Mohon tunggu...
Julian Reza
Julian Reza Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Membedah Kesenjangan Ekonomi Indonesia

4 April 2017   14:26 Diperbarui: 4 April 2017   22:01 1734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Banyak analis menyatakan kalau secara umum, ketimpangan atau kesenjangan muncul seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Ini disebabkan karena pertumbuhan itu tidak inklusif, yaitu hasil dari pertumbuhan ekonomi tersebut tidak terserap atau tidak terasa secara nyata ditengah sebagian besar masyarakat. Hal ini menunjukkan kalau kontributor terbesar dalam pertumbuhan ekonomi hanyalah segelintir usaha dari kelompok kaya saja dan berujung dengan hasilnya yang juga sebagian besar hanya dirasakan oleh kelompok yang itu – itu saja. Gini ratio yang biasanya digunakan untuk mengukur kesenjangan yang muncul untuk Indonesia angkanya masih disekitar 0,40, lebih tinggi daripada era Orde Baru yang rata - rata berada di level 0,30-an. Selain itu, laporan Bank Dunia yang dirilis Desember 2015 terlihat bahwa di Indonesia, keberhasilan pertumbuhan ekonomi hanya dirasakan oleh 20% golongan penduduk terkaya saja, sisanya yang 80% tidak merasakan hasil dari pertumbuhan tersebut1.

Data diatas berbicara ketimpangan ekonomi Indonesia secara umum. Kalau hendak membedah ketimpangan umum tersebut, kita setidaknya dapat melihat dari 3 sisi, yaitu ketimpangan antar-daerah ( Indonesia barat dan Indonesia timur atau Jawa dan non-Jawa ), ketimpangan antara Usaha Besar dan UKM serta ketimpangan antara kondisi ekonomi di desa dan di kota.

Ketimpangan ekonomi antar-daerah merupakan dampak dari fokus pembangunan yang sedari dulu hanya memprioritaskan pembangunan di Jawa pada khususnya dan di Indonesia barat pada umumnya sehingga seiring dengan berjalannya waktu, perekonomian di daerah selain Jawa dan Indonesia barat tumbuh lebih lambat. Kemiskinanpun menjadi sulit teratasi di daerah ini karena prioritas yang tidak mengarah kesana. Untuk melihat kemiskinan antar-daerah, kita dapat merujuk dari sudut pandang kemiskinan relatif dan kemiskinan absolut. Kemiskinan relatif menunjukkan presentase jumlah orang miskin terhadap keseluruhan jumlah penduduk, sementara kemiskinan absolut menunjukkan jumlah nyata orang miskin yang ada di suatu daerah. Di Indonesia, 3 daerah dengan kemiskinan relatif tertinggi berada di papua ( 28,5% dari total jumlah penduduk ), Papua Barat ( 25.4% ) dan NTT ( 22,2% ). Adapun 3 daerah dengan jumlah orang miskin tertinggi secara absolut adalah Jawa Timur ( 4,78 juta orang ), Jawa Tengah ( 4,51 juta orang ) dan Jawa Barat ( 4,49 juta orang )1.

Ketimpangan antara desa dan kota terlihat dari presentasenya secara relative terhadap jumlah penduduk. Presentase kemiskinan di desa selalu lebih tinggi dari dikota. Pada tahun 2016, presentase penduduk miskin di desa adalah 14.1% dari total jumlah penduduk dibandingkan dengan 7,8% dari total jumlah penduduk dikota1

Selain jumlah yang lebih banyak, jumlah orang miskin di pedesaan turun lebih lambat dari orang miskin di perkotaan. Selama periode Maret 2009 sampai Maret 2010, penduduk miskin dikota turun 0,81 juta orang, sedangkan di desa jumlahnya hanya turun 0,69 juta orang1. Hal ini sekali lagi menunjukkan bahwa prioritas pengentasan kemiskinan diarahkan ke perkotaan, tempat yang jumlah orang miskinnya justru lebih sedikit ketimbang di pedesaan.

Ketimpangan ketiga yang juga tidak kalah penting adalah ketimpangan antara Usaha Besar ( UB ) dan Usaha Kecil dan Menengah ( UKM ). UB sudah menikmati banyak fasilitas yang diberikan Negara melalui kebijakan – kebijakannya yang sangat pro kepada UB, dan hal ini mengorbankan kesempatan UKM untuk berkembang padahal 90% tenaga kerja diIndonesia bekerja dan menggantungkan hidupnya di sektor UKM. Semenjak awal prioritas pembangunan dari segi pelaku usaha hanyalah ditujukan kepada UB. Seperti pada perbandingan di sektor perkreditan, jumlah kredit yang dikucurkan untuk pertanian sebagai salah satu jenis UKM lebih kecil ketimbang kucuran kredit ke bidang – bidang usaha besar. Sesungguhnya ini wajar saja mengingat usaha besar lebih terorganisir, terrencana dan memiliki target pasar dan proyeksi keuntungan yang jelas serta agunan yang memadai untuk memperoleh fasilitas kredit. Hal ini berbeda dengan UKM yang kebanyakan dikelola secara informal dan masa depannya terkesan kurang dapat diprediksi sehingga tidak ada jaminan akan ketaatan dalam memenuhi tanggung jawabnya dalam melunasi hutang perbankan. Hal ini lagi – lagi terjadi karena UKM yang terkesan dianaktirikan dalam serangkaian kebijakan pemerintah sehingga kualitas usahanya tidak mampu memenuhi standar yang dituntut di dunia perbankan.

Fakta bahwa 90% tenaga kerja di Indonesia bekerja di sektor UKM seakan belum mampu meyakinkan betapa UKM mampu meningkatkan kesejahteraan jika saja diberikan ruang gerak dan fasilitas yang sesuai untuk dapat bersaing dengan UB karena jika diserahkan kepada mekanisme pasar biasa, UKM sudah tentu akan tergilas oleh UB. Akibatnya UKM menjadi kurang menguntungkan dan juga kurang dapat berkembang jika dilepas dalam mekanisme pasar tanpa adanya intervensi pemerintah. Wajar jika lalu mereka menutup usahanya atau memperkecil skala usahanya dan kalau ini terjadi maka nasib 90% tenaga kerja Indonesia akan rentan terhadap PHK, menjadi pengangguran dan berujung pada kata – kata yang dari tadi terus terulang, yaitu kemiskinan.

Ketimpangan merupakan sesuatu yang sensitif karena jika terus terjadi, bahkan jika terus melebar maka akan menimbulkan keresahan sosial. Rakyat miskin akan merasa bahwa mereka hanya dijadikan sapi perahan oleh segelintir orang yang mampu menikmati buah dari pertumbuhan ekonomi. Keresahan ini cepat atau lambat dapat berubah menjadi konflik sosial sehingga menimbulkan ketidakamanan. Ketidakamanan akan membuat kegiatan usaha menghadapi ketidakpastian sehingga akan sulit untuk memperluas atau bahkan hanya untuk sekedar mempertahankan usaha dan akan mempersulit Negara dalam menjaga pertumbuhan ekonomi.

Sumber:

1)http:/www.indonesia-investments.com/id/keuangan/angka-ekonomi-makro/kemiskinan/item301

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun