Mohon tunggu...
Imam Prawoto
Imam Prawoto Mohon Tunggu... wiraswasta -

Pria asal Banten, tepat nya kampung Menes kel. Menes, kec. Menes Kab. Menes (th 1883 Menes adalah kabupaten,setelah krakatau meletus kota kab. oleh Belanda di pindah ke Pandeglang); maka sejak itu hingga sekarang kabupatennya pandeglang.\r\n\r\nMukim di kota kecil, Blenheim,di kepulauan bagian selatan New Zealand. Saat ini, untuk waktu yang belum ditentukan sedang berada di bumi pertiwi tercinta kita, Indonesia. \r\n\r\nPengalaman bekerja, hampir seluruhnya di private sector, termasuk salah satunya terkait dengan jurnalistik.

Selanjutnya

Tutup

Politik

NKRI, Negara Hukum atau Negara Politik?

6 Juli 2011   05:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:54 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh : Imam Prawoto

Pemberitaan media terkait lembaga pendidikan pesantren Al-Zaytun, utamanya pemberitaan terhadap sosok AS. Panji Gumilang - pimpinan Al-Zaytun yang biasa dipanggil Syaykh, ternyata tak kunjung jelas kemana berujungnya. Pihak kepolisian - dalam hal ini Mabes Polri yang menangani masalah pemberhentian IS, seorang ex pengurus Yayasan, ternyata juga diduga lebih merespons issue liar yang berkembang.

Hingar-bingarnya upaya politisasi itu dirasa makin membelokkan keberpihakan kepolisian terhadap berbagai opini selama ini dibangun sekelompok orang yang tidak bertanggungjawab, terkait dengan Al-Zaytun dan tokoh sentralnya. Baik yang dibangun melalui even-even yang ditayangkan media TV, majalah, surat kabar, dan website, maupun melalui diskusi ke diskusi dan atau tulisan demi tulisan yang menebar fitnah. Sebuah upaya untuk mencoba mengambil alih Al-Zaytun !

Sementara tak lagi disangsikan oleh siapapun terutama oleh kelompok elit bangsa dari berbagai kalangan, bahwa Republik Indonesia ini sudah distempeli sebagai 'Negara Hukum'. Ini tidak saja menjadi jargon dari kaum intelektual - umara dan ulamanya, tapi tentu saja menjadi claim patent penegak hukum termasuk Polri tentunya. Dus, dalam hal ini jelas bahwa hukum, sejatinya, adalah panglima.

Keadaan kemudian ternyata total berbalik seratus delapan puluh derajat. Terlebih setelah politisasi pembentukan opini publik itu dijangka berhasil terbentuk, sehingga justru pihak kepolisian sebagai penegak hukum yang sudah barang tentu selazimnya menjungjung tinggi penegakan hukum, nyatanya tak sanggup bersikap bijak dan arif dengan hukumnya, justru dengan mudahnya terbawa arus dan termakan oleh issu buah hasil politisasi itu. Hukum memang dapat dengan mudah dikemudikan, tergantung aparatur pelaksananya.

Walau Kapolri sebagai penentu tertinggi di korp Polri telah dilengkapi oleh tidak kurang dari sembilan belas penasehat khusus - konon mereka itu adalah para professor ahli dari berbagai perguruan tinggi, tapi aroma politisasi sungguh tetap terasa. Semuanya memang sudah 'dimakan' issu, meski masih ada dua diantara mereka yang masih menampakkan kearifannya.

Ini seperti memaksa penulis untuk berfikir set back bahwa bukan tidak mungkin, Berita Acara Pemeriksaan kepada para saksi dari unsur anggota pembina yayasan yang akhirnya menuju kepada AS Panji Gumilang, hanyalah sebagai pemenuhan persyaratan belaka. BAP terakhir kepada Pimpinan Al-Zaytun itu lebih merupakan pertanyaan-pertanyaan yang standard. Dan semua itu, sekali lagi hanya seperti untuk memenuhi sesuatu yang dipersayratakan. Intinya, bagi pihak Bareskrim sesungguhnya, dengan atau tanpa BAP, target bisa dipegang.

Lalu bagaimana jadinya negara ini bila penegak dan penjunjung tinggi hukumnya saja malah menari-nari dengan gendang yang ditabuh dalam irama politisasi, akankah bisa menegakkan hukum dan perundang undangannya itu ?

Seandainyapun - katakanlah, terdapat perbedaan pandangan, gagasan dan pendapat diberbagai topik kenegaraan dan kebangsaan, bukankah di era demokrasi hal itu sesuatu yang lumrah dan lazim terjadi? Sebab bangsa dan negara kita ini masih sangat memerlukan ide ide segar, pandangan, gagasan dan pendapat cemerlang dari anak bangsa di republik ini.

Seorang pakar hukum pidana Chaerul Huda dalam wawancaranya dengan Sandro Gatra dari Kompas.com, dalam statementnya mengatakan , "Sekarang alamnya sudah berbeda, demokrasi. Orang boleh dong punya pendapat, cita-cita yang lain dari cita-cita negara. Selagi dia tidak memaksakan cita-citanya itu melalui upaya-upaya yang sifatnya melawan hukum". Apa sesungguhnya yang dikehendaki pihak-pihak berkepentingan terhadap hal ini sehingga menjadikan buah politisasi itu menjadi lebih bergigi ketimbang hukum itu sendiri?.

Seorang Kombes Pol. Boy Rafli Amar pun dalam satu even yang dipandu Karni Ilyas mengatakan secara lugas dan gambalang bahwa, pihak kepolisian tidak akan pernah menangani dan atau memproses suatu perkara yang dibangun berdasarkan opini publik. Polri hanya akan menindak suatu perkara sesuai dengan fakta hukum. Tapi mungkin karena pernyataan ini bukan keluar dari mulut Kapolri atau Kabareskrim, ya mari kita maklumi minus akurasinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun