"Yen ora panen, ya kuwi merga tingkah lakune dhewe. Lemahe kudu diajeni, kudu dimulyaake, kaya ibu sing nglairake. Lemah kuwi Ibu Pertiwi, sing nglairake urip sing ndadekna kecukupan kawit jamane nenek moyang nganti dina iki." Demikian kalimat dalam bahasaJawa yang tertulis di dalam KOMPAS, Jumat, 4 Mei 2012 halaman 1, kolom 6, pada tulisan berjudul Sedulur Sikep Merawat Bumi, ditulis oleh Maria Hartiningsih. Kalimat tersebut sudah ditulis dengan bahasa Jawa yang benar. Saya menduga penulis adalah orang yang memahami bahasa Jawa dan aturan penulisannya. Pada tulisan terdahulu telah saya sampaikan tentang 20 aksara Jawa yang disebut Aksårå Carakan. Ada baiknya saya sajikan kembali gambar dari ke-20 aksara tersebut.
Dengan menggunakan ke-20 aksara tersebut, Anda sudah dapat membuat beberapa kata sederhana dalam bahasa Jawa, misalnya: [h]ana (ada), sawa (ular sanca/piton), sada (lidi), dasa (sepuluh), gana (anak lebah), naga (ular naga), sata (tembakau), sanga (sembilan), rasa (rasa), sarana (sarana), wanara (kera), pawana (angin, udara), pawaka (api), dan sebagainya.
Lalu bagaimana bila Anda ingin menulis kata yang mengandung bunyi vokal selain /a/ dalam bahasa Jawa? Atau bagaimana bila Anda ingin menulis kata lainnya yang lebih kompleks? Agar Anda dapat melakukannya, Anda harus mengenal sandhangan. Di dalam aksara Jawa terdapat 3 macam sandhangan, yaitu sandhangan swårå, sandhangan sêsigêg, dan sandhangan wyanjånå. Mari kita kenali masing-masing sandhangan melalui gambar berikut:
[/caption] Sandhangan sêsigêg berjumlah 3 buah, yaitu wignyan, layar, dan cêcak. Ada juga yang memasukkan pangkon ke dalam jenis sandhangan ini. Saya hanya akan menyinggung sedikit tentang pangkon dalam tulisan ini, pada contoh gambar mengenai pemakaian sandhangan wyanjånå. Saya akan membahas mengenai pangkon lebih terperinci secara terpisah, pada tulisan yang akan datang. Wignyan digunakan bila Anda ingin menulis kata yang suku katanya mengandung bunyi "desah", misalnya panah (panah), sirah (kepala), gênah (terang, jelas, mapan), bêdhah (jebol, robek, ambrol), cihnå (tanda, lambang, bukti, nyata), wahyu (wahyu, anugerah), dan sebagainya. Layar digunakan bila Anda ingin menulis kata yang yang suku katanya mengandung bunyi /r/, misalnya sabar (sabar), pacar (pacar), tutur (kata, kata-kata), parså (gunung), warså (tahun), garwå (isteri, suami), garbå (rahim, kandungan), dan sebagainya. Cêcak digunakan bila Anda ingin menulis kata yang mengandung bunyi sengau /ng/, misalnya lawang (pintu), cawang (cabang, bakal, calon), bångså (bangsa), bånggå (memberontak, melawan, membangkang), dan sebagainya.
Bila Anda perhatikan pada ketiga gambar sandhangan di atas, saya menempatkan kotak-kotak bergaris merah. Di dalam kotak-kotak itulah aksårå carakan atau aksara Jawa ditempatkan. Kotak-kotak itu hanya sebagai penanda imajiner karena bila Anda menulis aksara Jawa yang diberi sandhangan, Anda tidak perlu menyertakan kotak-kotak tersebut. Perhatikan gambar berikut:
Dari gambar di atas Anda dapat melihat perubahan susunan aksara setelah sandhangan sesigêg dirangkai pada suku kata. Arti kata-kata di atas: såwå (ular sanca/piton), sawah (sawah), kålå (waktu, batara Kala), kalah (kalah), cåyå (cahaya, raut wajah), cahyå (cahaya, sinar), ulå-ulå (tulang belakang), ular-ular (nasihat, petuah), tutu (tumbuk), tutur (tutur), kåyå (seperti), kóyór (koyor), sawang (sarang laba-laba), lårå (sakit), larang (mahal), lurung (lorong), pågå (para-para), panggah (tetap).
[/caption] Dari gambar di atas Anda dapat melihat perubahan susunan aksara sesudah suku kata dirangkai dengan sandhangan wyanjånå. Arti kata-kata di atas: pånå (paham, mengerti), prånå (perasaan, hati, nafas, kehidupan), sudå (kurang, berkurang), sudrå (kasta sudra, orang miskin-papa), kaså (musim pertama dalam agrometeorologi Jawa), kråså (terasa, merasa), kêtêg (detak jantung, denyut nadi), krêtêg (jembatan), palu (palu), prêlu (perlu), måtå (mata), mrêtå (rendah hati, sabar), lågå (perang, laga, pertempuran), lagyå (sedang, baru saja), tas (tas), tyas (hati), sadånå (uang, dana, harta), syadånå (kereta). Pada kata tas dan tyas terdapat sandhangan pangkon yang diletakkan pada akhir kata. Bila pangkon tidak diletakkan sesudah suku kata terakhir, maka bunyinya adalah tasa, bukan tas maupun tyas. Dengan demikian pangkon berfungsi untuk "mematikan" atau melenyapkan bunyi vokal /a/ pada suku kata "sa".