Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Golkar di Bawah Kendali Presiden, Bukan Sebaliknya

28 Februari 2017   07:06 Diperbarui: 28 Februari 2017   07:20 2116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kemarin, dalam salah satu artikel, Kompasianer Gatot Swandiko mengatakan Jokowi di bawah kendali Golkar. Saya jawab coba saja tuliskan dalam artikel jika memang Jokowi yang ada di bawah kendali Golkar dan bukan sebaliknya. Sepakat bahwa kalau politik itu yang tidak terlihat di permukaan, apa yang tampil belum tentu seperti itu. Namun melihat apa yang ada toh bisa memperlihatkan apa yang sebenarnya, meskipun belum  tentu seperti itu persis. Tetap ada yang masih tersembunyi dan bisa pula sebaliknya.

Golkar menguasai pemerintah dalam beberapa indikasi. Paling jelas itu periode lalu, di mana di pemerintahan memiliki menteri namun di dewan melangkah dengan cara sendiri yang tidak jarang berseberangan bahkan menyerang pemerintah.

Pemerintah tersandera demi kepentingan partai dan petinggi partai. Berkali-kali pemerintahan lalu mati kutu setiap kali mau memutuskan sesuatu karena perilaku Golkar yang membuat ribet dan malah lebih oposisi daripada PDI-P. Perombagan kabinet tidak menyelesaikan masalah. Sandera menyandera kepentingan lebih kuat dari pada pembangunan bangsa dan negara.

Sepakterjang pengurus dan petinggi Golkar seolah jauh lebih berkuasa dari pada pemerintah. Tanggapan-tanggapan atas ide, usul, program pemerintah sering tidak memperlihatkan sebagai pendukung pemerintah.

Kini, sikap berbeda diperlihatkan Setya Novanto atas pemerintahan Pak Jokowi. Awal-awal memang Golkar masih merasa sebagai partai besar nama dengan riwayat panjangnya. Sepak terjangnya masih hendak seperti masa lalu dengan berbagai-bagai manuver khas licin dan licik mereka. Kini, lihat cara mereka berpolitik, berbeda jauh, usai sang ketua dewan yang dilengserkan dan jadi ketum Golkar dan kembali jadi ketua dewan.

Pertama, soal mencalonkan Pak Jokowi untuk jadi capres 2019, apa iya Golkar menguasai pemerintah? Soal ini memang tidak membuktikan keloyalan Golkar namun paling tidak sama sekali tidak menguasai presiden dan pemerintah, termasuk Pak Jk, Pak Luhut, atau siapapun, presiden tetap ada pada tempat yang semestinya.

Kedua, pengambilalihan pimpinan dan menugaskan kedua wakil ketua dewan waktu panas-panasnya demo. Pemerintah tentu ingin keadaan tenang, dan itu didukung penuh oleh pimpinan Golkar. Jika benar Golkar menguasai presiden, tentu sikap berbeda yang akan dipertontonkan, mereka akan memilih mendukung demo yang jelas-jelas saja menyasar termasuk ke presiden.

Ketiga, hingga hari ini belum ada bukti yang memadai yang menunjukkan Pak Jokowi lebih dikendalikan oleh Golkar, beda dengan kasus yang sudah-sudah di mana Golkar merajalela dengan intrik dan perbuatan baik pengurusnya ataupun anggota dewannya. Sekarang hampir tidak terdengar suara miring dari Bambang Susatyo, Nurul Arifin, Tantowi Yahya,  dan petinggi-petinggi lainnya. Jika mereka menguasai pemerintah, suara mereka riuh rendah seenaknya sendiri bukan diam seperti ini.

Keempat, pernyataan yang mengatakan kalau Golkar mendukung Jokowi untuk 2019 tidak cukup membuktikan kalau pemerintah tersandera. Jika Pak Jokowi gila kuasa, akan bersikap menyenangkan banyak pihak dengan tidak melakukan hukuman mati, subsidi BBM tetap berjalan, tidak perlu membuat gebrakan-gebrakan yang membuat banyak orang malah antipati tentunya. Toh selama ini dipertunjukkan kinerjanya demi negara, dan bahkan siap berseberangan dengan parpol pendukung utamanya. Apa iya jika PDI-P pun bisa ia tolak, malah tersandera Golkar?

Kelima, orang tersandera itu karena ia memiliki catatan yang buruk sehingga bisa dimanfaatkan pihak lain. Sekarang lebih banyak  cacat cela Golkar atau pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi? Tentu akan mudah menyatakan Golkar yang memiliki berbagai persoalan yang bisa dipakai untuk membuat mereka mau tidak mau turut bukan sebaliknya. Apa coba yang menyandera presiden yang bisa dilakukan oleh Golkar? Suara Golkar? Jelas saja tidak benar, bagaimana mereka tidak cukup besar dan sejak awal toh bukan pendukung utama. Loyalitas mereka? Jelas juga bukan, siapa tidak tahu kualitas Golkar di dalam main dua kaki, mereka pakar dalam hal ini, kanak-kiri OKE kata Warkop DKI. Loyalitas jelas bukan alasan Golkar mampu menyandera presiden. Sebaliknya, Golkar penuh catatan buruk yang bisa ditekan untuk bisa membuat mereka lemah. Soal rekam jejak Setnov, bagaimana kasus papa minta saham,susah berbaut bagi Setnov, mosok malah mau membelenggu pemerintah yang pernah ia coba kuasai. Kasus yang tidak selesai itu bukan tidak ada maksud. Kualitas pengurus,banyak pengurus yang tersandung kasus. Tentu hal ini kelemahan Golkar yang bisa dieksplorasi oleh pemerintah saat ini.

Golkar kali ini kepengurusannya sangat lemah dibandingkan yang lalu-lalu. Bukan semata pengurusnya yang tidak lihai, namun yang dihadapi jauh lebih lihai dan cermat. Kemarin Golkar kuat karena pihak yang disasar juga lebih lemah, sehingga pengurusnya seolah sukses, padahal tidak juga. Kali ini, siapa tidak kenal Setnov yang terkenal licin di semua kepengurusan bisa eksis, di semua pemerintahan bisa menjalin komunikasi. Beda level antara Ical dan Setnov, apalagi yang dihadapi juga berbeda dan bahkan sangat berbeda. Ini yang membedakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun