Mohon tunggu...
Pramono Dwi  Susetyo
Pramono Dwi Susetyo Mohon Tunggu... Insinyur - Pensiunan Rimbawan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Distorsi dan Inkonsistensi Hutan Produksi Konversi (HPK)

30 Maret 2020   18:44 Diperbarui: 30 Maret 2020   18:45 3537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

DISTORSI DAN INKONSISTENSI

HUTAN PRODUKSI KONVERSI (HPK)

Salah satu fungsi hutan yang belakangan ini menimbulkan kontroversi adalah hutan produksi yang dapat di konversi (HPK). Betapa tidak, dalam undang undang no.41 tahun 1999 tentang kehutanan tidak diatur adanya turunan tentang hutan produksi sebagaimana hutan konservasi. Turunan hutan konservasi adalah suaka alam, kawasan pelestarian alam dan taman buru (pasal 7). 

Sedangkan turunan suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa dan kawasan pelestarian alam ( taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata), diatur oleh undang undang tersendiri yang setara dengan uu. no. 41 tahun 1999, yaitu undang undang tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya no.5 tahun 1990 ( pasal 14 dan 29).

Turunan hutan produksi baru  diatur dalam peraturan pemerintah (PP) no. 44 tahun 2004 tentang perencanaan hutan pasal 24 ayat (1) c yang menyatakan bahwa hutan produksi terdiri dari hutan produksi terbatas, hutan produksi biasa dan hutan produksi yang dapat dikonversi. 

Kriteria hutan produksi yang dapat dikonversi adalah kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai 124 (seratus dua puluh empat) atau kurang, di luar hutan suaka alam dan hutan pelestarian alam. Hutan produksi yang dapat dikonversi merupakan kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi pengembangan transmigrasi, pemukiman, pertanian, perkebunan.

Turunan regulasi berikutnya yang paling mutakhir adalah Peraturan menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK)  no. P. 96/2018 tentang tata cara pelepasan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi. Pelepasan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan pada HPK. 

Kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan meliputi antara lain: 1) penempatan korban bencana alam; 2) fasilitas pemakaman; 3) fasilitas pendidikan; 4) fasilitas keselamatan umum; 5) rumah sakit umum dan pusat kesehatan masyarakat;   6) kantor Pemerintah dan/atau pemerintah daerah;  7) permukiman dan/atau perumahan;   8) transmigrasi; 9) bangunan industri; 10) pelabuhan; 11) bandar udara; 12) stasiun kereta api; 13) terminal; 14) pasar umum; 15) pengembangan/pemekaran wilayah; 16) pertanian tanaman pangan; 17) budidaya pertanian; 18) perkebunan;  19) perikanan; 20) peternakan; 21) sarana olah raga; atau 22) tempat pembuangan akhir sampah.

Inkonsistensi Regulasi
Dalam hirarki tentang turunan hutan produksi dari mulai undang-undang, peraturan pemerintah hingga peraturan menteri LHK tidak terjadi konsistensi antara satu dengan yang lain  sebagaimana hutan konservasi. Dalam UU no.41/1999 tentang kehutanan, dalam pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, hutan produksi paling banyak disebut dibanding hutan konservasi dan hutan lindung.

Pemanfaatan hutan produksi (tanpa menyebut biasa, terbatas dan dapat dikonversi) dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu. 

Pemanfaatan hutan produksi dilaksanakan melalui pemberian izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu, izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, izin pemungutan hasil hutan kayu, dan izin pemungutan hasil hutan bukan kayu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun