Mohon tunggu...
Y.Padmono Dr.
Y.Padmono Dr. Mohon Tunggu... -

Saya seorang dosen yang terlambat belajar iptek.Hoby Olahraga, baca, dan musik. Saya harus terus belajar!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pembelajaran Terpadu Atau Kurikulum Terpadu (1)

26 April 2010   17:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:34 2326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sungguh kasihan nasib guru (utamanya guru SD), ia sampai saat ini masih sering diposisikan sebagai tukang ajar dibanding pribadi yang memiliki integritas apalagi guru professional (masih dalam simbol sertifikasi). Ia dari waktu ke waktu senantiasa dituntun, dianjurkan, diperintah untuk melaksanakan pembelajaran (hal baru) yang oleh pihak pemegang proyek atau inisiasi proyek diberi label sesuatu hal baru, padahal mungkin barang lama yang diberi baju baru, atau modelyang sebenarnya belum lolos uji adaptasi. Dan lebih parah, si pemberi sebenarnya juga belum yakin apa yang diberikan memiliki tingkat jaminan keterlaksanaan tinggi! (ia hanya lebih dulu penataran, ironisnya belum mendalami sudah menatar ke banyak guru). Ironis yang ke dua, para pembina profesional (pengawas) tidak ernah ditatar untuk konteks tersebut!

Salah satu yang dikenalkan (bahkan sejak tahun 1995), mula pertama dikenalkan melalui pendidikan S2 Pendidikan Kelas Awal SD (kini S2 Pendidikan Anak Usia Dini), Pendidikan Bahasa, Matematika, dan IPA SD. Program Pascasarjanaini disediakan utamanya untuk para dosen PGSD yang memiliki tanggungjawab besar membekali calon-calon guru SD, meskipun faktanya yang masuk kuliah tidak berujung menjadi dosen PGSD (cukup membawa gelar MPd, padahal masuknya saja melalui seleksi BAPPENAS). Mata kuliah primadona kala itu ada dua, yaitu: (1) Penelitian Tindakan Kelas, dan (2) Pembelajaran Terpadu. Sayangnya ke duamata kajian itu lebih banyak terjadi distorsi dibanding esensi. Lebih cenderung menjadiproyek kalangan tertentu dibanding peningkatan kualitas guru (ironisnya lagi, penyelenggara dan pelaksana penataran terkait dua bidang itu, tidak satupun dari alumni S2 PKASD/PAUD atau S2 Pend Matematika, IPA, Bahasa Indonesia untuk SD).

Memang tidak dipungkiri, kala itu mata kuliah “Pembelajaran Terpadu” diberikan buku acuan pokok “ The Mindful School-How To Integrated The Curricula”, tulisan Robin Fogarty ( 1991). Esensi buku ini, bukanlah pembelajaran terpadu, tetapi tahap awal pembelajaran, yaitu bagaimana menyusun kurikulum terpadu. Terpadu dalam konteks ini disusun secara kontinum dari penyusunan kurikulum yang fragmented atau kajian yang terpisah-pisah, sampai“Networked”, yaitu rancangan kurikulumyang berfilosofi bila dilaksanakan dalam pembelajaran akan memberikan bekal kepada siswa mampu memfilter (memilih) seluruh kegiatan belajar melalui kacamata keahlian dan kemampuan membuat hubungan internal dan mampu memandu ke jaringan kerja externalparaahli di lapangan-lapangan yang terkait. Anak belajar secara terus menerus(Pendidikan manusia tidak pernah lengkap, sampai ia mati).Seorang arsitek ketika mengadaptasi sebuah program ia bekerja sama denganahli teknik pemrograman, interior disain. Ia bekerja secara lintas bidang dan bekerjasama dengan keahlian pelajar lain untuk memperoleh keterampilan yang sempurna!

Ke sepuluh model untuk mengintegrasikan (menerpadukan) kurikulum, oleh Fogarty dikelompokkan menjadi tiga kelompok , yaitu: (1) menerpadukan di dalam satu mata pelajaran, (2) keterpaduan yang terjadi penyeberangan beberapa kajian/disiplin ilmu, dan (3) menerpaduan ke dalam diri pelajar itu sendiri dan menyeberang ke jaringan pelajar-pelajar lain!

Namun sebelum masuk ke pembahasan rinci kesepuluh model, Fogarty (1991”vii) mengingatkan bahwa jangan lupa kita mengembangkan hasil-hasil belajar sebelum mengembangkan kurikulum terpadu kita. Ia mengingatkan signifikansi hasil-hasil kurikulum: (1) bagaimana mengembangkan kognitif: khususnya kreatif (menghasilkan dan memproduksi),misal: berpikir fleksibel, berpikir lancar, penyelidikan, keaslian dan penuh pemahaman, dan berpikir rinci, (2) kognitif ke arah berpikir kritis (analisis dan evaluasi), mencakup: ketelitian, ketepatan, kemampuan mengkritik terkait kriteria, memprioritaskan, toleran terhadap keragu-raguan, (3) 1 dan 2, keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, misalnya penekanan terhadap: berpikir tentang berpikir (metakognisi),refleksi diri, menggunakan pengetahuan masa lalu, mentransfer ke situasi baru, memecahkan masalah, dan membuat keputusan, (4) 1, 2, 3 berlandaskan kepada sikap melalui rasa humor, kerjasama dengan teman, kerjasama dengan kompetitor, mengambil resiko,tahan banting.

Peringatan singkat Fogarty ini sebenarnya mengingatkan bahwa belajar pada galibnya adalah bagaimana menyiapkan murid-murid kita untuk dapat mengembangkan diri menjadi individu yang kritis dan kreatif dengan mendasarkan kepada keberanian, mampu mengembangkan komunikasi dan interaksi inter dan antar personal, baik dengan teman maupun musuh (kolaboratif—sisi pengendalian emosi), keberanian mengambil resiko, dan memiliki pribadi yang tangguh (tahan banting). Jadi tidak sekedar berkonsentrasi pada bagaimana menata kurikulum!

Fogarty menyarankan bagaimana menyiapkan kurikulum tidaklah mudah, perlu memperhitungkan apa yang akan dikembangkan (aspek siswa). Target kognitif apa yang akan dicapai, dan dalam suasana pembelajaran apa untuk mencapainya (afektif), serta berbagai keterampilan-keterampilan berpikir apa saja yang perlu dilatih dan kembangkan (sering dinyatakan psikomotor, meskipun psikomotor lebih ke keterampilan sensomotorik).

Tetapi apa yang terjadi (ironisnya banyak dilakukan dosen dan para trainer), mereka menekankan pemilihan1 (satu) dari dalam satu disiplin, yang diwakili Connected (terkait), 2 dari penyeberangan beberapa disiplin, yaitu Webb (jarring laba-laba), dan integrated (sering dinyatakan sebagai wakil keterpaduan seluruh/sebagian besar mata pelajaran). Sementara model terpadu di dalam diri pelajar dan penyeberangan jaringan kerjake pelajar lain, tidak dikembangkan (ini memang diarahkan di pendidikan tinggi).

Apa yang terjadi jika guruatau dosen muda hanya dibekali gambar model, kemudian di minta menyusun (sementara penguasaan konsep berpikir belum lengkap), maka mereka hanya menyusun, tiba pada implementasi di lapangan, mereka kembali ke pola lama (kasus: pembelajaran tematik kelas 1, 2, dan 3) sampai saat ini masih belum terlaksana.

Jadi, mana lebih penting pembelajaran terpadu atau kurikulum terpadu, sementara guru sangat terkendala bagaimana menyusun kurikulum (kasus KTSP). Dalam konteks penyusunan kurikum terpadu, perlu perenungan kembali menekuni apa sebenarnya konsep Fogarty, bukanbergelut dengan gambar-gambar visualisasi semata!

Namun, bukan berarti kita berhenti karena ada kendala, mari kita menyusun pembelajaran yang lebih bermakna! Kita jangan terjebak kepada satu buku yang belum dipahami secara benar dan kita latihkan dan desiminasikan ke guru-guru dan meminta mereka melaksanakan.

Lebih berjalan lambat dan pasti, daripada terlalu cepat (masuk kali, masuk bui….), dan aku tak tahan lagi!!!

Catatan: Masih banyak buku untuk pengembangan pembelajaran terpadu. Misal:(1) An Integrated Approach to Learning oleh Lorraine Wilson, dkk, (2) Learning Through An Integrated Curriculum Aproaches and Guidelines oleh Mathews, (3)Integrated Learning-Plan Curricullum Unit oleh Collin Dixon, (4) Learning Trough an Integrated Curricullumoleh De Vries, (5)Developmentally Appropriate Practice, dsb.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun