Di era yang serba modern ini, apa saja bisa dengan cepat viral dan mendunia. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terjadi sangat cepat sekali sehingga memudahkan kita untuk memviralkan apapun yang ingin kita viralkan. Kian hari globalisasi seakan akan meluncur dengan liar bak bola salju yang menggulung dari puncak gunung, tidak bisa dibendung lagi. Sekarang, apapun bisa mendunia.
Hal ini tentunya dimanfaatkan beberapa bangsa-bangsa di dunia untuk menguasai bangsa lainnya. Ya, Globalisasi dimanfaatkan sebagai metode "penjajahan" baru untuk memperluas dan memperbesar pengaruh dan dominasi internasional mereka. Mereka semua berlomba-lomba menguasai negara lain dengan globalisasi ini, mulai dari aspek ekonomi, politik hingga kebudayaan. Indonesia, tanpa terkecuali, tentunya juga merasakan gelobang serangan ini. Sebagai contoh, kita bisa melihat dimana-mana diseluruh Indonesia mulai dari kota hingga pelosok desa terdapat produk-produk asing mulai dari minuman ringan, kendaraan, alat telekomunikasi, bahkan alat tulis sekalipun. Kondisi ini tentunya membuat kita yang besar ini malah bergantung dengan bangsa lain.
Lantas, bagaimana dengan posisi kita yang sudah terjangkit serangan globalisasi ini? Apa memang bagusnya kita hanya diam dan menikmati "neo-kolonialisme" ini? Tentu tidak, bukan.
Sejak kecil hingga sekarang, kita selalu diajarkan bahwa solusi yang ditawarkan atas globalisasi ini ialah sikap selektif, yaitu sikap yang pada dasarnya mengambil yang baik dan membuang yang buruk. Sebagai seorang manusia, hal ini tentu benar-benar saja. Namun coba kita telaah istilah "selektif" ini. Berarti disini kita ditempatkan pada posisi bertahan atau defender. Globalisasi ini datang "menyerang" kita, dan dari "serangan" tersebut kita ambil yang baik-baik saja.
Akibatnya , wajar saja bila dunia internasional tidak mengenal Indonesia. Di luar sana, negara tetangga kita seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina jauh lebih terkenal secara luas. Setiap kita menapakan kaki diluar sana, orang-orang pasti akan menyebutkan salah satu dari empat negara tadi sebelum Indonesia. Padahal, kita ini negara besar. Jumlah penduduk nomor 4 terbanyak, negara kepulauan terbesar dengan garis pantai terpanjang di dunia. Agak memalukan, bukan? Lebih ironis lagi, orang diluar sana lebih tahu Bali dibanding Indonesia.
Didalam Globalisasi ini, kita tidak pernah ditempatkan pada posisi menyerang atau striker. Padahal, globalisasi membuka akses untuk mendunia bagi semua bangsa. Seharusnya, kita juga harus menyerang dan berekspansi. Manfaatkan globalisasi ini dengan sebaik-baiknya untuk memperluas juga dominasi kita diluar negeri. Kita harus bawa Indonesia ini mendunia. Bawa Gado-gado mendunia, bawa batik mendunia, bawa semuanya yang kita miliki ini mendunia.
Sebagai negara besar dan punya potensi menjadi negara adikuasa, sudah saatnya kita fight back. Jangan mau dijajah !!! Sudah 72 tahun kita merdeka, bukan berarti kita ini "aman aman saja". Sekarang era penjajahan baru telah tiba. Sebagai generasi muda, kita wajib hukumnya mempertahankan kedaulatan Indonesia. Kita bebaskan bangsa ini dari belenggu "Neo-kolonialisme dan Neo-Imperialisme" yang hanya akan membuat Indonesia menjadi ketergantungan dengan bangsa-bangsa lain. Salah satu jalan untuk bebas ialah bangkit dan melawan. Jangan hanya bertahan.
Â
Ayo, Putra-Putri Bangsa. Saatnya bangkit dan bekerja sama menuju INDONESIA MENDUNIA !!!!