Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Ryamizard: Gatot Sudahlah, dan Deligitimasi Pemilu 2019

16 April 2019   08:48 Diperbarui: 16 April 2019   08:57 2004
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Ryamizard: Gatot Sudahlah...., dan Deligitimasi Pemilu 2019

Bahasa Pak Menhan Ryamizard ini meneduhkan, dua kali menggunakan jawaban yang sama, satu untuk Dhani dan kini untuk gatot Nurmantyo. Jawaban bapak kepada anak yang rewel minta ini dan itu, padahal si bapak juga pedih melihat kenyataannya. Meneduhkan di tengah badai politik, padahal jika melihat sosok jenderal dan seorang militer beneran.

Sejenak melihat jauh ke belakang, bagaimana sikap Gatot Nurmantyo kali ini, di  mana jauh bernuansa politis dan dukungan dengan memainkan isu sensitif. Menyoal anggaran TNI dengan membandingkan pada anggaran kepolisian. Jawaban Menhan, sudahlah Gatot...

Pemilihan untuk mengganti Panglima TNI dengan Jenderal Hadi cukup tepat. Jika menunggu hingga usia pensiun Gatot, konsolidasi di dalam tubuh TNI tidak cukup waktu untuk itu. Jangan di anggap kalau dalam tubuh TNI bisa utuh, solid, dan netral sepenuhnya. Faksi itu tetap saja ada. Dan mengganti dengan tepat dan waktu yang tepat pula.

Jika mau jauh lagi ke belakang, pemilihan Jenderal Gatot yang menggantikan jenderal TNI AD pun tepat, jika urut-urutan itu adalah "jatahnya" AU, dan pada gelaran ini menjadi jatah AD. Perhitungan politis njlimet ini ternyata berbuah pada kondisi saat ini. Potensi  untuk terjadinya kekisruhan dan politisasi militer bisa terkondisikan lebih lembut dan tidak terjadi.

Kondisi yang sudah dihitung sejak awal itu benar. Komentarnya mengenai anggaran yang diperbandingkan dengan polisi jelas arahnya. Jawaban cerdik oleh Menhan, tentara itu dari rakyat, rakyat yang utama, anggaran sudah lebih dari cukup, apalagi sudah naik sejak era Gatot.  Hal yang sebenarnya bagian dari skenario besar, jika mau menggunakan teori konspirasi.

Beberapa waktu lalu, di Sumut, ada seorang anggota dewan, komisi III lagi yang mengatakan TNI sudah netral dan polisi belum. Sudah masuk ranah penegakan hukum tampaknya. Artinya memang ada upaya untuk  membuat seolah polisi tidak netral dan perlu penggantian kapolri.

Cukup menarik juga ketika seorang asing membuat sebuah ciutan yang mengarah bahwa kapolri perlu diganti jika kubu Prabowo menang. Ada benang merah di sana-sini yang mengarah pada satu kesatuan untuk membuat soliditas TNI-Polri itu lemah.

Deligitimasi KPU-Polri, dan MK

Upaya untuk itu berkali ulang dilakukan. Isu dan seolah pernyataan mengenai tujuh kontainer surat suara tercoblos jelas ke mana arahnya. KPU tidak becus dan perlu dipertanyakan kredibilitasnya. Menarik karena yang mengatakan adalah partai pemenang di dua gelaran pilpres, dan dua pula petingi KPU masuk jajaran elit partainya. Ada apa? Kajian lain tentunya.

Isu lagi-lagi identik, adanya kontainer pengangkut logistik pemilu dengan huruf asing. Apa kaitannya dengan pemilu coba, ini era global lagi, bukan era zaman batu yang hanya berkutat pada pantat sapi saja. Toh menguap begitu saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun