Mohon tunggu...
M U Ginting
M U Ginting Mohon Tunggu... -

penggemar dan pembaca Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

PDIP, Pansus KPK dan "Premature Communist Coup"

21 September 2017   19:44 Diperbarui: 21 September 2017   21:11 1214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejak berdirinya Pansus KPK yang ingin membela koruptor dengan membekukan KPK, memang sudah terlihat kontradiksi intern PDIP. Mayoritasnya tidak membela korupsi, bagian kecil membelanya dengan tuntutan membekukan atau mengebiri KPK.

Dalam perkembangan alamiah kontradiksi tesis-antitesis-syntesis, golongan pembela pansus ini jadi lemah dan tersingkir dalam kontradiksi itu. Masinton dicopot dari Pansus. Sekiranya kekuatan pembela koruptor ini menang dalam kontradiksi intern itu, PDIP bisa berubah haluan dari partai pembela kepentingan nasional menjadi partai pembela kepentingan Pansus sebagai pencerminan membela kepentingan korupsi internasional dimana korupsi adalah alat neolib global. Tetapi dominasi kaum nasionalist sejati yang mengutamakan kepentingan nasional, masih kuat di PDIP.

Korupsi adalah salah satu alat penting bagi neolib internasional deep state untuk mencapai hegemoninya seluruh dunia. Korupsi, terrorisme, narkoba, sex, duit, bikin  divide and conquer memecah belah dan melemahkan kesatuan dan persatuan nation-nation dunia, itulah semua perlengkapan taktik dan strateginya untuk mencapai hegemony itu.

Apakah PDIP Masinton sedar jadi alat neolib internasional ini untuk membela dan melaksanakan dengan suka rela alat korupsi internasional itu, memang diragukan. Sama halnya apakah 'Imam besar' FPI yang sekarang buron itu sedar kalau jadi alat divide and conquer neolib internasional itu, juga masih pertanyaan.

Tetapi sedar atau tidak, sengaja atau tidak, akibatnya bagi keutuhan NKRI tetap sama, artinya sikap dan perangai orang-orang ini berakibat menghancurkan kesatuan nasional serta melemahkan kekuatan nasional NKRI, yang jelas menjadi tujuan utama dan penting bagi pemecah belah internasional itu. Kalau dibandingkan dengan soal yang lebih besar lagi ialah apakah Soeharto sedar jadi alat neolib untuk menghilangkan

orang-orang sesama bangsanya sendiri demi melapangkan jalan ke SDA Indonesia bagi perusahaan neolib internasional itu?

Persoalan besar ini sekarang sudah bisa dibaca dan dianalisa lebih mendalam dari catatan-catatan penting penulis internasional atau dokumen-dokumen resmi internasional seperti berbagai file CIA, yang menggambarkan kejadian sebenarnya tentang pembunuhan 1965, dokumen-dokumen yang jauh lebih ilmiah dan lebih akurat dari film sepihak dan sadis G30S yang sekarang diputar kembali atas inisiatif panglima TNI Gatot.

Dalam pemutaran kembali film G30S yang 100% politis itu, atas inisiatif seorang panglima yang patutnya sebagai seorang militer tidak boleh berpolitik praktis. Tetapi terlepas dari pro-kontra dan positif-negatifnya bagi kesatuan NKRI, penayangan kembali film itu membikin publik bisa mengangkat kembali diskusi dan debat soal itu, soal mana adalah memang sangat penting dalam melihat kembali sejarah dan kemungkinan adanya pemutar balikan sejarah.

Debat dan diskusi ilmiah bisa dikedepankan sekarang. Cari semua dokumement resmi internasional termasuk dokumen-dokumen resmi CIA dan pejabat-pejabat resmi diplomasi AS ketika itu, selain orang-orang Indonesia sendiri yang masih hidup dan bisa jadi saksi hidup. Begitu juga buku-buku ahli peneliti situasi politik internasional sudah banyak bisa dibaca, dan yang bagi kita orang Indonesia perlu sebagai pengetahuan dan bahan perbandingan dengan film itu.

Jangan hanya melihat dari segi film G30S yang jelas sangat sepihak dan sadis pula. Tinjaulah tiap soal dari banyak pihak dan banyak segi sebagai syarat mendekati kebenaran. Itulah semangat mencari kebenaran dengan menimba ilmu, informasi dan pengetahuan yang sekarang sudah bisa dilakukan oleh siapa saja, artinya siapa saja! Tinggal kemauannya ada apa tidak. 

Sifat dan kebiasaan buruk yang lebih suka ikut saja daripada pikir dan analisa sendiri, bisa dibuang sekarang karena sudah ada kesempatan bagi semua untuk cari informasi sendiri dan cari pengetahuan yang lebih mendalam dan luas soal apa saja. Bahkan bisa jadi expert dalam soal tertentu tanpa harus lewat sekolah tinggi atau universiatas spesialisasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun