Mohon tunggu...
Patta Hindi
Patta Hindi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Lahir di Sulawesi Selatan, tapi tumbuh kembang di Kendari Sulawesi Tenggara I Mengajar di Universitas Swasta I fans klub Inter Milan I blog http://lumbungpadi.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Merajut Persatuan Bangsa

16 Agustus 2011   15:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:43 2132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

[caption id="attachment_125160" align="alignright" width="300" caption="Foto ; Art Jogja 2011 # koleksi pribadi "][/caption] Sukarno seringkali mengulang-ulang dalam pidatonya persatuan. Kata-kata itu diserukannya sebagai bagian dari perjuangan untuk merdeka. Ia mengartikulasi segala perbedaan dari beragam pulau, budaya, agama dan golongan masyarakat Indonesia. Sejak  masa perjuangan hingga menjadi presiden, Sukarno tidak henti-henti mengumandangkan kata persatuan itu karena ia tahu, Indonesia dengan pulau yang begitu besar dan terpisah, penduduk yang terbagi  dalam budaya, agama, ras dan golongan—untuk mencapai merdeka tidak ada yang bisa dilakukan selain terus memupuk persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam konsep berbangsa dan bernegara, kesatuan menjadi perekatnya dalam entitas bersama. Konsep kesatuan inilah yang ditumbuhkan sejak lama, ikrar dalam sumpah pemuda; jong ambon, jong celebes, jong java, jong sumatra dan sebagainya yang merasa bertanah air satu, berbahasa dan berbangsa satu. Nasionalisme dari pulau-pulau itu pun diikat dalam wadah nasionalisme bangsa Indonesia. Tak hanya itu, persatuan tertuang pula dalam ideologi bangsa, Pancasila. Yang dimuat dalam sila ketiga, persatuan Indonesia. Sila ini merupakan ideologi kehidupan bersama, dari latar belakang budaya, suku, agama dan ras yang tersebar antar pulau Indonesia, bhineka tunggal ika. Entitas ini menjadi semangat hidup bangsa, yang hidup sebagai slogan ideologis dan kultural. Seperti apa persatuan bangsa itu?, Yudi Latif memberi sumbangan penting dalam diskursus persatuan berbangsa dan bernegara, dalam bukunya Negara Paripurna (2011) ia memberikan konsep kesatuan bangsa sebagai reaksi kesadaran atas penjajahan negara asing (kolonial). Persatuan bangsa juga dilihat atas dasar kemauan dan kehendak bersama (common desire to unity) sebagai proses yang terus menerus seperti ungkapan filsuf Ernest Renan.

***

[caption id="attachment_125162" align="alignleft" width="300" caption="Foto : Menghargai Pahlawan Bangsa (koleksi pribadi)"][/caption] Namun akhir-akhir ini, persatuan menjadi sulit untuk dipermanai lagi yang kemudian mengarah pada kemorosotan dalam berbangsa, persatuan seolah-olah menjadi frase yang rapuh (fragile). Munculnya aksi-aksi separatisme dan konflik SARA menjadi contoh nyata retak persatuan bangsa itu. Apa yang ditakutkan bung Karno tentang musuh persatuan (disintegrasi) terjadi dengan jelas sekarang ini. Musuh persatuan nampak dari konflik sosial, separatisme dan gerakan-gerakan yang merongrong persatuan Indonesia dengan beragam bentuk teror semakin sering terjadi. Ancaman disintegrasi sebagai musuh persatuan itu bisa saja dieliminir dengan cara memandang politik pengakuan (political recognition). Cara pandang kesetaraan atas perbedaan agama, etnis, budaya dan ras sebagai bentuk penerimaan eksistensi guna mencipatakan kehidupan yang damai. Negara dituntut pula membuka ruang-ruang publik dan menjamin kesejahteraan rakyatnya, terlebih bagi masyarakat yang terpinggirkan, marginal dan minoritas. Persatuan sebagai identitas nasional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara penting ditumbuhkan. Membangun persatuan memang tidak mudah. Tantangan kedepan di era globalisasi ini adalah bagaimana menjaga kesatuan bangsa yang luas ini. Konflik kebangsaan yang mengarah disintegrasi setidaknya musti diantisipasi baik yang berasal dari dalam maupun dari luar. Perubahan yang semakin cepat dan dinamis akan semakin banyak pula tantangan yang datang. Identitas kebangsaan yang direkatkan atas dasar—etnis, agama, bahasa dan budaya tidak selalu dilihat sebagai sesuatu yang tetap namun juga dilihat sebagai sesuatu yang pasang surut. Persatuan bangsa menjadi kata yang tidak bisa dilepaskan untuk menyongsong masyarakat yang adil dan makmur. Kiranya pidato kemerdekaan Sukarno pada saat hari proklamasi yang ke-7 tahun 1952 di Jakarta bisa menjadi renungan kembali dalam merayakan kemerdekaan yang ke-66 ini guna merekatkan persatuan bangsa Indonesia. Sukarno dalam maklumatnya berkata “...tiap kali kata-kata proklamasi kemerdekaan itu didengungkan kembali, tiap kali pula kita berada di dalam keadaan jang berbeda-beda. Tetapi bagaimanapun djuga berbeda-beda keadaanja, namun djiwanja, semangatja, api-keramatnja, adalah laksana api jang tak kundjung padam...”.

Dirgahayu Indonesia, bersatu Indonesialu, damai dan sejahtera rakyatnya, 160811

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun