Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Perumahan DP Nol Persen ala Cagub Jateng, Kebutuhan atau Sekadar..

12 Maret 2018   12:20 Diperbarui: 12 Maret 2018   12:27 661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Perumahan dp nol persenala cagub Jateng Sudirman Said, kebutuhan atau sekadar copas dari program di Jakarta? Apa yang mendesak dengan program ini di Jateng, sedang soal perumahan nampaknya bukan hal yang mendesak dibandingkan Jakarta tentunya. Di Jateng, rumah masih bisa dibangun dengan relatif mudah, di kampung-kampung, mau sewa, bahkan masih ada yang dipakai tanpa menggunakan uang masih bisa. Kebutuhan soal perumahan jauh dari hal yang mendesak. Mengapa tidak bicara penghentian pemanfaatkan sawah untuk kantor, perusahaan, pabrik, terminal, sekolah, ataupun untuk perumahan, jangan-jangan malah untuk perumahan DP 0%itu.

Silakan jalan-jalan, Kab. Semarang, Kab. Boyolali, Klaten, Karanganyar, Sragen, ataupun Sukoharjo, baik sawah, ladang, dan itu semua subur dan sangat menjanjikan untuk pertanian. Tidak berbeda jauh dengan Karesidenan Kedu dan sekitarnya. Alih lahan untuk hunian dan pabrik jangan ditanya. Tanah-tanah bukan tadah hujan, sepanjang tahun bisa menghasilkan beras, ketela, jagung, dan bisa pula kedelai, mengapa ribut soal impor tidak mau tahu alih lahan yang demikian masif.

Siapa tidak kenal beras Delanggu? Namun mengapa sawahnya berubah jadi pertokoan, pabrik, ataupun sekolah diam saja? Beberapa tempat demi menggenjot pariwisata mengalihfungsikan lahan subur persawahan menjadi arena wisata air. Beberapa tempat sedang galak-galaknya membuat jalur lingkar atau kantor baru yang atas nama terpadu bisa memanfaatkan lahan sangat subur sebagai ladang beton dan gedung menjulang.

Apa yang menjadi tawaran nampak kalau calon ini sama sekali tidak paham dengan kondisi Jawa Tengah. Merasa sukses dengan tawaran yang ternyata masih belum jelas itu di Jakarta digunakan juga di Jawa Tengah. Jangan lupa kini media, media sosial, bahkan relasi pun dengan cepat menyebar. Salah satu kegagalan di Jakarta dalam aplikasi janji program adalah DP nol  persen ini. ap artinya? Memang dalam kampanye dan pemilihan, mungkin salah satu sentimen positif adalah janji ini, namun kini? Pelaksanaan, eh malah dijanjikan di tempat lain yang jauh dari kebutuhan tersebut secara mendesak.

Jakarta, kebutuhan akan hunian memang sangat penting, mendesak, dan menjanjikan jika bisa membuat harga terjangkau. Mengapa? Beaya hidup tinggi, artinya jika pperumahan masih juga menggunakan sistem kontrak, menambah beban. Makin susah di Jakarta menempati rumah dengan gratis. Fenomena kontrakan yang begitu menjamur, membuat makin kecilnya peluang numpang. Sangat logis karena kota, megapolitan lagi. Beda dengan Jawa Tengah yang masih sebagian besarnya adalah perkampungan dan kekerabatannya pun masih erat. Kota terbesar Semarang pun masih bisa menemukan lahan untuk dibangun sendiri, atau menumpang masih bisa. Sangat tidak mendesak dan program yang bagi saya justru menjadi sia-sia.

Melihat perumahan-perumahan menengah ke bawah, yang bisa diartikan bersubsidi, berganti menjadi gedung bertingkat, mewah, dan ada jejeran mobil, menjadi sebuah tanya, jangan-jangan subsidi ini pun salah sasaran. Pemodal bisa meminjam nama sopir, asisten rumah tangga, atau siapapun untuk ambil perumahan murah yang kemudian dibangun dan dijual atau disewakan kembali dengan harga yang jauh berlipat-lipat. Cara lain juga bisa bahwa yang mengambil awalnya oleh yang berhak, namun kemudian diambilalih dengan berbagai-bagai cara. Akhirnya kembali subsidi tersebut salah sasaran lagi.

Pertanian jauh lebih mendesak, menjanjikan, dan memberikan harapan. Desa sebagai basis pembagunan sehingga desa kuat negara maju. Jangan-jangan kartu tani pun akan diberi plus,lah kog lagi dan lagi program copas.Dibandingkan tetangga seperti Jawa Barat dan Jawa Timur, Jawa Tengah termasuk paling belakang. Apa yang dijanjikan untuk bisa mengejar dna sejajar dengan tetangganya? Alih lahan yangmasif sama sekali tidak tersentuh pernyataan dan keprihatinan calon. Lumbung padi bisa jadi lumbung bangunan. Padahal sebenarnya bisa.

Peternakan. Jangan ribut impor sapi atau daging mahal karena impor. Mengapa tidak mengembangkan dengan  peternakan modern? Selama ini kebiasaan masyarakat adalah ternak hanya samben,sampingan, tabungan semata. Padahal jika dikelola dengan baik, potensi peternakan luar biasa besar. Profesional, modern, dan keberlanjutan.

Perikanan, semua bisa hidup, baik sekala besar dengan memanfaatkan waduk, baik alami atau buatan, atau skala rumah tangga sangat menjanjikan. Perhatian untuk pelaku industri ini selama ini masih lemah. Padahal sangat menjual dan bisa menjadi ekowisata.

Khusus Danau Rawa Pening. Selalu pening karena enceng gondok. Perhatian untuk ini sangat lemah. konon dana untuk pemeliharaan sangat tinggi dan menjadi demikian terus. Proyek abadi sebagaimana jalur pantura era dulu. Jadi bukan penanganan secara serius yang ada, namun hanya demi proyek. Padahal sangat besar potensi yang ada. Pariwata air, kuliner, kerajinan tangan, hotel atau losmen, pembangkit listrik, namun semua hanya ide dan wacana.

Begitu banyak dan beragam sisi pembangunan yang bisa dibidik, mengapa harus copas yang tidak demikian urgen? Jauh lebih memperlihatkan bahwa apa yang disampaikan sebagi bukti kebingungan akan program. Hanya soal kursi semata. Jika demikian, jangan kaget ketika bisa menjabat akan bingung dan tabrak sana tabrak sini.

Salam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun