Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ilusi Negara Islam: Kolaborasi Ikhwanul Muslimin, HTI, dan PKS

25 Juli 2017   10:37 Diperbarui: 25 Juli 2017   18:48 975
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ilusi Negara Islam,judul sebuah buku terbitan 2009 yang dikerjakan dan diterbitkan oleh PB NU bersama PB Muhammadiyah. Karya para master dan doktor yang melakukan penelitian baik pustaka ataupun lapangan, datang dan wawancara terhadap narasumber hampir di seluruh pulau besar di Indonesia. Jawa, Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku.

Sejarah Radikalis

Pemaparan panjang soal sejarah radikalis yang berciri kekerasan, suka menggunakan kata kafir bagi pihak lain yang berbeda pandangan, dan hingga yang terkini (2009). Paham yang dinilai berbeda dengan wajah Islam yang ada di Indonesia dan yang sejatinya ada. Penafsiran yang cenderung menjadikan Islam sebagai ideologi, tidak lagi sebagai agama. Upaya masif dengan dana yang tidak terbatas dengan membangun masjid, memberi beasiswa kepada pelajar dan mahasiswa yang sealiran. Di Indonesia pun sejarahnya tidak kurang panjang. Salah satu tonggaknya dengan adanya Perang Padri di Sumatera Barat.

Infiltrasi Ormas dan Lembaga Negara

Pada lapisan akar rumput mereka mengambil alih masjid. Pada buku ini dibahasakan karena membangun lebih mahal mereka merebut masjid, kemudian mengganti takmir masjid yang biasanya dimulai dengan pelayanan kebersihan gratis atau cleaning servisuntuk masjid-masjid, kemudian menawarkan diri untuk mengisi kotbah ata pengajian. Jika sudah masuk akan mengajak teman-temannya dan mengatakan pengurus lama tidak Islami dan perlu diganti.

Ormas-ormas besar Islam NU dan Muhammadiyah sebagai penyusun pun mengakui bahwa mereka sudah mendapatkan penyusupan. Mereka mengakui ada musuh dalam selimut. Muhamadiyah mengeluarkan pernyataan untuk itu dengan meminta kader dan anggota untuk tidak terlibat dalam partai PKS (hal 179). NU sebagai salah satu yang terbesar di dunia bahkan juga merasakan hal yang sama. Pergeseran di dalam masyarakat (nahyidlin) dirasakan semakin besar. Larangan ziarah kubur, tahlilal, bahkan perayaan Maulud Nabi, menjadi gejala umum. (hal. 190).

Jajaran birokrasi jelas saja sangat penting bagi mereka untuk bisa mengambil alih kekuasaan pada masanya. Jika dulu DI-TII itu jelas di luar pemerintahan dan mereka berseberangan dan kemudian memberontak, kini justru berbeda. Di dalam pemerintahan, pertahanan, dan legeslatif tidak kurang banyaknya memiliki pemikiran radikalis dan antipancasila. Di sinilah susahnya untuk bertindak dengan tegas, lugas, dan cepat, sebagaimana waktu menghadapi DI-TII di masa lalu.

Pendidikan juga tidak kurang banyaknya menjadi lahan itu. Ada dua kisah sangat miris bagaimana anak-anak  sudah bisa mengatakan orang tuanya kafir karena masih di depan televisi sedang adzan magrib berkumandang. Anak-anak sudah menuding orang tua, sedang arti kafir pun belum tentu mereka pahami dengan benar. Di kisah lain ada anak non Muslim yang menangis karena dipaksai mengenakan hijab sesuai perda syariah yang ada.

Perda Syariah

Banyak perda dan jargon-jargon syariah sebatas retorika untuk menarik massa dalam pemilu, pilkada, pileg, ataupun pilihan yang lain. Terbit biasanya menjelang berakhirnya jabatan dan pengin menjabat lagi. Artinya, apa yang didengungkan hanya untuk menarik dengan instan pemilih untuk berpaling. Bagaimana hukum itu diskriminatif atau tidak, jelas bukan menjadi pertimbangan pokok. Perda-perda senada akan dikatakan membebaskan yang non Muslim untuk tetap pada keyakinannya, tapi pada faktanya sama sekali tidak demikian. Implimentasi sangat buruk dan rendah. Sebagai ilustrasi karyawati di salah sau bank swasta dipaksa mengenakan hijab padahal jelas etnis dan agama tidak berhijab seharusnya. Ini ranah implementasi di lapangan tidak seindah di atas kertas.

Berbagai jenis kelompok dan cara mengukuhkan pemerintahan kilafah, ada yang berdakwah, ada yang bermain di ranah politik praktis dengan menjadi anggota dewan melalui parpol dan juga menjadi eksekutif dengan kepala daerah dan sejenisnya. Berbahaya jika mereka ini berkolaborasi dengan pribadi dan kelompok oportunis yang menggunakan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan sendiri. Tidak sedikit model spekulan politik di negeri kaya raya ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun