Mohon tunggu...
Julian Reza
Julian Reza Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Visi Jangka Panjang Diplomasi Indonesia

2 Mei 2017   16:19 Diperbarui: 2 Mei 2017   16:29 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Rencana Pembangunan Jangka Panjang ( RPJP ) merupakan dasar bagi Indonesia untuk mengembangkan program pembangunannya agar dapat terfokus dalam jangka panjang sehingga diharapkan tidak ada program yang tidak berkesinambungan dari satu pemerintah kepada pemerintah berikutnya. RPJP yang memiliki dasar hukum Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007sendiri mencangkup seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Tetapi ada beberapa kritik yang hendaknya bersifat membangun untuk mendukung agar RPJP lebih dapat menghasilkan keberhasilan yang nyata. Dalam soal diplomasi, tujuan RPJP adalah “Memulihkan posisi penting Indonesia sebagai Negara demokrasi besar yang ditandai oleh keberhasilan diplomasi di fora internasional dalam upaya pemeliharaan keamanan nasional, integritas wilayah, dan pengamanan kekayaan sumber daya alam nasional”. Dalam hal ini, RPJP  masih menjadikan jargon demokrasi sebagai penentu posisi Indonesia di dunia internasional. Padahal dimasa kini, kekuatan ekonomi yang lebih menentukan posisi suatu Negara di dalam pergaulan internasional oleh karena kekuatan ekonomi dapat memberikan pengaruh yang signifikan melalui peningkatan nilai perdagangan, bantuan kredit, pengentasan kemiskinan dan dampak lain yang lebih menyentuh kehidupan rakyat ketimbang hanya mengajari Negara lain soal demokrasi yang belum tentu dapat diterima semua pihak ( kalau toh diterima, biasanya hanya sekedar formalitas saja ).

Lihat bagaimana Cina mampu mengadakan KTT ekonomi bertajuk Forum on China – Africa Cooperation hingga beberapa kali. Dalam KTT yang diselenggarakan pada November 2006, total 41 kepala Negara dan kepala pemerintahan dari Afrika hadir di Beijing. Jumlah ini bahkan lebih banyak daripada jumlah 21 kepala Negara dan pemerintahan yang menghadiri peringatan KAA pada 2015. Topik inti yang dibahas bukan melulu seputar masalah demokrasi, penegakan HAM dan pemberantasan korupsi yang mungkin akan membuat banyak negara Afrika kurang bersemangat untuk mengikutinya, tetapi inti pertemuan adalah untuk meningkatkan kerjasama ekonomi yang menguntungkan antara Cina dan Afrika. Cina berjanjikan untuk melipatgandakan bantuannya kepada Afrika dengan mengucurkan US$5 miliar dalam bentuk pinjaman dan kredit serta dalam jumlah yang sama untuk investasi usaha, memutihkan sebagian besar pinjaman Afrika, membuka akses pasar Cina lebih luas lagi bagi produk – produk Afrika, melatih 15 ribu professional Afrika dan membangun banyak rumah sakit dan sekolah diseluruh penjuru Afrika. Hal semacam inilah yang membuat posisi diplomasi Cina meningkat. Prestise meningkat yang dibarengi dengan keuntungan ekonomi yang turut meningkat, itulah hakikat dari diplomasi ekonomi.

Menyadari pesaing terdekatnya didalam BRIC mampu menjalankan diplomasi ekonomi dengan sukses luar biasa seperti itu, India juga tidak mau ketinggalan dan mereka terbukti mampu juga mewujudkan diplomasi sejenis.Kini India sudah mampu melebarkan pengaruh diplomasinya berbasis ekonomi ke Afrika dengan mengadakan KTT India – Afrika yang bertajuk India – Africa Forum SummitIndia-Africa Forum Summit India-Africa Forum Summit India-Africa Forum Summit hingga beberapa kali yang salah satunya dihadiri oleh 35 kepala Negara dan pemerintahan dari Afrika. Dalam KTT yang ke-3 di tahun 2015, pers India bahkan menyamakan kemampuan diplomasi India dalam mengadakan KTT ini dengan kemampuan nya dalam mengadakan KTT Gerakan Non-Blok pada tahun 1983, suatu Gerakan yang Indonesia sangat dikenal aktif didalamnya pada masa lalu.

Signifikansi dari jumlah kehadiran kepala Negara atau kepala pemerintahan itu mampu menjadi tolak ukur akan fokus apa yang sebenarnya sangat diperhatikan oleh banyak Negara saat ini. KAA, India – Africa Forum Summit maupun Forum on China – Africa Cooperation sama – sama mampu meningkatkan posisi diplomasi Negara penyelenggaranya. Perbedaannya hanya pada konteks acaranya karena ketimbang membicarakan soal politik, demokrasi dan HAM, KTT model Cina dan India lebih menekankan pada pentingnya pembangunan kerjasama ekonomi seperti peningkatan kualitas SDM, peningkatan perdagangan dan sektor – sektor ekonomi lainnya. Cina bahkan menawarkan banyak paket bantuan keuangan, investasi infrastruktur dan banyak keuntungan ekonomi lainnya bagi Afrika. Dalam konteks KAA dimana Indonesia mampu berperan didalamnya karena alasan historis terlihat bahwa pertemuan – pertemuan dengan dasar solidaritas regional juga perlahan sudah mulai tergantikan oleh paradima yang pragmatis dibidang ekonomi dengan tema – tema seperti ekonomi kapitalis atau pasar global mengingat hal itu berpengaruh langsung bagi kehidupan Negara – Negara yang terlibat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun