Mohon tunggu...
M U Ginting
M U Ginting Mohon Tunggu... -

penggemar dan pembaca Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Politik

Prabowo Jadi Cawapres Agus?

3 Agustus 2017   20:11 Diperbarui: 4 Agustus 2017   08:04 860
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Sementara itu Letjen Sintong Panjaitan menilai Prabowo berbeda setelah menjadi menantu Soeharto . Dulu Prabowo selalu berbicara strategi militer, persenjataan dan semua hal soal tentara. Tapi semenjak jadi menantu Soeharto , Prabowo selalu berbicara politik dan kekuasaan."

(merdeka com).

Sintong ngomong apa adanya. Kekuasaan presiden Soeharto dimanfaatkan oleh Prabowo sebagai menantunya. Terakhir ketika terbongkar surat pemberhentian Prabowo, banyak penjelasan dari beberapa ex jenderal termasuk Wiranto yang menjelaskan bedanya 'pemberhentian'  dan 'pemecatan' dari dinas militer, karena Prabowo dan pengikutnya hanya mengakui bahwa Prabowo tidak pernah dipecat alias 'pemberhentian' bukan 'pemecatan'. Bahwa penculikan aktivis yang dilakukan Prabowo katanya adalah atas perintah 'atasan', dan atasan itu akhirnya Prabowo mengaku adalah prsiden Soeharto sendiri.

Presiden Soeharto sudah tidak ada, Prabowo terpaksa sendiri dan malah semakin ditinggalkan oleh 'sekutunya', terakhir Hary Tanoe dari partai Perindo. Partai ini sangat kecil, tetapi efeknya atas pemilih Prabowo tentu bisa lebih besar. Ini tentu membikin lebih 'rame' pilpres 2019 dengan ambang batas PT (presidential threshold) 20%. Prabowo harus cari partner bikin batas 20% tercapai. Jokowi bisa dikatakan sudah aman dalam hal PT ini, karena sudah cukup banyak partai yang dukung.

Pertemuan terakhir antara Hambalang (Prabowo) dan Cikeas (SBY) sepertinya keharusan bagi kedua belah pihak untuk melihat kemungkinan yang 'masih mungkin' bagi keduanya, melihat perubahan tiba-tiba yang selalu ada didepan mata. Perubahan tiba-tiba ini tentu tidak lepas dari perbuatan dan sikap yang lalu-lalu yang selama ini belum muncul ke permukaan. Dan ini akan selalu terjadi, selama kegelapan lama masih tersimpan dan selalu ada kesempatan terbuka atau membukakan dirinya diatas meja publik.

Perubahan dari kegelapan ke keterbukaan adalah ciri utama era keterbukaan dan transparansi. Jadi ini adalah arus sejarah, tidak tergantung dari kehendak perorangan dan tidak bisa dikendalikan oleh perorangan. Banyak yang masih harus 'gelap' dipihak Cikeas seperti bank Century atau 'korupsi Hambalang', dan juga dipihak Hambalang seperti 'pemecatan' atau 'pemberhentian' Prabowo karena penculikan dan hilangnya aktivis. Kegelapan kalau datang dipermukaan, bikin mata publik terbuka dan memastikan banyak pemilih untuk tidak memilih yang gelap.

Hambalang butuh 20%, begitu juga Cikeas untuk bisa maju ke pilpres. Paling ideal dan pasti mungkin ialah menyatukan keduanya, artinya Prabowo jadi calon presiden dan Cikeas (Agus) jadi cawapresnya, atau sebaliknya, Prabowo jadi cawapres dan Agus jadi capresnya, pasti bisa maju. Kalau keduanya bikin capres/cawapres sendiri, butuh setidaknya 40%. Dari mana suaranya kalau dipihak Jokowi sudah bisa lebih dari 60%? Atau antara Hambalang dan Cikeas rebutan 20% lebih dulu untuk meloloskan salah satu?

Bayangan scenario ini bikin pilpres 2019 memang akan sangat menarik.

Kepastian Jokowi ialah karena dia adalah contoh perubahan dan perkembangan zaman, mewakili yang bakal menang dalam kontradiksi pokok dunia sekarang, antara keadilan kontra ketidakadilan, antara kejujuran kontra ketidakjujuran, yang sekarang tergambar dalam perjuangan kepentingan nasional kontra kepentingan internasional neolib atau deep state.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun