Mohon tunggu...
Paryono Yono
Paryono Yono Mohon Tunggu... Guru - Menulis untuk berbagi

Blog pribadi https://dolentera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Memutus Mata Rantai Kebohongan

14 Maret 2019   13:41 Diperbarui: 14 Maret 2019   21:35 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belum lama ini saya ikut melawat ke suatu tempat. Saya dan beberapa orang menumpang di mobil milik teman. Saat itu pemilik mobil tidak bisa ikut, sedangkan istrinya ikut serta bersama dua anaknya.

Perjalanan dengan anak-anak beserta orangtuanya tersebut menyisakan pelajaran penting. Saya baru tersadar bahwa budaya tidak jujur sudah biasa ditanamkan sejak kecil.

Dalam perjalanan tersebut ada anak yang meminta es krim kepada ibunya. Alih-alih meminta sopir menurunkan di depan mini market atau toko, sang ibu malah terus nylimurke dengan mengatakan esnya habis, penjualnya pulang, atau alasan-alasan lain yang tidak logis.

Sebenarnya sih bisa minta turun sebentar ---lha wong itu mobilnya sendiri, sedangkan saya dan yang lain, sekadar menumpang. Penumpang lain pun saya rasa tidak akan keberatan jika mampir ke toko yang dilewati.

Jika dipikir, wajar memang anak sekitar 3 tahun meminta es krim. Normal juga orangtua melarang anaknya minum es pada saat pilek, apalagi kondisi sedang hujan. Keinginan anak dan si ibu tersebut tentu bisa dipahami, meski saling bertentangan.

Yang menjadi persoalan bukan perihal ibu yang tidak berkenan anak minum es. Namun yang perlu dipertanyakan berbohongnya. Apalagi si Ibu tersebut mengulang-ulang kebohongannya agar anak tidak nyruput es.

Peristiwa tersebut membuat saya mengernyitkan dahi.

Apa harus dengan cara berbohong, agar anak tidak minum es? Apa si ibu tidak tahu cara lain selain berbohong? Apakah tidak takut dampak negatif dari pembiasaan berbohong tersebut?

Menurut saya sih, tidak harus juga orangtua berbohong demi menghindari keinginan anak. Dusta tidak perlu diumbar agar anak lupa dengan permintaannya. Harapan palsu pun tidak perlu disodorkan agar anak tidak menangis.

Tinggal sampaikan saja ke anak "Jangan dulu Nak, kamu kan masih pilek. Lagian ini hujan, nanti pileknya tidak sembuh-sembuh lho", atau alasan lain yang masuk akal sekaligus dapat diterima anak.

Ketika anak tidak mendapatkan apa yang diinginkannya, wajar juga anak menangis. Namun hal tersebut tidak bisa menjadi alasan untuk melegalkan kebohongan orangtua. Sebagai orangtua harus memberikan alasan yang bisa diterima anak. Karena alasan yang rasional akan menjadikan anak berpikiran logis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun