Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pentingnya Sisi Rasionalitas, Belajar dari Kasus "Gladiator" ala Bogor

18 September 2017   06:16 Diperbarui: 18 September 2017   11:03 1634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketika mendapat khabar bapak meninggal, kakak langsung saja pulang, lupa pintu rumah tidak dikunci, teve masih  menyala dengan suara kerasnya. Kisah ini teringat saat membaca berita lama yang kembali mengemuka mengenai "gladiator" ala Bogor. Ikut berduka bagi keluarga, dan korban berbahagia di sana. Komentar yang menyayangkan mengapa pihak keluarga dulu tidak memberikan izin untuk polisi melakukan otopsi. Nalar sudah tidak bisa diajak kompromi dalam keadaan demikian, kakak saya itu posisi bapak sudah sepuh dan sangat wajar saja "panik", apalagi ini meninggal dengan kisah panjangnya.

Peran Rasional dan Logis

Memang tidak bisa disangkal, bentuk duka apapun akan sulit menggunakan nalar secara semestinya. Kesedihan, kehilangan, dan bentuk emosional lain akan lebih mendominasi. Jika demikian banyak dukungan dan peran pihak lain, apalagi perempuan akan sangat sulit menggunakan logika berpikir dalam keadaan demikian. Ini merupakan bawaan bukan karena sentimen atau pola pikir laki-laki. Dalam kondiri demikian, bisa keluarga besar, kerabat, kalau tidak ada kerabat bisa pemuka masyarakat, pemuka agama, atau orang yang memang masih bisa berpikir jernih dan logis, sehingga tidak ada sesal di kemudian hari.

Otopsi Penting, Apalagi jika Berkaitan dengan Kriminalitas

Tentu tidak mudah memohon izin kepada keluarga yang sedang berduka. Biasa ungkapan klasik, kasihan keluarganya atau korban harus menderita dua kali. Jelas ini pemikiran salah, kan sudah meninggal, namun otak yang sedang bunek,penuh dengan pikiran dan duka, tidak bisa mencerna dengan logis. Yang penting urusan cepat selesai, padahal ketika pikiran sudah jernih kejadian bisa berubah dan bisa saja menjadi masalah jauh lebih sulit. Akhirnya pihak keluarga dan kerabat yang bisa berperan banyak dan penting. Toh polisi juga tidak akan bisa memaksa dalam kondisi demikian.

Pendekatan Psikologis Kepolisian

Peran kepolisian dengan polwan-nya menjadi penting. Dinamika kejahatan dan pelaku kriminal makin banyak dan makin canggih, polisi tidak cukup pendekatan prosedural, namun lebih lagi pendekatan personal dan individual untuk memperoleh izin dan bisa melakukan penyelidikan dan penyilidikan dengan lebih mendalam dan menyeluruh. Selama ini akan didengar, semua sudah sesuai prosedur, namun belum menempuh semua prosedur dengan semestinya. Tidak diizinkan sudah, tidak memberikan pemahaman dengan lebih luas dan gamblang konsekuensi hukum atas itu semua.

Penegakan Hukum vs Kekeluargaan

Tentu bahwa atas nama kekeluargaan bukan berarti bisa "membenarkan" kejahatan dan perilaku kriminal. "Pembunuhan" dengan dalih tidak sengaja, atau hanya hiburan tidak bisa serta merta diterima dengan adanya korban nyawa. Ini bukan membela diri, seperti guru silat yang melawan maling kemarin. Beda jauh membela diri dengan digebuki sampai mati. Selama ini selalu saja terulang atas nama kekeluargaan mengesampingkan ranah hukum positif. Hukum diinjak-injak justru oleh banyak penegak hukum itu sendiri. Sering penegak hukum tidak mau kerja keras ambil jalan pintas untuk damai. Paling sering kalau pertikaian antarkesatuan atau orang besar dengan orang biasa. Penyakit akut bangsa yang masih  kuat cengkeraman feodalismenya.

Demi Nama Baik, Meruntuhkan Hukum

Sering didengar demi nama baik diselesaikan dengan damai. Lebih banyak orang berpikir pendek, sempit, dan sepihak dengan dalih nama baik, namun malah merugikan pihak lain. Nama baik akan diperoleh jika taat hukum, tertib hukum, dan menegakan hukum sebagaimana mestinya, bukan malah melanggar hukum demi nama baik. Jelas saja cemar. Pihak ini biasanya lembaga yang sudah punya nama, namun malah melaburi namanya dengan tinta hitam. Pilihan sangat buruk dan irrasional. Kembali pemikiran rasional memegang peran penting.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun