Mohon tunggu...
Eko Prasetyo
Eko Prasetyo Mohon Tunggu... profesional -

Hingga Januari 2015, penggemar wedang kopi ini baru menulis 30 buku. Kini ia melanjutkan sekolah di Pascasarjana Unitomo Surabaya. Alasan utamanya kuliah S-2 adalah menghindari omelan istri.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Awas, Kejahatan Intelektual!

6 Mei 2011   04:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:02 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_106411" align="alignleft" width="300" caption="Sumber gambar: Google"][/caption] Plaaak. Buku tulis itu menyambar bahu saya. Kejadian tersebut sudah berlangsung lama, saat saya masih duduk di bangku SMP kelas 3. Kala itu menjelang evaluasi belajar tahap akhir nasional (ebtanas). Otomatis hari-hari kami, para pelajar, cukup padat dengan kegiatan belajar dan persiapan menghadapi ujian itu. Bahu saya ditepuk oleh Bu Guru karena ketahuan bertanya kepada teman saat ujian harian. Beliau sebelumnya sudah memperingatkan kami untuk tidak menyontek dan menanyakan jawaban soal kepada teman. Satu kalimat beliau yang paling membekas di benak saya hingga saat ini adalah "Ingat, Tuhan melihatmu." Artinya, kalaupun guru pengawas tidak tahu bahwa kami menyontek, masih ada Tuhan yang akan selalu mengawasi. Nah, Jumat pagi ini, 6 Mei 2011, seperti hari-hari biasa, saya asyik membaca suguhan berita-berita di koran sembari menyeruput kopi tubruk. Perhatian saya tertuju pada berita pendidikan yang mengulas kejahatan intelektual. Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) mencium adanya potensi kejahatan intelektual di perguruan tinggi yang terus meningkat. Sebagai langkah antisipasi, MRPTNI mendeklarasikan gerakan antiplagiat dan menyontek bersama Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) di seluruh Indonesia (Jawa Pos, 6 Mei 2011). Deklarasi tersebut dibacakan di Ditjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendiknas. Ada lima butir pernyataan sikap bersama. Intinya, perilaku menyontek dan plagiat merupakan tindakan tak bermartabat yang harus dicegah serta ditanggulangi. Menurut Ketua MRPTNI Musliar Kasim, pihaknya tak bisa menjelaskan secara terperinci soal kasus menyontek dan plagiat tersebut. "Namun, itu semua ada. Baik di kampus swasta maupun negeri," tegasnya. Perilaku kejahatan intelektual tersebut berpotensi muncul mulai mahasiswa hingga dosen dan guru besar. Rektor Universitas Andalas, Padang, itu mengancam, pelaku plagiat bisa dipidanakan. Untuk tataran dosen dan guru besar, kejahatan intelektual yang memiliki tingkat kerawanan tinggi adalah plagiat. Bagi mahasiswa, yang harus diwaspadai adalah perilaku menyontek. Misalnya, itu terjadi selama ujian. Potensi plagiat mahasiswa yang harus dipantau adalah saat mereka mengerjakan skripsi. Musliar mencontohkan kasus plagiat oleh guru besar di sebuah kampus swasta di Bandung. "Antisipasi kami bukan tanpa dasar. Ada kasus plagiat di Unpar," ungkapnya. Kita tentu masih ingat bahwa kasus plagiat itu terbongkar pada awal Februari 2011. Yang melakukan kejahatan intelektual tersebut adalah AABP, 43, yang menyandang status guru besar. Modus plagiat yang digunakan berbentuk artikel yang dimuat di koran Jakarta Post. Umumnya, motivasi plagiat di tingkat dosen dan guru besar adalah kenaikan pangkat. Sebab, setiap kenaikan jenjang kepangkatan, mereka wajib membuat karya tulis ilmiah. Belakangan ini, gencar disuarakan pendidikan karakter di kalangan pelajar, bahkan sejak usia dini (TK). Salah satu tujuannya, menggerus tindak kriminalitas seperti penipuan, korupsi, dan lain-lain. Unsur yang ditekankan adalah kejujuran. Sebagaimana kita tahu, kejujuran di negeri ini bisa dibeli. Seolah-olah apa pun bisa diukur dengan harta dan materi. Lalu di mana posisi pendidikan karakter itu? Agaknya kita perlu mengingat nasihat seperti ini "Ingat, Tuhan mengawasimu." Namun, saya masih sangsi, lha wong hukum saja masih bisa diakali dan dikadalin di negeri ini. Lihatlah perilaku korupsi, apa yang melakukannya ingat kepada Tuhan? Padahal, saya yakin mereka percaya kepada Tuhan. Iya tho? Langkah yang cukup bijak memang menanamkan sikap jujur kepada anak-anak kita sejak dini. Bahwa hukuman atas tindakan kejahatan, termasuk kejahatan intelektual, itu pasti berlaku. Jika masih lolos dari hukuman di dunia, masih ada pengadilan akhirat. Waspadalah! Surabaya, 6 Mei 2011

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun