Mohon tunggu...
Petrus Kanisius
Petrus Kanisius Mohon Tunggu... Wiraswasta - Belajar Menulis

Belajar menulis dan suka membaca. Saat ini bekerja di Yayasan Palung

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Ternyata 75-78 % Populasi Orangutan Berada di Luar Kawasan Lindung

4 Mei 2017   17:31 Diperbarui: 4 Mei 2017   17:44 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orangutan betina yang hidup bebas di Gunung Palung. Foto dok. Tim Laman dan Yayasan Palung

Bila hutan dan orangutan kian terkikis, sudah barang tentu makhluk hidup lainnya akan mengikuti. Mengingat, hutan dan orangutan menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan sayang kiranya bila mereka (hutan dan orangutan) yang berada di Luar kawasan Lindung hilang begitu saja memiliki peran dan fungsinya begitu penting dalam keberlanjutan makhluk hidup.

Tidak bisa disangkal, keadaan ini nyata adanya terjadi saat ini (populasi orangutan berada di luar kawasan lindung). Ini juga dapat diartikan menjadi sebuah gambaran jelas betapa rawannya nasib keberlanjutan satwa endemik tersebut di tahun-tahun mendatang.

Dari hulu ke hilir, dari daerah perkotaan hingga pedalaman peristiwa demi peristiwa tak henti-hentinya memperlihatkan terkait keberadaan orangutan di habitatnya (hutan) semakin sempit dan terhimpit. Parahnya lagi, hilangnya sebagian besar luasan tutupan hutan merupakan kawasan yang bukan menjadi skala prioritas seperti di Kawasan Lindung, Taman Nasional ataupun Cagar Alam yang selalu menjadi perhatian. Selain rawan, namun juga sangat mengkhawatirkan terkait keberadaan dan keberlanjutan orangutan di luar kawasan lindung.

Mengingat, hampir pasti, keberadaan hutan-hutan  yang dimaksud (hutan di luar kawasan lindung) sedikit banyak tidak terawasi dan berimbas pada populasi orangutan salah satunya dan ragam jenis satwa serta tumbuhan yang berada berdampingan dengan tutupan hutan. hampir dipastikan pula, bila hutan tergerus sedikit banyak berimbas pada nasib semua makhluk hidup. Bahkan bila boleh dikata, sebuah kekhawatiran akankah populasi orangutan yang berada di kawasan lindung dapat terselamatkan atau malah sebaliknya.

Berdasarkan hasil analisis terakhir dari yang dilakukan terhadap populasi orangutan didapatkan bahwa populasi orangutanyang berada di kawasan konservasi hektarnya 22% sedangkan sebagian besar (78%) berada di luar kawasan konsevasi, baik di kawasan hutan produksi maupun di areal penggunaan lain (Baca;Wich dkk, 2012, dalam jurnal Prosedur Insitu di Luar Kawasan Konservasi). Melihat kenyataan ini maka disadari bahwa pengelolaan populasi orangutan in situ diluar kawasan konsevasi menjadi sangat penting.

Data Capture dari Forum Orangutan Indonesia (Forina)
Data Capture dari Forum Orangutan Indonesia (Forina)
Luasan tutupan hutan yang semakin terkisis atau dengan kata lain hutan semakin sekikit yang tersisa  dengan tingkat keterancaman satwa dilindungi sedikit terpengaruh oleh semakin meluasnya pembukaan lahan yang menyebabkan hutan semakin kritis. Pertambangan, Perkebunan, pembangunandan pertanian sebagai penyumbang terbesar dari rusaknya hutan dan lingkungan tempat satwa hidup.

Dengan demikian, perlu adanya tindakan nyata sebagai upaya bagaimana menyelamatkan populasi orangutan yang berada di dalam kawasan yang tidak dilindungi, salah satunya adalah menjadikan area tersebut sebagai kawasan konservasi tinggi. Selain juga mungkin atau seharusnya perlu adanya analisis, studi ancaman populasi orangutan. Menelusuri atau juga mendata (memetakan) ancaman konflik antara orangutan VS manusia. Selain juga saat ini perlu menyiapkan areal koridor bagi tatanan keberlanjutan orangutan juga bagi makhluk hidup lainnya termasuk manusia.

Benar saja, Indonesia mengalami tingkat deforestasi yang paling tinggi, data menyebutkan Saat ini Indonesia termasuk negara dengan tingkat deforestasi tertinggi di dunia, mencapai sekitar 680.000 hektar per tahun, berdasarkan data Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) Perserikatan Bangsa-Bangsa, dikutip dalam laman Kompas; Sebelum hutan menjadi kenangan.

Gambaran nyata ini tentu saja menjadi sebuah permenungan dan langkah nyata bagi semua, setidaknya dalam 30 tahun terakhir perubahan tatanan kehidupan begitu terasa. Berbagai krisis air bersih, kekeringan hingga semakin tergerusnya budaya lokal akibat pendudukan untuk perluasan areal perkebunan dan pertambangan oleh penguasa dan pengusaha. 

Dampak sosial, ekonomi masyarakat bisa terpengaruh dengan munculnya budaya baru dan bukan budaya asli yang maaf-maaf kata tidak jarang mengarah dan mempengaruhi, misalnya bisa saja budaya baru berimbas pada kepunahan identitas adat (suku dan masyarakat adat) yang mendiami wilayah-wilayah tersebut, lebih khusus suku-suku pedalaman yang mendiamidan hidup mereka berada dalam satu kesatuan wilayah hutan di beberapa tempat di Indonesia. kekhawatirannya, hadirnya budaya baru yang cenderung hedonisme (hura-hura) tak jarang melunturkan budaya lama.

Singkatnya, pembukaan lahan secara besar-besaran dari tahun ketahun terus menerus saja terjadi entah kapan berhenti. Hal lain yang tidak kalah parahnya lagi hilangnya sebagian besar hutan selain populasi orangutan akan berpengaruh juga kepada adat tradisi masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun