Mohon tunggu...
bahrul ulum
bahrul ulum Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Apa yang ditulis akan abadi, apa yang akan dihafal akan terlepas, ilmu adalah buruan, pengikatnya adalah tulisan, ikatlah dengan kuat buruan mu itu. (KBC-01)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Sensitifitas Layanan Publik Harus dengan Hati

29 Mei 2018   15:07 Diperbarui: 29 Mei 2018   15:58 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Doc satuharapan.com

Sensitif layanan publik adalah kemauan keras penyedia jasa dalam melayani masyarakat untuk  tidak diskriminatif dalam layanan. Maksud diskriminatif atau ketidakadilan disini adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung maupun tak langsung didasarkan pada perbedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik. 

Masyarakat itu akan percaya penuh dengan birokrasi sebagai penyedia layanan jika mereka itu melaksanakan pekerjaanya dengan cepat, tepat, tidak terbelit belit dan ada sensitif hatinya untuk berbuat terbaik. 

Munculnya keluhan masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik merupakan isu yang sering kita dengar dari masyarakat. Secara umum yang menjadi permasalahan adalah kelambanan proses pelayanan terhadap kelompok masyarakat yang kurang mampu dibandingkan dengan kelompok yang secara ekonomis lebih mampu.

Contoh saja pelayanan matinya lampu Penerangan Jalan Umum (PJU), warga yang baik adalah peduli dengan kondisi lingkungannya dan mau melaporkan kondisi lingkungannya jika ada hal yang perlu dilaporkan, maka akan dilaporkan sesuai dmengan kondisi yang ada. 

Saat dia melintasi jalan raya di saat waktu menjelang sore, maka yang muncul dibenak mereka adalah terlihat penerangan jalan dengan lampu yang menyala, saat ada lampu mati, maka dia akan melaporkan ke lembaga penyedia jasa, bila tidak paham dengan laporan yang ada dan paham dengan mefia sosial maka dia akan menyalurkan aspirasi keluhannya kepada media sosial tersebut, kalau penyedia jasa membuka ruang pengaduan di media sosial seperti twitter atau facebook mestinya akan diterima pengaduan tersebut dan akan dilakukan pengecekan dan menjawab kembali apakah bisa diperbaiki segera atau ada problem yang harus dikasih alasan riilnya. 

Tidak semua warga itu menggunakan fasilitas handphonenya untuk kepentingan umum, apalagi harus melaporkan kondisi layanan yang ada. SMS gateway dibuat akan menjadi saluran efektif atau bukan bila ada warga yang melaporkan, namun sms gateway menjadi tidak ada kepercayaan jika setiap pengaduan tidak mendapatkan respon apalagi umpan balik atas kinerja yang dilakukan. 

Warga itu bisa berubah jika ada saluran yang dianggap cepat dan penyedia jasapun akan melaksanakan pengaduan layanan tersebut dengan cepat dan tepat, maka akan terjadi trust yang tinggi, namun jika sebaliknya layanan penyedia jasa itu lamban, tidak kooperatif maka yang terjadi adalah warga ikut menjudge bahwa layanan birokrasi ini kurang punya sensitifitas hati untuk berubah ke arah yang lebih baik. Apalagi jika sudah ada laporan tertulis dan berkop namun hingga beberapa bulan lamanya tidak di jawab atas surat tersebut, maka ketidakpercayaan publik terhadap pwnyedia semakin berkurang. 

Untungnya model kaya seperti itu tidak terjadi dengan layanan di leve layanan dunia perbankkan, layanan penerbangan,  bahkan di layanan perkereta apian, termasuk tidak terjadi di layanan emergency kemanusiaan. Bila ini terjadi maka menjadi problem besar yang harus ditangani secara holistik. 

Problem lain bagi lembaga penyedia layanan publik adalah takutnya temuan dari lembaga penyidik atau lembaga pengawas keuangan, karena jika prosedurnya salah, mereka jugs enggan masuk terali besi, mereka akan mrlakssnakan pekerjaannya juga dengan aturan yang dibuat oleh pemerintah itu sendiri, saat lampu PJU mati dan itu banyak, sedangkan material yang ada harus menunggu hasil lelang, maka yang terjadi adalah penanganan lambat, bagi lembaga penyedia jasa tidak apa-apa tidak ditangani, karena jika ditangani dan nanti pakai dana yang tidak sesuai peruntukannya, maka akan terjadi temuan bagi dirinya dan lembaganya, ujung-ujungnya dirinya bida terseret lembaga pengadilan. 

Ada lagi warga melaporkan bahwa kondisi jalan kabupaten rusak parah, tapi karena pada saat pelaporan dana sudah habis dan memang diprediksi jalan yang dibuat itu akan normal selama 3 tahun, maka yang terjadi jalan rusak tersebut dibiarkan rusak, wal hasil warganya akhirnya tidak simpatik lagi dengan kinerja birokrasi. Inilah dilematisnya ketika pembangunan fiaik sudah dilakukan, kemudian lupa untuk menganggarkan dan dana perawatan juga sudah habis. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun