Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

GNPF-MUI, Pengawal Fatwa MUI, dan Sebuah Tanya

3 Juli 2017   15:52 Diperbarui: 4 Juli 2017   04:36 786
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

GNPF-MUI,  Pengawal Fatwa MUI dan Sebuah Tanya

Menarik sepak terjang GPNF-MUI, yang makin meggurita sepak terjangnya. Menilik namanya, adalah Gerakan yang mau memberikan kawalan agar Fatwa MUI bisa berjalan sebagaimana mestinya. Meskipun awalnya nada ragu bisa juga terdengar, karena eksis "hanya" soal Fatwa mengenai penistaan agama oleh Ahok, apakah fatwa MUI hanya soal Ahok? Kalau tidak salah, telah banyak sekali fatwa MUI, bahkan yang tidak pernah terdengar ke publik pun, GNPF tidak ada.

Masih sangat wajar dan bisa dimengerti ketika soal Ahok memang perlu pengawalan yang ketat, apalagi memang ada fatwanya. Namun kini, sudah lupa soal nama atau karena main politik, ketika mengadakan rekonsiliasi atas kasus residivis, ingat residivis Rizieq Shihab. Apa sudah ada fatwa MUI yang perlu dikawal oleh GNPF MUI, atau ganti nama GNPRS saja.

Kemudian lebih lucu ketika menyikapi kasus hukum Harry Tanusidibyo. Hayo, apa sudah ada fatwa MUI kalau Tanu itu selalu benar atau apa? Mana yang mau dikawal, Tanunya, atau fatwanya? Mau ganti namanya juga jadi GNPHT?

Apa yang dilakukan gerakan ini makin aneh dan jauh dari nama yang disandang. Cenderung politis dan bukan lagi agama. Apa yang akan terjadi jika demikian?

Pertama, masalah penggunaan nama yang sangat mudah menggerakan emosi massa. Jika tidak hati-hati, massa yang ada bergerak tanpa tahu apa yang dikehendaki oleh pimpinan gerakan ini. Massa yang buta pokoknya agama, padahal kepentingan elit bukan itu. Provokasi dengan mudah terjadi dan liar akan bisa dengan mudah tercipta.

Kedua, potensi bayaran oleh pihak yang suka mengail di air keruh. Lihat bagaimana massa itu dikatakan agama atau pemimpinnya dikriminalisasi, penistaan, dan sejenisnya. Potensi besar politikus yang mau main sikat dan embat tanpa proses suka keadaan ini.

Ketiga, pemaksaan kehendak sangat mudah dilakukan dengan embel-embel agama dan pemuka agama. Hal ini jangan sampai menjadi kebiasaan yang terus berulang. Padahal biasa model ini akan menjadi biasa kalau tidak disadari bersama.

Keempat, tekanan dengan pengerahan massa potensial terjadi kekerasan dengan pihak yang tidak disukai. Asal berbeda bisa disikat, aparatpun "takut" dan seperti tidak berdaya.

Bagaimana kinerja GNPF-MUI itu sebenarnya. Banyak kog selama ini fatwa MUI itu diterbitkan, toh tidak pernah ada pengawalan. Bagaimana soal rokok, soal yang lain, juga tetap saja berjalan tanpa gaung.

Mengapa tidak ada ada pengawalan soal penolakan terorisme  yang  meresahkan itu, apa berlebihan jika ada anggapan karena sejalan dengan idenya? Tentu tidak semudah itu. Tidak pula sesederhana demikian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun