Mohon tunggu...
M U Ginting
M U Ginting Mohon Tunggu... -

penggemar dan pembaca Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kudeta Semu atau Kudeta Sungguhan?

23 September 2017   20:54 Diperbarui: 23 September 2017   22:04 1490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Suharto always said it was the communists. Yet from the start, says Colonel Latief, Suharto himself was involved", tulis Greg Poulgrain.

Kudeta 1965 ini erat kaitannya dengan trobosan baru panglima TNI Gatot tayangkan film G30S sekarang ini. Soal penayangan ini memang banyak menariknya. Artinya sejenak kita lepaskan pandangan ke kematian 3 juta orang yang tak ada salah apa-apa dari segi hukum dibantai dan diuber kayak berburu tikus. 

Tragedi yang sungguh menyedihkan. Trobosan panglima untuk nobar film G30S yang sadis itu memang betul-betul trobosan yang banyak bikin munculnya pikiran dan pertanyaan baru, diskusi baru maupun perdebatan baru, apalagi sampai ada juga yang menganjurkan supaya kepala negara juga ikut nobar bersama kabinetnya. 

Wow, luar biasa memang menariknya, seakan-akan kepala negara juga diingatkan supaya waspada terhadap 'kekejaman komunis'. Bisa juga diartikan supaya kepala negara atau publik Indonesia semua akan diingatkan kembali akan peristiwa mengharukan 'buru dan bantai' 3 juta manusia tanpa norma-norma susila tradisi luhur bangsa Indonesia.  

Gatot mengatakan, pemutaran film G30S/PKI agar kekejaman komunis bisa diketahui masyarakat luas. Ia tidak sependapat jika pemutaran film itu dianggap untuk mendiskreditkan pihak tertentu. Bagus jugalah pemikiran sang panglima ini, tidak mendiskreditkan pihak tertentu, dan supaya kekejaman komunis bisa diketahui masyarakat luas. Tidak ada yang buruk dalam pernyataannya. Siapa yang menginginkan 'kekejaman komunis' dan juga siapa yang ingin 'mendiskreditkan pihak tertentu'.

Panglima juga menambahkan setelah banyak kritik nobar, "itu memang perintah saya, mau apa" katanya. Siapa yang mau apa Pak he he he . . . ra popo kok pak, putar film, film apa saja asalkan ada imbas baiknya bagi bangsa ini, artinya bisa membantu memperkuat persatuan, menambah kemajuan dan kesejahteraan rakyat negeri ini. 

Itu sajalah pedoman kita, semua kita, tiap insan bangsa ini. Artinya sesuai dengan pemikiran bhinneka tunggal ika nation Indonesia itu, sesuai dengan budaya bangsa kita yang beragam kultur itu, saling mengakui dan saling menghormati dan menghargai, supaya menjaga pesatuan dan keharmonisan sesama manusia beragam itu. Mengakui dan menghormati sesama berbagai kultur, jangan lagi seperti masa lalu itu, menguber dan memburu dari kultur dan pemikiran berbeda.

Pak jenderal Gatot ini ingin mencerahkan publik bangsa ini, ditinjau dari segi pikiran grup pembantai/pemburu 3 juta orang komunis yang diperlakukan tidak manusiawi, walaupun pencerahannya sangat sepihak memang, karena filmnya juga menggambarkan keberpihakan yang sangat menonjol. 

Dan pemikiran keberpihakan ini menandakan pemikiran yang kurang objektif, karena apa saja yang objektif harus ditinjau dari banyak segi, setidaknya dari dua segi yang saling bertentangan, dari segi kontradiksi. Kalau ditinjau dari dua segi pemikiran bertentangan, jelas akan lebih objektif, tidak diragukan. Sama halnya menetapkan kebenaran suatu soal dalam lingkungan akademisi, sesuatu pendapat atau penemuan baru, sudah bisa dikatakan benar/ilmiah kalau tidak ada lagi pendapat atau argumentasi yang bisa membantah kebenaran yang diajukan itu.

Tetapi bagaimana pandangan lain yang bisa membantah pandangan panglima Gatot menayangkan film propaganda politik sepihak. Dari segi militer yang tidak patut berpolitik praktis, karena film itu adalah 100% politis, karena ini juga adalah film propaganda politik rezim lalu (Orba). Tetapi ini bisa dikatakan kekeliruan yang tidak berat sekali, tidak tahu kalau ditinjau dari disiplin militer. Itu militerlah yang tahu, selain presiden RI sebagai panglima tertinggi rakyat sivil maupun kekuatan bersenjata militer bangsa ini.

Kalau ada yang bantah, 'mau apa' kata panglima. Tetapi demi pencerahan tadi Pak. Siapa yang mencerahkan kekejaman pembantaian 3 juta mnusia tak bersalah itu? Tidakkah perlu diingatkan rakyat Indonesia supaya jangan berburu manusia seperti 1965-66? Kalau manusia bersalah, tangkap dan adililah, biar dipengadilan diputuskan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun