Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Meninggalnya Supporter & Pembinaan yang Terabaikan

3 September 2017   08:33 Diperbarui: 5 September 2017   08:13 6389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: HERKA YANIS/BOLASPORT.COM.

Duka lagi dan lagi "dihasilkan" dari PSSI. Ikut berbelasungkawa pada keluarga yang ditinggalkan. Miris memang bagaimana berita terulang pendukung tim sepakbola meninggal usai menonton pertandingan. Jangan lagi dalih digunakan karena kecewa hasil pertandingan. Sikap kanak-kanak yang dibangun selama ini membuat pelaku atau calon pelaku merasa dimaklumi. Pribadi dewasa akan merasa kalah, menang, dan seri bagian utuh permainan. Prestasi belum menggeliat, eh kasus kematian ada lagi. Sejarah panjang seperti ini ada saja. Tambah parah pertandingan resmi, ada petasan. Ini dua pelanggaran besar. Buat apa dihukum FIFA tanpa hasil seperti ini.

Belajar dari Eropa

Siaran langsung selain faktor ekonomi  pemilik media dan modal, ada sarana belajar. Bagaimana penonton di Inggris terutama tidak ada pagar dan got sebagai penghalang antara tribun dan lapangan. Belajar karena pernah mengalami kejadian buruk dengan adanya pagar. Kini mereka menghilangkan pagar dan bisa dewasa. Memang masih ada yang nakal di sana sini, namun bukan lagi yang utama. Di sini seolah tidak pernah belajar. Semua pemangku kebijakan, termasuk penonton yang memang memiliki biang rusuh, ini karakter bukan soal penonton bolanya.

Target untuk Timnas Realistis yang Tidak Faktual

Sebelum SEA Games, target untuk timnas bola adalah emas atau perak. Menarik adalah, siapa yang memberi target ini tidak melihat peta secara utuh. Okelah secara liga paling banyak anggota, pemain banyak pula, namun kualitas secara tim, apakah melihat dengan baik bagaimana Thailand, Vietnam, dan Malaysia yang sudah jauh di depan? Kini menghadapi Timor Leste yang saudara muda banget saja sudah kebingungan, belum yakin sejak awal akan bisa menang. Ini aneh, Indonesia sejak sebelum merdeka artinya hampir seratus tahun bisa main bola dengan baik malah hampir didahului tetangga yang baru kemarin main bola. 

Realistis juga sebenarnya jika melihat pelatih, komposisi pemain, namun nonteknis sering diabaikan. Pelatih sekaliber Mou, Peb, atau pun Don Carlo juga tidak akan mampu meracik tim dalam setahun belum ada sudah bisa juara. Ingat pembinaan. Riedl pernah membuat tim menjanjikan, Ivan Kolev juga, atau Indra Safri, kemudian karena gagal sekali dibuang, ganti lagi pelatih, jelas saja gagal demi gagal yang diperoleh. Singkirkan budaya instan itu. Budaya belajar digedein. Bagaimana liga lain yang belajar dari sini dan liga kitamalah jauh tertinggal.

Pembinaan Belum Terencana, Abai Jauh Lebih Besar

Sebenarnya pemain muda, bakat, dan bibit pemain tidak pernah kurang. Mana ada sih tim yang bergelut di liga lebih dari seratusan tim dalam berbagai jenjang di dunia ini, namun memilih 18 yang terbaik saja belum menghasilkan yang semestinya. Kisah  tim cilik di level dunia pun tidak jarang dikisahkan dengan heroik, menang dengan tim Eropa namun mana jejaknya kini? Sirna ketika telah dewasa. Sayang bukan apa yang sudah dimulai itu tidak ditindaklanjuti.

Sinergi Peran

Pengurus, penonton, dan pemain merupakan sebuah kesatuan. Sistem yang buruk akan menghasilkan produk yang mentah juga. Bagaimana kompor yang kotor bisa menghasilkan masakan yang sangat layak dijual? Pengurus terlalu banyak yang petualang pencari kerja. Orang antah barantah, entah bisa menendang bola dengan baik atau tidak, namun merasa bisa mengurus semua hal tentang bola. Akan dijawab tidak penting, ah yang bener saja, bagaimana dia bisa paling tidak minimalis menendang dengan bener saja, tentu akan berbeda. 

Mana bisa dia menganalisis keadaan jika  (saya tidak yakin pengurus ini nonton timnas tanding, baik langsung atau rekaman) mereka sendiri tidak paham sepak bola. Jangan-jangan jumlah pemain pun tidak tahu. Penonton yang kecewa karena timnya kalah, berarti masih perlu belajar tanpa pamrih, kalau tidak rela membayar mahal tiket, tidak usah menonton, jauh lebih baik daripada satu tiket untuk membunuh  rekannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun