Mohon tunggu...
M U Ginting
M U Ginting Mohon Tunggu... -

penggemar dan pembaca Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Politik

SBY: Negara Kok Jadi Begini

20 Januari 2017   18:44 Diperbarui: 20 Januari 2017   18:52 2820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perubahan, perubahan, change, change . . . perubahan akan jalan terus, dan hanya itulah yang tetap, yang lainnya semua berubah he he . . . jadi kalau kita bilang tidak ada yang tetap, ternyata ada . . .. perubahan itu sendiri. Bagaiman dengan keilmiahan energi yang tetap? He he . . . alam yang tetap . . . terlalu filosofis untuk diteruskan disini.

Kita kembali ke tweetnya SBY, "Negara kok jadi begini. Juru fitnah & penyebar 'hoax' berkuasa & merajalela. Kapan rakyat & yg lemah menang?"

Yang dimaksudkan pak SBY tentu media sosial, media publik dunia, media yang sudah jadi media raksasa dunia tak ada bandingannya sampai detik ini. Dan Media Raksasa ini muncul karena adanya perkembangan teknik informasi secara digital. Kalau era lalu kita merasakan kekuasaan mutlak mogul media, penguasa duit banyak. Media mereka ini sepihak, tujuannya hanya menyerakahi duit dunia, duit untuk hegemomy, dan hegemony/ kekuasaan untuk cari duit. Jadi duit, kekuasaan, duit lagi. Duit dipakai untuk ganti kekuasaan negara lain, duit bikin kekacauan dan terorisme untuk runtuhkan kekuasaan negara lain, dan dari situ ke duit lagi, seperti mengacau dan menggulingkan Soekarno demi akses ke duit (SDA) jalan mulus, atau bikin ISIS cari triliunan dolar dari minyak Syria dan Irak.

Media mogul lama ini jadi nr 2 besarnya sekarang dibandingkan media raksasa media sosial. Tetapi dalam soal duit, media mogul ini masih nr 1, artinya masih punya kekuasaan untuk bikin segala macam penyimpangan, mengimbangi media raksasa media sosial itu, yang pada dasarnya menggambarkan hati nurani rakyat banyak yang jujur dan tulus.

Apa misalnya peyimpangan media mogul itu, sudah banyak contoh internasional, bikin hoax, atau fake news. Contoh fake terakhir ialah 'the golden shower' Trump di Moscow. Sandiwara the golden shower tidak bisa diciptakan tanpa banyak duit keluar, biayanya besar, mengikutkan anggota Kongres dan badan intel AS. Fake satu ini telah bikin konflik 'besar' antara Trump dan badan intelijen AS terutama CIA yang kepalanya bakal diganti oleh Trump setelah masuk Gedung Putih. Berlainan dengan kepala FBI yang tidak tertarik atas fake satu ini, yang malah lebih tertarik kepada email Hillary Clinton yang lebih 'mencurigakan'. Karena itu juga Trump kemungkinan akan terus memakai kepala FBI ini dalam admistrasinya yang akan datang ini, berlainan dengan kepala CIA, sudah ada ditunjuk penggantinya.

Fake the golden shower yang juga menunjukkan mengencingi ranjang hotel yang tadinya dipakai oleh Obama, karena Trump sangat benci dan dendam terhadap Obama, katanya. Fake ini sudah banyak ditelanjangi di medsos dan juga ratusan atau ribuan peneleti dan analisa pribadi/ahli di siarkan dibanyak media yang tidak berada dibawah kontrol media mogul itu, dan paling tidak bisa dilawan tentunya medsosial itu, karena jumlahnya jutaan seluruh dunia pula. Inilah salah satu keuntungan media sosial media raksasa itu, yang tidak mungkin ada pada jaman lalu, dimana media berkuasa hanya media mogul itu, media penguasa duit.

Apakah kita harus menyesali dan mengumpat kedatangan media raksasa ini yang pada dasarnya adalah media yang memihak publik dunia yang jujur?

Kalau jaman lama sebelum internet, orang-orang pada ngomong fake atau hoax disudut jalan sana, atau dikampung sana, atau ngomong apa saja diruang ganti pakaian atau dipermandian umum detepi sungai, dimana ketika itu hanya orang-orang yang ikut dalam kejadian itu saja yang mengetahuinya. Tetapi sekarang omongan ditepi sungai itu bisa dibaca oleh seluruh dunia, karena internet. Perbedaan omongannya atau hoaxnya tidak ada, itu itu juga, fitnahnya itu itu juga. Tetapi mengapa sekarang ditakuti? Itulah perubahan yang ditakuti. Padahal sejak adanya manusia sudah ada hoax, atau fitnah itu, seperti pembicaraan di tepi sungai itu. Pembaruan tadi, karena semua bisa baca. Itulah yang jadi pemikiran sekarang ini. Menyambut perubahan dan pembaruan dan bisa memanfaatkannya, atau menghujat perubahan dan pembaruan itu karena hanya melihat negatifnya.

Banyak sekali yang tidak menyambut perubahan dan pembaruan itu, banyak yang menghujat, memang betul, karena setiap perubahan dan pembaruan pada awalnya hanya beberapa orang yang setuju, kemudian sparuh dunia, dan selanjutnya mayoritas menuetujui . . . begitulah perubahan dan perkembangan dikalangan publik. Mungkin itu jugalah yang dikatakan bahwa perubahan ada positif dan negatifnya, artinya sebelum pengikutnya mayoritas, dianggap negatif, kalau pengikutnya sudah mayoritas, jadinya positif.

Satu yang pasti ialah bahwa perubahan itu tidak bisa lagi ditarik kebelakang. Karena itu jalan pikiran yang paling berguna ialah bagaimana memanfaatkan positifnya perubahan itu. Seperti medsos yang raksasa itu. Bukankah bisa dimanfaatkan menyiarkan informasi yang berguna bagi publik? Itulah sekarang yang harus dilakukan oleh semua orang yang prihatin atas perubahan positif dunia demi publik negeri ini juga. Bayangkan betapa indahnya dunia ini kalau semua info bagus dan memberi semangat bisa sampai ke semua pelosok dunia. Dan itu sudah bisa! Pertanyaan pak SBY "Kapan rakyat & yg lemah menang?" agaknya sudah bisa terjawab.

M U Ginting

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun