Mohon tunggu...
Simon Morin
Simon Morin Mohon Tunggu... Freelancer - Politisi Indonesia dari Papua

Mantan Anggota DPR-RI (1992 - 2009) Mantan Anggota DPRD Province Irian Jaya (1982 - 1992) Mantan Pegawai negeri sipil daerah Irian jaya (1974 - 2004)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Apakah Freeport Bermanfaat bagi Orang Asli Papua?

9 April 2017   14:28 Diperbarui: 11 April 2017   01:30 1271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

APAKAH FREEPORT BERMANFAAT BAGI ORANG ASLI PAPUA?

Akhir-akhir ini PT Freeport Indonesia secara tidak proportional  sering disorot dan dikritik, seakan perusahaan ini seenak perutnya mengeruk sumber daya alam Indonesia untuk keuntungan sendiri tanpa memberi manfaat bagi bangsa Indonesia dan khususnya bagi orang asli Papua yang masih miskin di negerinya yang kaya.

Orang lalu bertanya: Kalau begitu apa manfaat kehadiran Freeport selama lima puluh tahun ini bagi Orang Asli Papua? Apakah selama limapuluh tahun ini Freeport menutup mata terhadap realitas sosial ekonomi masyarakat asli Papua tanpa berbuat sesuatu untuk menolong?

Tanggung jawab kemanusiaan

Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, perlu kita menyimak apakah pimpinan perusahaan ini sejak beroperasi di Tanah Papua pernah memiliki kepekaan sosial dan menunjukkan kepedulian terhadap orang asli Papua khususnya mereka yang hidup disekitar daerah operasinya ataukah tidak punya kepedulian  sama sekali dan hanya semata mengeruk keuntungan.

 

Wilson Forbes, geolog yang menemukan kembali Ertsberg pada tahun 1960 dan yang kemudian ditunjuk sebagai Presiden Freeport Indonesia pertama antara tahun 1966 - 1974 dalam prolog bukunya “The Conquest of Copper Mountain” (New York, ATHENEUM 1981) menulis, “One of our biggest challenges was to find ways of helping the simple Stone Ages people in the area adjust to their sudden confrontation with the technological and social complexities of modern western civilization. Our goal was to improve their austere living conditions without disturbing the valuable qualities of their traditional existence.” – “Salah satu tantangan terbesar kita adalah menemukan cara-cara untuk menolong orang-orang sederhana yang masih hidup di zaman batu di wilayah ini menyesuaikan diri dengan kompleksitas teknologi dan peradaban barat moderen yang secara tiba-tiba diperhadapkan kepada mereka. Tujuan kita adalah meningkatkan kondisi kehidupannya yang sederhana tanpa mengganggu nilai-nilai berharga dari tradisi kehidupannya.”

Dari awal Forbes Wilson sudah menyadari bahwa salah satu tantangan terbesar yang akan dihadapi perusahaan ketika beroperasi adalah bagaimana menyejahterakan masyarakat asli Papua di sekitar kawasan pertambangan tanpa mencederai eksistensi budaya dan tradisi mereka dengan nilai-nilainya yang berharga. Dia juga sadar bahwa loncatan raksasa yang harus dilakukan orang asli Papua di wilayah itu dari zaman batu ke zaman teknologi moderen dalam hitungan puluhan tahun bukanlah sesuatu yang mudah, sementara sejarah peradaban manusia mengajarkan kepada kita bahwa masyakat-masyarakat di belahan dunia lain yang sudah pernah melewati zaman batu membutuhkan waktu ratusan dan bahkan ribuan tahun untuk mencapai tahapan kemajuan seperti keberadaan mereka sekarang ini khususnya masyarakat-masyarakat barat yang sudah maju. Perobahan memang diperlukan namun harus dilakukan dengan berhati-hati agar tidak menimbulkan cultural-shock dan future-shock yang menyakitkan dan bahkan menimbulkan frustasi dan perlawanan terhadap semua yang datang dari luar.

 

George A. Mealey salah seorang pejabat eksekutif Freeport dalam bukunya “Grasberg” yang diterbitkan pada tahun 1996 menulis, “Bagi orang luar, kehidupan suku Amungme dan Kamoro sebelum adanya operasi tambang, dibayangkan sebagai kehidupan sederhana yang indah. Tetapi kenyataan menunjukkan sebaliknya, dimana tingkat kematian bayi mencapai 50 persen, penyakit pernafasan dan gangguan pencernaan merupakan penyakit umum, sedang orang-orang muda yang sehat, mati dalam perang antar suku.”

Padangan-pandangan ini menunjukkan bahwa para pimpinan perusahaan ini sejak awal sudah menyadari realitas yang ada dan tidak menutup mata terhadap realitas social yang ada di sekitar perusahaan. Mereka berusaha memahami apa yang seharusnya dilakukan untuk membantu masyarakat asli agar dapat beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang pasti akan melanda kehidupan traditionalnya akibat hadirnya Freeport dengan segala modernitas yang menyertainya. Mereka harus dipersiapkan untuk berperan serta dan memanfaatkan peluang-peluang yang terbuka demi meningkatkan kesejahteraannya dan tidak menjadi korban dari perobahan-probahan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun