Mohon tunggu...
YudithTri Susetio
YudithTri Susetio Mohon Tunggu... -

Visual Artist, Writer, Husband

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Internet untuk Anak

17 Januari 2017   13:57 Diperbarui: 17 Januari 2017   14:20 882
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Internet untuk anak kini menarik dibahas, pasalnya belakangan ini banyak penyimpangan yang meresahkan terjadi di internet oleh anak dibawah umur. Diantaranya, beredar foto-foto anak dibawah umur yang berprilaku tidak senonoh, juga maraknya cyber bullying dan perkataan yang tidak pantas di social media. Lebih luasnya mari kita sebut di internet. Banyak orang merasa resah dengan perilaku anak-anak ini.

Lalu isu berkembang pada orang tua generasi X dan Y yang tidak mau disalahkan. Alih-alih para orang tua menyalahkan internet karena telah membawa dampak dan memberi contoh yang buruk pada anak. Kita merasa yakin bahwa internet bukan tempat yang aman bagi anak-anak. Tapi, disisi lain, anak-anak tetap diberikan akses yang tak terbatas pada internet. Seberapa banyak dari kita yang menerapkan hal ini pada anak?

Survey yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet (APJII) menemukan bahwa sepanjang 2016 sebanyak 132,7 juta orang Indonesia terhubung ke internet yang berarti 51,8 persen dari total penduduk Indonesia. Penyebabnya adalah perkembangan infrastruktur dan mudahnya mendapatkan smartphone atau perangkap genggam seperti laptop.

Internet Untuk Anak

Jumlah anak-anak dan remaja yang telah menggunakan internet menurut kominfo adalah 43,5 juta jiwa (komposisi 10-11 tahun= 16%, 12-13 tahun= 26%, 14-15 tahun= 27%, 16-17 tahun= 23%). Dengan perangkat akses terbanyak melalui perangkat genggam (77% dari total 43,5 juta anak). Simpulannya bahwa anak-anak diberikan kebebasan mengakses internet privat tanpa perlu membaginya dengan keluarga atau orang lain. Memastikan keleluasaan untuk mengakses apapun.

Maka, 94 persen anak terpapar pada konten berkata-kata kasar, dan 96 persen terpapar pada konten dewasa. Bahayanya lagi, 41 persen anak di social media berbohong mengenai umurnya. Membuat mereka lebih cenderung terpapar auto generated content yang menggunakan filter umur dan bahaya interaksi dengan orang tak dikenal.

Di lain pihak, orang tua termasuk laggard dalam menyerap teknologi internet. Pengetahuan internet orang tua masih minim. Sebatas Instant messenger, social media dan sedikit browsing. Maka, orang tua kesulitan melindungi anaknya yang lebih maju di internet. Di beberapa social media, seperti facebook dan Instagram, saya menemukan banyak orang tua mengomentari post-post yang menurut saya wajar namun menurut mereka tidak pantas. Beberapa menginginkan post tersebut dihapus, dan si pengunggah dilaporkan. Belakangan muncul istilah untuk kalangan seperti ini: Polisi moral.

Jika dianalogikan dalam sebuah kolam renang, kita orang tua seperti meributkan batas kolam renang dangkal dan dalam tapi tidak membuat sekat untuk anak kita sendiri. Maka, kita sebagai orang tua seharusnya beradaptasi dan mengikuti perkembangan teknologi. Alih-alih memanaskan keadaan, merasa paling benar dan saling mencaci orang yang bahkan tidak kita kenal hanya karena posting di social media.

Bagaimana jika ada cara lain untuk membuat internet lebih ramah anak – selain beradu komentar perihal mana yang layak dan tidak? Ada, dan beberapa cara sangat mudah. Juga lebih bermanfaat ketimbang perang komentar. saya jelaskan di bawah ini:

Install Aplikasi Parental Control di Smartphone

Yap, semudah install BBM atau Facebook. Di play store dan appstore sudah banyak aplikasi parental control yang mumpuni dan gratis. Aplikasi parental control ini membatasi akses ke situs-situs yang dilarang. Memberikan batasan waktu akses, hingga memonitor dan memberikan peringatan pada orang tua jika anak kita mengakses sesuatu yang tidak seharusnya. Ini berguna untuk membentengi anak dari konten-konten dewasa, dan memberikan batasan waktu akses, sehingga anak punya waktu untuk mengerjakan PRnya.

Berteman dengan Anak di Social Media

Yap, mungkin tidak semua anak akan setuju. Perihal privasi. Atau beberapa anak yang mungkin memiliki lebih dari satu akun social media – Ada yang punya facebook sampai 6 part. But, it’s our kids afterall. We always have second key to their room isn’t it? Berteman dengan anak di social media memungkinkan kita mengetahui setiap post, check-in, komentar, teman mereka, dan foto yang mereka unggah. Ingat, 94 persen anak terpapar pada konten berkata-kata kasar. Karena di internet batasan umur menjadi kabur dan anak merasa tidak ada pengawas yang memberikan direct punishment. Maka anak-anak merasa dapat berkata kasar pada siapa saja. Berteman dengan mereka di social media membuat mereka merasa diawasi. Juga membuat kita dapat segera bertindak jika anak kita menyimpang. Tentu, anak SD yang berduaan tanpa busana di tempat tidur bukan perihal main rumah-rumahan biasa bukan?

Ajari Mereka Perihal Privasi

Bayangkan sebuah dunia yang sangat luas dan tanpa pagar. Kita dapat pergi kemanapun. Tamanria atau hutan belantara dimana hiburan dan bahaya jaraknya sama-sama satu klik dari tangan kita. Saya ingatkan satu hal. Identitas tidak selamanya berlaku di internet. Quotes paling terkenal dan menyenangkan dibaca adalah: “on internet nobody knows you’re a dog”. Jadi, ajari mereka perihal privasi. Jangan bagikan nomor telepon, alamat, atau hal sensitif lainnya kepada siapa saja di internet.

Temani Mereka Saat Online

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun