Mohon tunggu...
Petrus Kanisius
Petrus Kanisius Mohon Tunggu... Wiraswasta - Belajar Menulis

Belajar menulis dan suka membaca. Saat ini bekerja di Yayasan Palung

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Pena Itu Selalu Mengingatkanku

13 Januari 2016   18:21 Diperbarui: 13 Januari 2016   18:37 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keterangan Foto: writing-with-pena. foto dok. dia.perkantas.net.

Goresan pena itu menari-nari mengingatkanku ketika, masa-masa kecilku.

Masa kecil dulu; Bermain petak umpet, kelereng, mandi di sungai, pangkak gasing (bermain gasing), lompat tali, bikin rumah-rumahan di hutan jika siang hari setelah pulang sekolah, jam belajar wajib walau hanya memakai pelita saat malam hari.

Tak jarang mencari buah-buahan di kampung tembawang dan buah-buahan hutan, bila musim buah raya sedang musimnya tiba.

Dulu aku  belum mengenalku pada tv, gadget, tablet dan permainan seperti jaman sekarang. Kala itu kami hanya tahu tentang bermain sepuasnya dan belajar mati-matian untuk mengetahui huruf-huruf dan angka-angka.

Pena dan pena lagi, selalu itu. Hanya itu yang kami tahu. Orangtua (Alm. Bapak) yang selalu mengingatkanku pada pena itu.

Hari demi hari, akhirnya bisa membawaku melek huruf. Sosok Ayah begitu tegas tetapi bertanggungjawab dan murah hati dan senyum, kecuali saat marah.

Pena itu pun mengingatkanku kepada ajaran, dongeng, cerita dan petuah-petuah atau nasehat, tidak jarang pula nenek dan kakek mendongeng sebelum tidur. Pena itu  juga mengajarkankanku akan sosialisasi dengan sesamaku yaitu belajar bersama. Bermain sepuasnya, tetapi terkadang merasa bersalah karena sering lupa waktu.

Terkadang menangis ketika dimarahi ibu karena lupa makan saat siang. Mengingat, tidak sempat  makan setibanya sekolah bermain di tanah, bermain bola di lapangan berlumpur, tidur siang pun jarang sekali kecuali ketika sakit.

Pena dan lagi pena, mengapa pena selalu mengingatkanku?. Suatu ketika pena satu-satunya yang aku punya hilang, hilang karena tercecer di jalan. Makhlum, ketika itu tas hanyalah menggunakan kantong plastik putih. Jika ujung pena tidak di tutupi hampir pasti tajam. Tajamnya ujung pena itu yang membuat si pena tersebut bisa kabur dari kantong plastik. Di cari, mau cari kemana atau di mana. Sepanjang jalan menuju sekolah hanya jalan setapak, jalan tikus. Sulit untuk mencari dan menemukannya. Jadi termenung, terdiam ketika alm. Bapak menceramahi, kala pena itu hilang saat berada di sekolah. Tetapi, setelah diceramahi, pena itu kembali. Hehehe... karena kasian, dipinjamkanlah oleh alm. Bapak pena baru. Akhirnya bisa belajar dan menulis kembali, menulis mata pelajaran. Kalau bicara tentang ponten (nilai) ulangan dari sekolah kadang-kadang bagus dan kebanyakan merahnya.

Belajar memasak ketika di pondok ladang ketika musim menugal (mulainmenyemai padi) di ladang atau pun sawah. Membuat rumah-rumahan (pondok kecil untuk area bermain). Atau terkadang, membuat perangkap ikan dari bambu bernama bubu, menajur dan mengail (memancing) ikan sungai. Ranting-ranting kayu yang berdiri tegak dijadikan tempat untuk berteduh, jika di pinggir sungai, pohon tersebut dipanjat setelah itu terjun bebas (melompat) berulang-ulang di Sungai. Tak jarang pula teman mengibaratkan pohon sebagai gedung karena memang pohonnya sangat besar nan rimbun yang bisa dimanfaat untuk apa saja ketika kami bermain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun