Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan Nasional antara Prestasi dan Kontroversi

2 Mei 2017   12:24 Diperbarui: 2 Mei 2017   12:34 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pendidikan Nasional antara Prestasi dan Kontroversi

Selamat Hari Pendidikan Nasional

Tujuan Pendidikan Nasional sangat jelas dan lugas dikatakan dalam pembukaan UUD ’45 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia. Cerdas dalam segala aspek tentunya, bukan hanya cerdas dalam salah setu segi dan menafikan segi lainnya.

Kemerdekaan hampir 72 tahun, namun kecerdasan anak bangsa masih tersengal-sengal oleh egoisme sempit, paradigma sektarian, dan kepentingan kelompok yang malah maki menguat. Kecerdasan secara intelektual memang bisa dikatakan tidak kalah jauh dengan tetangga sekitar yang sama-sama beranjak dewasa bersama. Namun apakah itu juga cerdas di ranah yang lain? beberapa hal berikut menunjukkan keprihatinan,

Membedakan hak dan kewajiban

Ini jelas peran pendidikan, meskipun keteladanan dari pucuk pimpinan hingga bwah memang demikian, namun jika pendidikan memberikan warna berbeda tentu akan mencerahkan. Sejak kecil di sekolah sekalipun sering anak diajarkan untuk seimbang di dalam memenuhi kewajiban dan menuntut hak. Bagaimana iuran sekolah selalu harus taat namun mendapatkan pengajaran sering abai, jangan salah jika hal ini terekam, ketika mendapatkan ganti kedudukan dan kuasa berbalik untuk menuntut. Sangat banyak di sekitar kita apa yang terjadi dengan model ini.

Taat azas dan komitmen

Jangan salahkan jika pejabat negeri ini susah taat azas dan komitmen bersama. Jelas saja Pancasila, NKRI, UUD ’45, serta Bhineka Tunggal Ika, namun banyak “penyelundup” ideologi lain yang nyaman dengan suara lantangnya untuk mengubah itu semua. Hal ini terjadi karena di sekolah pun  diajarkan hal demikian. suap, jual beli bocoran, kecurangan di depan mata dibiarkan melenggang, dan nilai bisa seperti dagelan dan sulapan saja laiknya. Hal ini mengajarkan anak untuk mengelabui yang penting seolah-olah benar dan baik, hanya seolah-olah, bukan sebenarnya.

Membedakan sah dan tidak

Koruptor itu maling, tapi masih bisa tersenyum, tertawa, malah berpose, melambaikan tangan seperti pahlawan atau pemenang. Ada yang mengatakan rezeki tidak boleh ditolak, maling ketangkap sebagai apes, mengapa? Pendidikan tidak sampai memahami, hanya menghapal, dan maknanya tidak dicapai. Sepanjang bisa diakali, akali saja, generasi akal-akalan tercipta. Agama dan etik semata-mata wacana bukan gaa hidup. Hal ini sangat jelas dari sistem pendidikan yang mengedepankan materi tanpa kedalaman. Kesimpulan bisa diambil masing-masing. Sah dan tidak bisa seenaknya dikatakan sebatas keyakinan sendiri.

Sumir akan kebenaran universal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun