Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Maaf, Makamnya Masyarakat Menghendaki Tanpa Salib

19 Agustus 2017   19:50 Diperbarui: 20 Agustus 2017   07:27 1469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kisah empat tahun lalu saya pilih menjadi judul artikel ini. Saat itu, bapak almarhum baru usai rawat inap di rumah sakit. Menghendaki jika Tuhan memanggil untuk di makamkan di desa di mana beliau mengisi masa dewasa hingga tua, atau desa ibu saya, bukan desa kelahirannya sendiri. Menjadi pemikiran adalah keadaan yang tidak akan bisa begitu saja. Akhirnya saya bersama ibu datang ke ketua RW yang seorang kyai haji. Beliau mengatakan prinsipnya tidak masalah karena bukan Makah atau Madinah namun ini Nusantara, namun meminta waktu untuk berdiskusi dengan masyarakat.

Seminggu berselang, keputusan ada, pemakaman kami sekeluarga tidak ada masalah, dengan masyarakat menghendaki tidak memakai nisan salib. Saat itu bagi saya tidak masalah karena ekspresi iman bukan yang utama, yang utama adalah hati dan relasi dengan Tuhan. Itu yang menjadi pertimbangan saya.

Beberapa hari lalu, seorang rekan Kompasianer mengirimkan gambar sebuah rumah ibadah yang serupa mall,tanpa menunjukkan ciri rumah ibadah karena "takut" adanya tekanan dan sebagainya. Menjadi penting untuk direnungkan bagaimana kehidupan bangsa ini yang makin dewasa malah makin kanak-kanak di dalam menghadapi ekspresi beragama pihak lain.

Kisah ketiga, adanya pawai salib di  sebuah kota, yang menjadi kekhawatiran seorang pemimpin sekolah di sana bagaimana jika iman anak didiknya goyah. Miris sebenarnya melihat iring-iringan iman bisa goyah, bagaimana ia mengajar jika demikian.

Ungkapan Iman atau Ekspresi Iman

Menarik jika, ungkapan atau ekspresi saja bisa membuat galau pihak lain. Ketakutan dan ancaman  yang sering lebih kuat dan mengemuka. Selama ini sering orang beragama sangat sensitif hanya karena ungkapan atau ekspresi yang bukan hal esensial namun diperpanjag dan dijadikan bahan untuk bisa memecah belah, mengintimidasi, dan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. 

Nisan itu hanya ekspresi memang tidak mengurangi kadar keimanan yang meninggal, secara  rasional dan beragama tidak masalah, namun sebagai anak bangsa? Sungguh terlalu, ketika ekspresi beriman saja,menjadi bahan utama untuk mengatakan mayoritas dan minoritas. Sebnarnya dikotomi ini tidak ada, entah mengapa usai reformasi justru mayoritas dan minoritas malah menguat. Idealnya, baiknya, lebih patutnya makin dewasa makin bebas orang mengekspresikan kehidupan beragamanya.

Kehidupan Bersama, bukan Menang Kalah, namun Menang-Menang

Sikap memang-menang memang jauh dari harapan di negara ini. kebiasaan untuk mengalahkan, bahkan mengalah saja bisa diinjak-injak, sejatinya hukum rimba, bukan hukum manusia beradab.  Manusia biadab jauh lebih tepat. Sikap menang-menangan ciri kanak-kanak yang memang belum bisa berbagi dan merasakan empati pada pihak lain. Apakah mau  jika bangsa ini dikatakan bangsa kanak-kanak yang tidak bertumbuh? Ingat benar ketika membuat artikel soal toleransi bagaimana diajarkan hanya sepihak untuk menghormati yang besar, banyak caci maki tidak berdasar di sana, menunjukkan sifat kanak-kanak ini.

Toleransi bukan Semata Wacana

Toleransi itu sikap, bukan wacana bagaimana mengatakan toleran ketika orang lain tidak bebas. Orang lain tertekan, dan orang lain merasa tidak bebas. Lihat bagaimana rumah ibadah dari "berkamuflase" seperti itu. Wacana muluk-muluk, bertebarak di mana-mana, media sosial kalimat suci, nasihat rohani dan sebagainya, kenyataan dalam hidup bersama demikian. Wcana bangsa ini jawaranya, kalau aplikasi, masih perlu perjuangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun