Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pelakor dan Fenomena "Gumunan"

24 Februari 2018   06:47 Diperbarui: 24 Februari 2018   11:16 1039
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: lovepanky.com

Gampang banget menjadi viral, menjadi tenar, dan menjadi heboh namun pada ranah yang maaf sangat dangkal dalam banyak hal. Gegap gempita pada provokasi dan kontroversi dan malah sering abai pada hal-hal yang esensial dan mendalam. Pelakor ini bukan hanya satu-satunya, sejarah panjang kehebohan, pun pejabat pun tidak kalah latah dengan keadaan ini. dulu batu Ponari yang begitu heboh, berseri-seri, media cetak kala itu, media elektronik, semua berbondong-bondong, kemudian semua terlupakan. 

Akik  menyusul, bahkan ada yang sampai membuat perda akik dan wajib mengenakan akik. Dulu juga ada orang menjadi tergila-gila dan gila beneran karena tanaman gelombang cinta-nya dijadikan sayuran oleh istri yang jengkel karena pedhet-nya ditukar dengan tanaman. Hal yang sebenarnya sangat remeh, tidak mendasar, namun begitu menjadi perhatian dan menghabiskan energi untuk  itu.

Gumunan,bangsa ini menjadi bangsa gumunan,tidak heran begitu bangga akan yang berbau asing. Sedikit tahu bahasa atau kata asing sudah merasa menjadi bagian asing tersebut. Tidak heran susah untuk melepaskan sikap ini yang dimanfaatkan dengan baik oleh pihak lain yang ingin menguasai Indonesia, dengan berbagai cara dan daya upaya. Pun elitnya pun tidak berbeda jauh. Sikap yang sangat mudah kagum dengan hal-hal yang berbau asing, baik Barat, Timur Tengah, atau Timur Jauh membuat keadaan begini-begini saja.

Khusus mengenai pelakor, entah bagaimana memberikan label bagi masyarakat ini, satu sisi heboh dan viral kemudian mem---bully,si pelaku yang dilabel sebagai pengambil ini, tidak mau tahu bahwa hal itu terjadi ada dua, atau bahkan tiga pihak. Pokoknya pengambil itu salah,yang diambil diam-diam dan di atas angin mau apa saja tidak menjadi perhatian publik.

Kehebohan bisa berubah arah dengan kemajuan Itsemua bisa mengulik masa lalu siapa saja, dan pelaku yang bisa menggunakan politik korban,mencoba mengubah keadaan sebagai obyek penderita, bisa yang diambil atau istri sah yang kemudian menjadi pihak yang dirundung.

Apa coba esensinya sebagai bangsa dan hidup bersama dengan hal yang ranah sangat privat demikian? Seolah semua paham dan tahu bahwa hal itu toh tidak akan lama. Label bisa cepat sirna. Mudah lupa dan terpedaya sehingga gampang beralih peran dan posisi dari pencela menjadi pembela dan sebaliknya. Pun bisa juga mengabaikan pihak yang seharusnya ikut bertanggung jawab. Dalam hal ini suami atau pria yang diambil. Enak saja dia kalau aman bisa bertigaan, eh kalau ada kasus hanya si istri muda yang kena damprat dan posisi terpojok.

Coba heboh, gegap gempita itu yang positif, bermakna, bukan semata hal yang remeh temeh. Sekali lagi tidak ada yang salah, namun tidak seharusnya demikian. porsinya berlebihan dan lucu saja apa iya sih bangsa sebesar ini hanya fokus pada hal-hal yang demikian saja?

Meniru.

Sebenarnya hal yang sangat manusiawi, lumrah, dan sangat mendasar. Sejak awal toh kegiatan meniru sudah menjadi cara belajar yang paling tradisional. Berbicara, berjalan dan bergerak,atau apapun itu adalah dari meniru. Coba kalau meniru menjadi yang lebih baik, alangkah indahnya negeri ini. bagaimana vespa sampah,itu wujud kreatifitas lho, sayang tidak pda posisi yang seharusnya. 

Bangsa in kaya kreatifitas, video-video mesum anak-anak sekolah, ini sebenarnya potensi lepas dari penilaian moral atas perilaku dan caranya. Ada potensi untuk kreasi, namun memang malah salah pada momen dan perlakunya.

Jepang, China, dan Korea menjadi terdepan dalam banyak hal, terutama teknologi. China paling buncit mengekor kedua negara besar tersebut, awalnya juga meniru, namun pada taraf dan posisi yang sangat strategis dan benar. Kemajuan ini yang perlu ditiru. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun