Pada tulisan terdahulu ─ Belajar Aksara Jawa (2), saya telah menyampaikan mengenai tiga jenis sandhangan dalam aksara Jawa beserta, yakni sandhangan swårå, sandhangan sêsigêg, dan sandhangan wyanjånå beserta contoh pemakaian atau penulisannya yang dirangkai dengan aksara dasar. Tulisan kali ini masih akan membahas mengenai penggunaan ketiga jenis sandhangan tersebut. Bila anda menguasai ketiga jenis sandhangan dan cara penulisannya, maka satu kata yang terdiri dari dua atau lebih suku kata akan memiliki arti yang berbeda. Sebagai contoh saya akan menggunakan suku kata "ga" dan "ra" yang kemudian saya rangkai dengan ketiga jenis sandhangan. Perhatikan gambar berikut! [caption id="attachment_180143" align="aligncenter" width="300" caption="Variasi penggunaan sandhangan dan hasilnya"][/caption] Nah, sekarang anda sudah tahu di mana posisi masing-masing sandhangan diletakkan, sehingga menghasilkan kata-kata baru. Saya menggunakan dua suku kata "ga" + "ra" yang kemudian saya rangkai dengan ketiga jenis sandhangan. Hasilnya paling tidak terdapat 30 kata baru. Arti dari kata-kata tersebut berbeda, bahkan satu kata yang sama bisa memiliki lebih dari satu arti. Masing-masing artinya adalah:
- gårå = isteri, suami
- gårå-gårå = adegan dalam pentas wayang, huru-hara atau kerusuhan
- garu = garu, perata tanah setelah dibajak
- garah = bercakap-cakap
- garoh = tidak jadi, tidak sah
- garang = garang, pemarah
- garèng = Gareng, salah satu panakawan
- garing = kering
- gêrå = puncak
- gêrah = sakit, udara panas
- gêrang = tua-bangka, aus
- gêring = kurus-kering, sakit
- gêré = tidak subur (tanah)
- gêrêng = menggeram
- gêro = berteriak, bersuara lantang
- gèroh = bohong, menipu
- gèrong = bernyanyi bersama pesinden
- guru = guru, pengajar
- gurung = tenggorokan
- gurah = proses/cara membersihkan tenggorokan
- guruh = guruh, guntur
- gurih = gurih, sedap rasa
- guri = belakang
- gorå = dahsyat, kuat, besar
- gori = nangka, nangka muda
- gorong = lintasan air, gorong-gorong
- girah = cuci ulang penghabisan, bilas
- girang = girang, gembira
- gorèh = luka, gores
- goroh = bohong, berbohong, tipu
Nah, anda bisa melihat bahwa hanya dengan merangkaian dua suku kata dan sandhangan, dapat terbentuk 30 kata dalam bahasa Jawa. Dengan demikian kita dapat merasakan betapa luwesnya ke-20 aksara Jawa itu berubah susunan dan berubah arti/makna. Keluwesan dalam proses pembentukan kata dengan aksara Jawa inilah yang menjadi salah satu keunggulan karya kesusastraan Jawa. Banyak karya sastra Jawa gubahan para pujangga pada masa lalu yang memanfaatkan keluwesan aksara Jawa. Salah satu contoh adalah Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aria (K.G.P.A.A.) Mangkunegara IV dari Pura Mangkunegaran, Surakarta dalam karyanya Wedhatama. Saya ambil contoh dari Wedhatama pupuh Sinom bait ke-19 yang bunyinya:
Dahat dènirå amintå
sinupèkêt pangkat kanthi
jroning alam palimunan
Ing pasaban saben sêpi
sumanggêm anyanggêmi
Ing karså kang wus tinamtu
pamrihe mung amintå
supangaté têka-têki
nora kètang têkên janggut suku jåjå.