Mohon tunggu...
Bima Pandawa
Bima Pandawa Mohon Tunggu... -

Mencoba menangkap situasi politik Indonesia dalam kata

Selanjutnya

Tutup

Politik

Anies Baswedan Dulu Kritik FPI Sekarang Rangkul FPI

17 April 2017   08:58 Diperbarui: 14 Oktober 2017   06:19 2448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

ANIES: MULANYA KRITIK FPI, AKHIRNYA RANGKULAN FPI

Anies Baswedan adalah tokoh intelektual muda yang dikenal luas melalui gagasan-gagasanya tentang pendidikan, kebangsaan dan ke Indonesiaan. Selama ini Anies memang aktif turun tangan dalam gerakan pendidikan sebagai wujud atas amanah UUD 1945 yang dia istilahkan sebagai upaya melunasi janji kemerdekaan. Sebagai tokoh berpemikiran terdidik yang mengerti bahwa Indonesia dibangun diatas foundasi keberagaman, Anies pun dikenal dengan pandangan-pandangannya tentang tenun kebangsaan. Menurut Anies, Negara ini didirikan dari berbagai etnis, agama, keyakinan, bahasa, serta kondisi geografis yang unik[1]. Keberagaman ini dijahit menjadi satu kesatuan utuh dalam sebuah tenun yang Anies istilahkan sebagai tenun kebangsaan. Lebih jauh Anies berpandangan bahwa negara ini tidak didirikan untuk melindungi kelompok yang berjumlah besar (mayoritas) juga tidak untuk melindungi kelompok yang berjumlah kecil (minoritas). Tapi negara ini berkewajiban melindungi seluruh warga negaranya tanpa memandang etnis, agama, bahasa, maupun daerah asalnya.

Atas dasar pemikiran tersebut, Anies kemudian dikenal tidak hanya sebagai tokoh pendidikan, tapi juga sebagai tokoh pemerhati kondisi kebangsaan dan ke Indonesiaan. Dalam bingkai pemikiran kebangsaan dan ke Indonesiaan, Anies kemudian banyak mengkritik tokoh maupun organisasi kemasyarakatan yang berpikir dan bertindak bertentangan dengan semangat tenun kebangsaan. Anies sendiri telah menyadari bahwa ada segelintir warga negara yang menghimpunkan diri kedalam organisasi kemasyarakatan sering bertindak atasnama kelompoknya untuk merobek-robek tenun kebangsaan yang sudah kita sepakati bersama. Segelintir kelompok itu biasanya mengatasnamakan agama untuk membenarkan tindakan kesewenang-wenangannya terhadap kelompok lain yang mereka tidak sukai. Kelompok semacam ini menjadi sasaran kritik Anies, karena Anies menganggap bahwa kelompok ini merupakan kelompok intoleran dan berpotensi besar merobek tenun kebangsaan yang sudah ada. Salah satu kelompok intoleran yang sering dikritik oleh Anies adalah Front Pembela Islam (FPI). FPI adalah kelompok sekaligus organisasi kemasyarakatan yang seringkali bertindak mengatasnamakan Islam untuk mengintimidasi warga negara yang lain. Tindakan FPI seringkali melanggar batas kaidah hukum negara untuk mewujudkan kehendaknya secara sepihak. Belajar dari tindakan kesewenang-wenangan FPI itu, maka Anies pun melabelkan FPI sebagai kelompok ekstrimis bertentangan dengan nilai-nilai keberagaman yang dianut di Indonesia.

Dulu Kritik FPI

Setelah memutuskan terjung kedunia politik, Anies Baswedan meninggalkan jabatan Rektor di Universitas Paramadina lalu ikut bergabung dalam Konvensi Calon Presiden yang diselenggarakan oleh Partai Demokrat. Gagal menjadi Calon Presiden Partai Demokrat rupanya hasrat politik Anies semakin menggila, bukannya kembali menjadi Rektor, Anies malah memilih bergabung kedalam tim sukses Jokowi-JK melawan Prabowo-Hatta pada Pemilihan Presiden Republik Indonesia tahun 2014. Sebagai tim sukses Jokowi-JK, Anies dipercaya menjadi juru bicara (Jubir) tim pemenangan untuk menjembatani komunikasi politik Jokowi-JK kedalam dan keluar, termasuk kepada media. Melalui posisi juru bicara, Anies kemudian leluasa menyerang dan mengkritisi habis-habisan Probowo dan FPI. Salah satu serangan dan kritikan Anies kepada Prabowo adalah mengenai ketidak jelasan komitmen dan keberpihakan Prabowo dalam isu keberagaman. Anies mempertanyakan komitmen Prabowo tentang heterogenitas yang menurutnya bertentangan dengan kenyataan karena merangkul FPI yang dinilainya sebagai kelompok ekstrimis. “Janji Prabowo yang seakan berpihak kepada heterogenitas dan pluralisme yang ada di Indonesia. Tapi, dia justru mengakomodasi dan merangkul kelompok ekstremis seperti FPI”[2](Anies). 

Pandangan Anies tentang keberagaman, kebangsaan dan ke Indonesiaan memang cukup kuat. Di setiap pertemuan formal maupun informal, Anies selalu menempatkan isu keberagaman sebagai isu utama yang harus dipelihara bersama, dan meniadakan ruang bagi kelompok intoleran seperti FPI untuk merusak atau merobek keindahan tenun kebangsaan. Bahkan dalam acara yang diselenggarakan pada tanggal 5 juli 2012 di kantor Center for Strategic and International Studies (CSIS), Anies pernah mengungkapkan bahwa pemerintah pusat cenderung melakukan pembiaran terahadap kelompok intoleran. Selain melakukan kritik terhadap pemerintah pusat, saat itu Anies juga mempertanyakan konsistensi negara sebagai pengayom dan pelindung masyarakat cenderung gamang dalam mengahadapi kelompok intoleran yang melakukan kekerasan atas nama agama untuk menindas kelompok minoritas. "Sayangnya, pemerintah justru cenderung membiarkan sikap-sikap intoleran, Aparat negara juga gamang saat menangani kasus intoleransi, khususnya kekerasaan agama dan kekerasan terhadap kelompok minoritas”(Anies)[3]. Menurut Anies, pemerintah memang tidak dapat menghukumi pemikiran intoleransi, tapi ketika pemikiran intoleransi itu diejawantahkan dalam praktek kekerasan maka pemerintah dan aparat negara berkewajiban menindak tegas orang atau kelompok yang melakukannya. "Pemerintah memang tidak dapat menghukum orang dengan pemikiran intoleran. Tetapi saat pemikiran itu diwujudkan menjadi sikap intoleransi dan bahkan menciptakan kekerasan, aparat wajib menindaknya," kata Anies. Riwayat pemikiran Anies memang tidak bisa dilepaskan dari corak keberagaman, kebangsaan dan ke Indonesiaan. Anies bahkan menjadi satu dari beberapa pemikir kebangsaan yang secara tegas menolak kelompok ekstrimis, kelompok intoleran, dan kelompok yang ingin mengubah Ideologi Pancasila menjadi Ideologi Islam. FPI dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) adalah salah dua dari beberapa kelompok ekstrimis, intoleran, yang ingin mengubah Pancasila menjadi Khilafah Islamia sangat bertentangan dengan pemikiran tenun kebangsaan seorang Anies Baswedan.      

Kini Merangkul FPI

            Setelah Presiden Republik Indonesia Joko Widodo melakukan reshuffle kabinet kerja untuk yang ke-dua kalinya, nama Anies Baswedan yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan masuk dalam prioritas untuk segera di reshuffle. Jokowi, begitu iya disapa, dikenal sebagai pemimpin yang mengedapankan kerja nyata daripada sekedar mengumbar retorika kosong minim implementasi. Jokowi mengevaluasi setiap menterinya berdasarkan kinerja yang telah dilakukan untuk mengabdi kepada masyarakat Indonesia. Setelah melalui tahapan evaluasi tersebut Jokowi kemudian memutuskan untuk mengganti menteri yang berkinerja buruk dan lamban dalam mengimplementasikan program di kementeriannya. Salah satu menteri yang berkinerja buruk dan lamban dalam mengimplementasikan program kementeriannya adalah Anies Baswedan. Selama Anies menjabat di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pendidikan Indonesia tidak banyak mengalami perubahan signifikan, justru Anies telah melakukan kesalahan fatal dalam penghitungan anggaran tunjangan profesi guru. Berdasarkan temuan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Anies telah melakukan kesalahan penghitungan anggaran tunjangan profesi guru yang hampir merugikan negara senilai 23,3 triliun rupiah. Atas kesalahan fatal tersebut, Jokowi langsung mencopot Anies.

            Melihat sepakterjang Anies yang memiliki hasrat kuasa tinggi, tentu dia tidak akan tinggal diam demi mendapatkan kembali kekuasaan. Pilkada DKI Jakarta rupanya mengusik hasrat kekuasaan Anies yang semakin menggila. Hasrat kekuasaan Anies yang sangat tinggi itu rupanya dibaca oleh Partai Gerindra dan PKS yang juga dilanda oleh dahaga kekuasaan. Atasnama keinginan berkuasa, Baik Anies maupun Partai Gerindra dan PKS sama-sama melupakan masa lalu yang pernah diisi lewat acara saling serang antara Anies dan Ketua Partai Gerindra (Prabowo) di Pilpres 2014 lalu. Perdamaian itu membuahkan hasil yang menguntungkan Anies, kedua partai tersebut rela menyingkirkan kadernya sendiri demi mempersebahkan tiket Calon Gubernur kepada seorang Anies. Merasa untung dari upaya perdamaian itu, Anies kemudian berubah 180 derajat yang semula menyerang Prabowo berbalik memuji dan menyanjung Prabowo. Tidak cukup sampai disitu, FPI yang dulunya diserang sebagai kelompok ekstrimis dan intoleran itu tidak luput dari rangkulan Anies[4]. Pilihan politik Anies sangat diluar dari prediksi dan harapan publik, Anies yang dikenal tegas terhadap kelompok ekstrimis dan intoleransi kini bersekutu dengan kelompok itu demi memenuhi hasrat kuasa menjadi seorang Gubenur DKI Jakarta. Hasrat kekuasaan Anies yang kuat telah mengalahkan pikiran dan nurani kebangsaannya, sehingga FPI yang dulunya diserang sebagai kelompok ekstrimis berpotensi mengancam keutuhan bangsa, kini telah dirangkulnya untuk memenangkan Gubernur Islam sebagaimana telah dikehendaki FPI.

         

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun