Ancaman dan kejahahatan terhadap satwa terus saja terjadi. Entah apa yang menjadi sesungguhnya tentang hal ini? Apa dosa mereka (satwa)?
Bisa dikata, dari dulu hingga kini ancaman terhadap satwa terus saja terjadi dan tidak henti-hentinya (semakin marak). Ancaman satwa tersebut terus terjadi di negeri ini, terlebih di wilayah Kalimantan, Sumatera, Jawa dan Papua.
Apa penyebab utama dari persoalan tersebut?
Bila dilihat secara kasat mata begitu nyata terlihat, namun yang terselubung pun begitu juga terjadi (tidak kalah hebatnya) berlomba-lomba mengurangi jumlah luasan ataupun isi bumi pertiwi. Â
Benar saja, hutan sebagai tempat hidup jumlahnya semakin terbatas jumlahnya (berkurang/menjelang terkikis habis). Tangan-tangan tidak terlihat begitu masif menjamah hutan dan tanah air serta bumi pertiwi entah kapan berhenti mengusik.
Tercatat, dari tahun kasus perburuan, perdagangan dan pemiliharaan satwa masih saja terjadi. Paruh enggang, sisik trenggiling, pemiliharaan primata seperti orangutan, kelempiau masih berlangsung. Perburuan terhadap rusa, perburuan kelasi untuk diambil geliganya menjadi informasi dan kasus baru di Kalimantan Barat.
Demikian juga halnya dengan bekantan yang jumlahnya semakin berkurang. Menurut informasi yang di peroleh oleh Yayasan Palung dari masyarakat ada terjadi di beberapa tempat seperti di Wilayah Riam Bunut, Kecamatan Sungai Laur pada tahun 2014-2015 lalu ada para pembeli yang sengaja mencari geliga kelasi, geliga dan enggang dan sisik trenggiling.
Para pembeli tersebut berasal dari Luar (luar negeri/Malaysia). Nasib tragis juga terjadi pada beruang madu dan beruang rambai, sering kali diburu untuk diambil empedu dan dikonsumsi.