Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

212 dan "Keimanan" Jokowi, Prabowo, dan Sandi

5 Desember 2018   05:00 Diperbarui: 5 Desember 2018   04:57 1059
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Aksi, kegiatan, atau aktivitas apapun  normal, biasa, dan tidak aneh, apalagi jika dikaitkan dengan demokrasi yang memiliki salah satu esensinya adalah kebebasan berserikat dan berkumpul, termasuk 212. Ribet dan repot jika berkaitan dengan berbagai hal yang berisi kamuflase, ada politis, agama, dan kepentingan lain yang jauh dari itu semua.

Kegiatan atau acara reuni 212 sebenarnya juga aktivitas biasa. Agak ribet karena lebih cenderung kontroversial, mana ada to reuni kog akibat aksi lampau, kembali berkumpul yang lumrah ya lulusan atau usai bersekolah, baru kali ini ada "lulusan" aktivitas yang  usai berlangsung sekian tahun.

Lebih menghangat karena adanya potensi lebih mengarah aktivitas politik yang lagi-lagi juga enggan mengakui dengan terus terang. Bagaimana mau mengaku karena memang tengah tahun politik yang makin menjelang dan mmang sedang panas-panasnya. Atribut parpol memang tidak ada, hanya tokoh politik bertebaran.

Mau aktivitas agama juga tidak pas, bagaimana dalam faktanya tidak ada kegiatan keagamaan, agenda, belajar atau mengaji sebuah bacaan  dan bahan keagamaan, atau ceramah untuk meningkatkan pengetahuan atau penghayatan mengenai agama.

Ironis malah ujung-ujungnya ya itu tadi, ganti presiden dan malah keluar juga "penilaian" mengenai pemerintah. Patut disayangkan sebenarnya, ketika demokrasi disalah    gunakan hanya untuk kepentingan sesaat dan sekelompok orang.

Sering untuk memberikan legitimasi acara, label agama dan iman disematkan.  Digerakan oleh agama dan iman sehingga sekian banyak orang berkumpul. Mengenai jumlah yang hadir pun masih simpang siur, karena lagi-lagi bukan soal kegiatan agama. Jika kegiatan agama tidak akan ribut mengenai jumlah yang hadir bukan?

Lucu lagi ketika soal jumlah yang hadir seolah menjadi lebih penting dari pada acaranya sendiri. Jumlah itu sebenarnya menjadi relatif kalau tidak berkaitan dengan unjuk kekuatan, merasa besar dan banyak, serta ada kepentingan untuk memperlihatkan banyak sebagai sebuah tekanan dalam kaitannya politis.

Berkaca dari klaim kalau itu adalah acara agama, seharusnya semua yang beragama yang sama tidak ada halangan untuk hadir.  Toh tidak demikian, ada undangan yang  memperlihatkan kepentingan yang berbeda dengan yang didengung-dengungkan.

Jika memang acara agama yang lebih kuat, tentu akan mengundang semua  paslon dan kandidat presiden dan wakil presiden, alangkah lebih baik dan bagus mendoakan keempatnya bisa melakukan  kampanye denga baik dan damai. Pemilu berjalan dengan sebaik-baiknya, menghasilkan pemimpin yang religius, membangun dengan baik, mengatasi persoalan bangsa agar menjadi lebih baik dari hari ke hari.

Ternyata tidak demikian, hanya satu calon presiden saja yang diundang, dua calon wapres tidak, dan juga capres sekaligus presiden tidak diundang juga. Kalau berangkat dari awal terminologi yang dipakai sebagai reuni,  harusnya mereka juga diundang.  Jelas sudah gugur pemilihan kata reuni.

Ada ungkapan bahwa iman yang menggerakan mereka berkumpul di Monas. Apakah demikian?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun