Mohon tunggu...
Pojok Sekolah
Pojok Sekolah Mohon Tunggu... lainnya -

catatan dari pojok sekolah yang hampir rubuh diterpa badai kemunafikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Carut-marut Pendataan Pendidikan

29 Juni 2013   01:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:16 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

"Keputusan yang tepat berdasarkan data yang tepat"

Semua orang manajemen pasti paham dengan kalimat tersebut. Demkian pula Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, yang memegang kendali menejerial semua aktivitas dalam dunia pendidikan di Indonesia, melalui semua orang pintar nan hebat didalamnya telah merancang dan mengaplikasikan model-model pendataan yang tentunya dengan satu tujuan, mendapatkan data yang tepat itu.

Seiring berlakunya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003, mulai tahun 2006 bergulir pula istilah DAPODIK kependekan dari Data Pokok Pendidikan yang merupakan gabungan dari tiga unsur utama yaitu Data Lembaga, Data Siswa dan Data Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Dalam perkembangannya tiga unsur tersebut melahirkan istilah baru yaitu NISN (Nomor Induk Siswa Nasional), NPSN (Nomor Pokok Sekolah Nasional) dan NUPTK (Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan) dimana ketiganya menjadi database utama yang digunakan kemendikbud dalam menjalankan semua program-programnya baik program peningkatan mutu, penguliran bantuan, pemberian tunjangan dan sebagainya.

Dengan adanya database nasional diharapkan program-program kemendikbud dapat dijalankan sesuai prinsip Tepat Guna, Tepat Waktu dan Tepat Sasaran. Akan tetapi ibarat jauh panggang dari api, hingga sepuluh tahun usia undang-undang sisdiknas tujuan mulia itu belum benar-benar bisa diwujudkan.
Misalnya program sertifikasi guru yg dimulai th 2006 sebagai implementasi UU Guru dan Dosen Tahun 2005, dimana ada persyaratan peserta sertifikasi HARUS PUNYA NUPTK, ternyata pelaksanaan sertifikasi empat tahun pertama (2006 - 2009) tidak semua peserta sudah memiliki NUPTK sehingga oleh pengelola waktu itu asal main tembak dengan mencantumkan "NUPTK DARURAT" bahkan "DIPINJAMI  NUPTK" atas nama orang lain.

Tentu saja tindakan semacam ini berbuntut permasalahan yng tidak mudah penyelesaiannya di belakang hari. Untuk peserta sertifikasi dengan NUPTK darurat baru terasa tahun ini ketika banyak SK Tunjangan Profesi sebagai dasar pembayaran Tunjangan tidak bisa terbit karena yang bersangkutan tidak bisa ditemukan NUPTK yang sebenarnya alias sampai saat ini belum memiliki NUPTK. Demikian juga yang menggunakan NUPTK pinjaman berdampak pada pemilik syah NUPTK tersebut menjadi tidak bisa mengikuti proses sertifikasi guru dikarenakan NUPTK-nya sudah tercatat dalam data kelulusan meskipun yang menikmati adalah orang lain.

Tidak kalah semrawutnya adalah database siswa yaitu NISN, dimana proses pengajuan NISN yang begitu lancar pada tahun-tahun awal, saat ini menjadi begitu susah sehingga banyak peserta Ujian Nasional dari berbagai  jenjang yg hingga lulus ujian belum juga memiliki NISN. Setali tiga uang proses penerbitan NPSN sebagai data base lembaga, karena fakta di lapangan banyak sekolah yang sudah lama eksis tapi belum memiliki NPSN sementara tidak sedikit sekolah-sekolah baru yang  justru sudah mengantongi nomor pencatatan dalam database  nasional tersebut. Bahkan tahun ini ada perubahan NPSN besar-besaran khususnya di jenjang pendidikan anak usia dini (TK), akan tetapi sampai saat tulisan ini dibuat belum pernah ada sosialisasi sampai tingkat terbawah.

Ketidak siapan perangkat pendataan dan kesiapan sumber data

Banyak hal harus diurai dan patut dicrurigai sebagai sumber carut marut ini. Yang pertama harus dikaji tentunya perangkat pendataan dari pusat (kemdikbud) yang sejak awal bertekad memanfaatkan kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi sebagai media pengumpulan dan pengolahan data. Selama ini setiap muncul aplikasi pendataan dari pusat hampir pasti tidak didahului kesiapan baik SDM maupun infrastruktur di bawah. Lelucon bernada sindiran masih sering terdengar bahwa pola pelatihan / Bintek adalah satu minggu di pusat, tiga hari di propinsi, satu hari di kabupaten/kota dan sampai di sekolah yang tersisa hanya fotokopi slide materinya saja.

Tentu saja kebiasaan turun temurun ini menjadi kendala teramat besar dalam upaya mendapatkan data valid dari sumber data. Apalagi tingkat penguasaan IT di tingkat sekolah tentu jauh dari bayangan orang-orang pusat. Ditambah lagi kebiasaan di sekolah dimana semua hal adminstrarif dikerjakan oleh pegawai administrasi yang nota bene  juga tidak banyak menguasai ketrampilan penggunaan IT. Apalagi untuk jenjang pendidikan TK dan SD yang memang tidak ada petugas administrasi dimana untuk data-data administratif akhirnya diborong oleh petugas di tingkat kecamatan yang jumlahnya juga sangat – sangat terbatas.

Di tingkat Kabupaten / Kota pun tidak kalah perannya dalam menyumbangkan kecarutmarutan data ini. Seperti kita ketahui adanya Undang-undang otonomi daerah, seorang kepala daerah dengan segala kepentingan politisnya bisa dengan mudah menempatkan orang-orangnya di lingkungan dinas pendidikan. Tak  jarang terdengan suara sumbang, ada pejabat dari dinas pemakaman atau dokter hewan yang tiba-tiba menjadi kepala dinas pendidikan. Demikian pula dengan staf-staf yang menangani pendataan, bukan hal baru jika setiap tahun ada pergantian staf yang dengan alasan tertentu pula staf lama tidak mewariskan data terdahulu kepada staf baru. Tidak banyak dinas pendidikan yang menerapkan manajemen arsip dengan baik.

Dan setiap kali ada petugas baru maka pendataan selalu diawali dari nol lagi, yang tentunya dengan pemahaman yang berbeda antara staf  lama dengan staf baru akan menimbulkan kebingungan sumber data yang mengakibatkan banyaknya data-data manipulatif dan tidak valid. Kasus membengkaknya berlipat-lipat  jumlah GTT/PTT  yang masuk databse K-2 BKN tahun 2011 dan akan diselesesaikan tahun 2013 ini  adalah bukti nyata betapa menejemen data di lingkungan pemerintahan kita khususnya di kementerian pendidikan dan kebudayaan masih sangat-sangat memprihatinkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun