Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Massa Mengambang dan Fitnah Ancaman Serius Negeri ini

26 Maret 2019   09:00 Diperbarui: 26 Maret 2019   09:09 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Membaca buku Pesan Islam Sehari-hari-nya Gus Mus dalam salah satu artikelnya beliau menyoroti pembangunan jiwa dan badan. Menyitir WR Supratman dalam lagu Indonesia Raya beliau mengatakan penting membangun jiwa dan kemudian badannya.

Senyampang mempersiapkan inspirasi tulisan dari buku tersebut, ada rekan yang mengirimkan bahwa rekannya mengeluh ketika menghadiri pengajian ada anjuran bahkan larangan golput, wah bagus, tetapi ternyata berikutnya lucu ketika mengharuskan pemilih satu dengan memfitnah pemilih lainnya.

Jadi ingat ketika ada rekan Kompasianer mengajak berdiskusi mengenai tabiat fitnah yang mendera Suriah.  Dan kog pola yang sama sedikit banyak akan makin menjadi gejala umum di dalam gelaran pilpres kali ini.

Cukup menarik karena mengapa fitnah demikian menjadi gejala umum terutama akhir-akhir ini. Miris ketika fitnah, distorsi fakta, dan pengabaikan kebenaran itu dengan masif digaungkan melalui media, baik cetak, elektronik, dan  juga media sosial, serta itu adalah konsumsi  dominan warga negara secara mayoritas.

Dalam salah satu pernyataannya cawapres KH Makruf Amin mengatakan, pemerintahan Jokowi-JK telah fokus membangun fisik dan raga bangsa ini dengan banyaknya capaian infrastruktur yang membanggakan. Itu penting, dan saatnya kini membangun karakter bangsa. Jiwa bangsa diperkuat. Setuju.

Rendahnya budaya literasi.

Suka atau tidak, pendidikan belum mengantar anak bangsa pada budaya kritis yang esensial. Sekian lama ujian nasional sebagai satu-satunya tolok ukur pendidikan, dengan pilihan ganda yang tidak perlu belajar, membuat masyarakat menjadi lemah. Orang bisa berhitung kancing baju, membeli kunci jawaban karena ringkasnya jawaban, hanya A,B,C,D, atau E selesai.  Proses belajar menjadi lemah dan seolah tidak penting.

Lemahnya budaya baca menjadi bekal enggan belajar dan lebih menikmati visual melalui media televisi. Menjadi masalah serius, ketika media elektronik dimanfaatkan menjadi corong kepentingan politik dengan bias informasi karena memang disengaja. Penyembunyian fakta dan data sesuai kepentingan sepihak.

Catatan berikutnya, kecenderungan lemah literasi akan bertanya pada lingkungan sekitarnya. Ada dua hal miris yang bisa terjadi. Pertama akan  bertanya pada lingkungan yang sama kemampuannya, dalam arti sama-sama rendah pemahaman politiknya. Ini ujung-ujungnya adalah orang buta menuntun orang buta.

Kedua, akan ada datang "pahlawan kesiangan" yaitu para penebar kebohongan yang memang sudah mengintai di pojokan untuk mendapatkan mangsa empuk. Beberapa kali sudah ditangkap pelaku kampanye hitam dengan bukti fitnahan mereka.

Agama dan dunia hiburan masih sebatas hitam dan putih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun