Mohon tunggu...
Popie Susanty
Popie Susanty Mohon Tunggu... wiraswasta -

Seorang ibu empat anak yang ingin menulis kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

10 Bulan Aku Linglung tapi Sadar

14 November 2015   09:06 Diperbarui: 14 November 2015   09:06 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini kisahku.

Sebut namaku Puri.

Aku terlahir di kota besar di ujung Pulau Jawa. Dibesarkan dalam keluar besar yang sangat harmonis. Sebagai anak bungsu, aku dimanjakan dan dilayani oleh seluruh keluarga namun tidak membuatku menjadi anak manja dan tinggi hati. Aku mandiri. Bahkan aku sudah terbiasa melakukan rutinitas sehari-hari tanpa bantuan ibu ataupun pengasuh seperti bangun, mandi, pakai baju, siapkan sarapan bahkan berangkat sekolah aku sendiri, tidak mau diantar.

Saat bersekolah, aku berprestasi dan aktif di beberapa organisasi sekolah. Kemandirianku banyak di puji oleh sanak keluarga dan sahabat. Saat lulus kuliah, aku memutuskan untuk segera menikah. Untunglah ada seorang pria yang menawan hatiku, sudah bekerja, tinggalnya tidak jauh dari rumahku dan orang tuaku memberikan restu untuk kami. Selepas menikah, suamiku mendapat surat pindah kerja ke daerah Jawa Barat. Dengan berat hati, keluarga besarku melepas kepergian kami.

Kisah kehidupanku di mulai di sini.

Aku dan suamiku tinggal di sebuah perkebunan yang jauh dari rumah penduduk asli. Suamiku sebagai pendatang baru yang memiliki jabatan yang lumayan mendapatkan fasilitas rumah dinas yang besar di perkebunan. Ada beberapa rumah pegawai kebun di sekitar rumah kami. Syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, kami diberikan lingkungan yang bebas polusi, masyarakat sekitar sebagai pekerja di kebun sangat ramah, membuatku merasa betah. Suamiku memberikan seorang pelayan, Bi Ani yang menemani hari-hariku sekaligus membantu merawat dan membersihkan rumah. Seorang janda tua yang tidak memiliki anak, suaminya sudah meninggal dan dulu salah satu pekerja di kebun. Bila bosan melanda, aku biasa keliling kebun bahkan ke rumah penduduk sekitar kebun di temani Bi Ani sekalian belanja keperluan sehari-hari.

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun. Lahirlah sepasang putra dan putri buah hati kami. Saat anak-anak menginjak usia 2 tahun, aku merasa sering pusing dan tidak sadarkan diri. Saat suami berangkat kerja, dengan hanya memakai daster, rambut terurai tanpa sisiran, dalam kondisi belum mandi, aku sering berjalan sendiri mengelilingi kebun bahkan sampai ke rumah penduduk sekitar kebun. Aku masuk ke rumah yang pintunya terbuka, sekedar mengajak ngobrol, menonton televisi bahkan ada yang mengajak aku makan siang. Aku minta masukan kepada yang punya rumah, apa yang harus aku lakukan dan biasanya mereka mengatakan pulanglah, mandi, ajak main anak-anak dan begitu banyak nasehat. Hari demi hari aku lalui seperti itu. Aku sadar tapi aku linglung. Aku merasa ada yang mengajakku jalan dan bercerita. Aku lupa mendidik anak-anak, aku lupa bagaimana kewajiban aku sama suami, aku hanya asik dengan duniaku. Aku sadar. Tapi aku tidak bisa keluar dari kegiatanku setiap hari. Berkeliling kebun sampai ke desa. Sampai penghuni rumah malas melayani kedatanganku.

Itu berjalan 10 bulan. Sadar tapi linglung.

Suamiku minta bantuan orang pintar. Ditemukan beberapa bungkusan aneh dipojokan rumah. Isinya jarum, paku, sobekan baju, helaian rambut. Sama orang pinta bungkusan itu dibakar, keluarkan bau busuk seperti bangkai. Aku dimandikan macam-macam bunga dan minum air doa. Kata orang pintar itu, ada yang tidak suka sama suami karena menjadi pengelola kebun dan aku yang diguna-guna.

Untuk menghindari hal yang akan terjadi, kedua anakku diungsikan ke rumah mbahnya di Jawa Timur. Aku tinggal sendiri. Terkadang aku merasa diasingkan. Terkadang aku marah sama suami yang sudah menjauhkan aku dengan anak-anak. Aku kesal sama orang yang membuatku seperti sekarang. Dalam beribadah pun aku tidak pernah merasakan ketenangan. Selalu ada bisikan-bisikan agar aku jalan dan jalan.

Aku di bawa suami ke kota untuk konsultasi dengan psikolog. Aku dianjurkan untuk bersenang-senang dengan pergi ke pasar dan berbelanja, aku diminta membuat masakan enak, aku diminta untuk membaca buku dan membuat rangkuman. Aku malas mengerjakan semua perintahnya. Aku maunya jalan atau tidur. Suamiku akhirnya mengajak aku pindah ke kota. Dengan harapan, aku banyak memiliki teman baru sehingga banyak kegiatan yang bisa aku lakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun