai kenikmatan yang disediakan oleh orang tau, pemerintah, kampus dan teman-teman.  Kalau dalam pembahasan abah Maslow, kapan mau beraktualisasi diri? kalau masih memikirkan kenyamanan fisiologi. Karena kalau kuliah tidak pakai AC, gak bisa konsentrasi. Masih saja mikirkan rasa aman. Karena kalau kuliah masih saja mencari cara duduk yang aman dikelas. Masih saja memikirkan cinta. Karena dikelas lirik sana lirik sini. Masih saja memikirkan buat eksistensi diri. Karena dikelas selalu terlihat paling cakap dan tangkas dalam menangkal setiap pendapat yang berbeda.

            Mungkin saja kalau kuliah dengan suasana layaknya penjara, maka akan muncul pemuda dengan pemikiran merdeka layaknya Tan Malaka. Mungkin saja kuliah dengan suasana seperti pengasingan, maka akan muncul seorang orator ulung menguasai berbagai bahasa seperti Ir.Soekarno, atau seorang ekonom Indonesia pencetus koperasi seperti Moh. Hatta. Mungkin juga kalau di kampus seperti pengasing di pulau Buru, pasti akan banyak sastrawan seperti Pramoedya Ananta Toer. Mungkin juga bisa dicoba. Karena juga sudah menghabiskan banyak uang untuk membangun gedung-gedung pendidikan yang megah.

Ya kalau saja kampus dibangun dengan percaya diri akan keterbatasannya. Paling tidak, yang ambil pertanian tidak lupa petani. Perikanan tidak melupakan nelayan. Sastra tak melupakan indahnya kehidupan nyata. Ambil ekonomi tidak melupakan nikmat berjualan di pasar tradisional. Terus yang psikologi tidak melupakan uniknya setiap manusia. heheheh

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun