Mohon tunggu...
Prilly Jeanaldi
Prilly Jeanaldi Mohon Tunggu... Sound Engineer -

Seorang yang menyukai kegiatan mendengar, dari khusyuk mendengarkan alunan musik sampai cermat mendengarkan alunan suara pemimpin.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Salim Kancil Tidak Mati, Ia Hanya Berpindah Raga

1 Oktober 2015   09:18 Diperbarui: 1 Oktober 2015   09:38 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tragedi tentang kemanusiaan ini, bukan kali pertama yang terjadi di indonesia. Motifnya dari dulu hanya satu 'kekuasaan'. kekuasaan ini adalah senjata paling mewah yang ada di muka bumi, dengan memegang kekuasaan manusia hanya alat yang mudah untuk ditaklukan bahkan dihilangkan. kita paham betul bagaimana peran korporasi besar di indonesia, dengan prinsip 'bila itu menghambat laju bisnis, singkirkan dengan cara apapun'. dan pak salim kancil salah satu yang harus dihilangkan nyawanya demi kepentingan sebuah korporasi.

Pak kancil salim adalah orang biasa warga kampung yang menjadi aktivis untuk menolak tambang pasir di desa selok awar awar. ketakutan pak salim kancil dan kawan kawan hanya satu bahwa kegiatan tambang pasir tersebut akan merusak sistem lingkungan didesanya. Penolakan tersebut dimulai dengan pernyataan sikap dengan membuka forum komunikasi masyarakat peduli desa Selok Awar Awar Kecamatan Pasirian Kabupaten Lumajang yang dibentuk oleh 12 warga masyarakat desa tersebut. Dengan forum ini mereka melakukan gerakan advokasi protes tentang penambangan pasir.

Pada bulan Juni 2015 Forum tersebut sempat menyurati bupati lumajang untuk meminta audensi tentang penolakan tambang pasir, namun nihil surat tersebut tidak direspon oleh Bupati. Hasil audensi tersebut berupa tentang keberatan Forum aktivitas penambangan tersebut yang izin penambangan pasir berkedok izin pariwisata.

Penentangan tersebut terus berlanjut hingga pada tanggal 9 September 2015 Forum tersebut melakukan aksi damai berupa penyetopan aktivitas penambangan pasir di Desa Selok Awar Awar dengan menyetop truk muatan pasir dibalai desa. Dari aksi damai tersebut menghasilkan surat pernyataan Kepala Desa Selok Awar Awar untuk segera menghentikan aktivitas penambangan pasir. Namun, pada tanggal 10 September 2015 timbul sebuah ancaman pembunuhan dari Tim Preman yang dibentuk oleh Kepala Desa Selok Awar Awar kepada salah satu pendiri forum penolakan tambang pasir yaitu bapak Tosan, bahkan sebelumnya sudah ada pengancaman yang sama kepada salah satu anggota forum penolakan. Karena adanya pengancaman berupa pembunuhan dari Tim Preman maka pada tanggal 11 September 2015 perwalian dari forum melaporkan kejadian tindak pidana berupa pengancaman kepada Polres Lumajang, dan pelaporan tersebut diterima langsung oleh Kasat Reskrim Bapak heri. pada saat itu KASAT menjamin dan akan segera merespon pengaduan dari forum yang telah dikordinasikan oleh Pimpinan Polsek Pasirian.

Pada tanggal 21 September forum kembali melakukan kegiatan advokasi dengan mengirim surat pengaduan terkait Ilegal Minning yang dilakukan oleh Oknum Aparat desa Selok Awar Awar di hutan Lindung Perhutani. Dikarenakan aktivitas penambangan pasir tersebut tetap berlangsung, maka pada tanggal 25 September 2015 Forum mengadakan kordinasi dan konsolidasi dengan masyarakat untuk melakukan aksi penolakan tambang pasir. Rencana aksi tersebut akan dilakukan pada tanggal 26 September 2015 pada pukul 07.30 wib setelah pada hari sebelumnya telah melakukan konsolidasi dengan masyarakat desa tersebut.

Namun Gerakan aksi tersebut telah tercium oleh pihak yang mendukung penambangan pasir, sehingga pada tanggal 26 September 2015 pada pukul 08.00 terjadi penjemputan paksa dan penganiayaan terhadap 2 anggota forum yaitu Bapak Tosan dan Pak Salim Kancil yang dilakukan massa yang terkordinasi sehingga mengakibatkan Pak Salim Kancil harus kehilangan nyawanya.

Ada satu hal yang membuat saya geram begitu luar biasa, Bangsa kita yang ramah tamah dengan mengedepankan sikap musyawarah dan gotong royong harus menjadi luntur karena rasa ‘lapar’. Pemberitaan terbaru bahwa kepala desa yang dicurigai sebagai tersangka justru di bebaskan dengan alasan tragedi ini hanyalah kejadian kriminal biasa. Jika dilihat dari kronologis yang dibeberkan oleh Walhi Jawa timur diatas, tentu saja ini terencana dan sistemik. Dari kronologis pembunuhan tersebut ada unsur disengaja dan terencana, karena pertama pembunuhan tersebut dikuatkan dengan adanya ancaman terlebih dahulu.

Penganiayaan dan penghilangan nyawa ini juga dilakukan oleh gerombolan, yang berarti ada tudingan bahwa kepentingan atau korporasi begitu geram dengan tindakan forum penolakan aktivitas penambangan pasir tersebut. Pertanyaan besarnya jika gerombolan atau tim preman tersebut dibentuk oleh kepala desa, siapakah yang membayar tim preman tersebut?dan apakah benar gerombolan tersebut murni preman atau oknum aparat bayaran? Kalau dilihat dari alat bukti yang dibeberkan jelas bahwa ada indikasi bahwa pembunuhan tersebut disengaja. Tali yang mengikat tangan Pak salim kancil masih baru, ada alat setrum dan gergaji.

Penganiyaan dan pembunuhan tersebut dilakukan secara terang terangan? Singkatnya Pak salim kancil didatangi oleh gerombolan massa saat ia menggendong cucunya yang berusia 5 tahun dihalaman rumahnya. Pak salim Kancil diseret sejauh dua kilometer ke balai desa dengan disaksikan oleh keluarga, anak anak PAUD yang sedang belajar, dan warga yang panik ketakutan karena terdengar teriak kesakitan dari pak salim kancil yang sedang dianiaaya. Mereka seperti ingin mempertontonkan kepada warga desa bahwa siapa yang menentang nasib mereka akan sama seperti pak salim kancil. Sungguh tidak berperikemanusiaan dan keji!. Mereka seolah mempunyai kuasa bahwa mereka kuat dan kebal hukum, lalu siapakah gerombolan ini yang sebenernya? Begitu beraninya mereka terbuka memberikan upaya peringatan kepada warga desa dengan mempertontonkan penganiayaan dan pembunuhan di depan kantor balai desa? Apakah rasa ‘lapar’ membuat mereka benar benar buta dan kebal hukum?

Sekali lagi tragedi ini bukan pertama dan terakhir di negeri ini, tragedi pak salim kancil adalah yang paling baru sebagai pengulangan serupa yang terjadi dalam ranah kekerasan di sektor tambang. Dan selalu yang menjadi korban dari tragedi serupa ini adalah lingkungan dan rakyat kecil. Kekuasaan dan keserakahan seolah menjadi mutlak milik pengusaha berduit. Jika mengacu pada berbagai peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan sumber daya alam untuk kesejahteraan rakyat, lalu mengapa pemerintah-pengusaha selalu terlihat mesra mesra saja? Jika kekuasaan itu milik pengusaha sedangkan kebenaran adalah milik rakyat kecil, maka akankah kebenaran akan terus dilenyapkan oleh yang berkuasa?

Kita lihat apakah kasus ini di usut secara tuntas oleh penegak keadilan, atau akan berlalu seperti tragedi tragedi kemanusian lainnya. Jika kasus ini menjadi dilupakan sudah barang tentu ada kejanggalan dibalik tragedi kemanusiaan ini. Sayang sekali jika kasus ini menjadi bungkam, berarti indonesia sebagai negara yang berdaulat hukum hanya tinggal jargon semata. Sudah bertahun tahun aktivis HAM berteriak berjuang akan tetapi kita hanya disuruh menutup mata kembali oleh ketidakberdayaan melawan payung hukum. Jika pemerintah ingin memberikan solusi yang nyata untuk kedepannya, sudah saatnya kasus ini menjadi kasus yang terakhir dan tidak terulang lagi di indonesia. Solusinya jadikan hukum sesuai kedudukan yang paling tinggi, yang tidak bisa dibeli dengan uang atau kepentingan semata. Ini bukan masalah teknis tata hukum atau regulasi semata, ini masalah krisis moral bangsa indonesia yang telah dibutakan atas nama ‘uang’.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun