Mohon tunggu...
Parhorasan Situmorang
Parhorasan Situmorang Mohon Tunggu... Penulis - Petualang waktu yang selalu memberi waktunya untuk menginspirasi generasi muda.

Petualang waktu yang selalu memberi waktunya untuk menginspirasi generasi muda.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Romo Mangun ‘Mencubit’ Para Penerima Beasiswa

20 Oktober 2016   01:20 Diperbarui: 20 Oktober 2016   08:24 937
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diskusi Antikorupsi di Rumah Romo Mangun Wisma Kuwera 14 Mrican Yogyakarta

Romo Mangun merupakan seorang penerima beasiswa dalam bentuk tugas belajar di Rheinisch Westfaclische Techische Hochschule di Aachen, Jerman tahun 1960. Supaya dapat menempati secara gratis sebuah gudang 2x4 meter, Romo Mangun “nyambi”sebagai penjaga malam TK Paroki Hati Kudus Yesus, Aachen. Romo Mangun berhemat.

Sesungguhnya pesan moral dari sikap Romo Mangun ini bukan sebatas mendapat gratisan. Melainkan Romo Mangun memahami bahwa beasiswa adalah sebuah kehormatan dan sebuah komitmen. Kehormatan terpilih untuk mengalami proses menghebatkan diri, dan kehormatan itu harus dijaga. Komitmen bahwa beasiswa selain bertujuan menaikkan mutu jatidiri sendiri juga kelak berkenan membantu menaikkan mutu jatidiri oranglain, bahwa beasiswa adalah modal bergulir, mewujud agen perubahan. Maka sejak kesempatan pertama Romo Mangun berusaha menyicil pemenuhan komitmen tersebut. Romo Mangun ‘menjaga’ pribadinya sebagai penerima beasiswa dengan 2 prinsip: kepatutan dan kelayakan. Berhemat adalah salah satu wujud cerdas melaksanakan prinsip kepatutan dan kelayakan sebagai penerima beasiswa.

Sejak menerima beasiswa maka sipenerima bukan lagi sosok yang sama dengan pelajar atau mahasiswa yang tidak menerima beasiswa. Dia harus merumuskan ulang perilaku sehari-harinya. Bukan sekedar memenuhi syarat utama rajin belajar dan meraih IPK cumlaude saja. Melainkan juga mengukur layak atau patut tidaknya dia melakukan sebuah perbuatan. Selalu bertanya kepada diri sendiri: Apakah aku patut melakukan perbuatan ini? Apakah aku layak melakukan sikap ini?

Semua biaya pengeluaran sehari-hari, sekecil apapun harus diukur dengan pertanyaan: apakah ini kebutuhanku? Apakah ini keinginanku? Sipenerima beasiswa seharusnya mengurangi pengeluaran yang bersifat ‘keinginan’.

*

Di ruang utama rumah Romo Mangun di Kuwera 14 Mrican Yogyakarta, beberapa waktu lalu Komunitas Pohon Antikorupsi Pelajar bersama Lembaga IDEA Yogyakarta mengadakan diskusi terbatas antikorupsi. Salah satu alasan diskusi diadakan di rumah Romo Mangun karena Romo Mangun adalah sosok tokoh antikorupsi. Tema yang dikupas seputar perilaku penerima beasiswa bidikmisi. Apakah berpotensi melakukan perilaku koruptif? Salah seorang narasumber adalah mahasiswa penerima beasiswa bidikmisi. Dari narasumber mengemuka contoh riil. Narasumber bercerita tentang temannya sesama penerima bidikmisi yang membeli hape pintar berharga mahal. Apakah ini merupakan bentuk penyelewengan fungsi beasiswa bidikmisi? Apakah itu perilaku koruptif?

Perdebatan pun terjadi. Seorang peserta yang mewakili sebuah instansi pemerintah menegaskan bahwa itu bukan korupsi sejauh tidak ada peraturan formal yang melarangnya. Itu adalah hibah dan terserah sipenerima mau digunakan untuk apa.

Pendapat ini benar jika hanya diukur menggunakan peraturan yang ada. Memang tidak ada peraturan yang melarang penerima beasiswa membeli hape mahal.

Namun yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa penerima bidikmisi merupakan generasi muda pemilik sah masa depan yang sedang berproses menuju ke masa depan itu. Mereka adalah cikal bakal pemimpin negeri ini di masa depan. Mereka harus ‘dipagari’ dalam berproses tersebut sejak usia dini menghindari bibit perilaku korupsi. Maka yang pas dan ideal digunakan untuk mengukur soal pembelian hape mahal tadi adalah pagar ‘hakikat antikorupsi’. Korupsi adalah mengambil yang bukan haknya untuk memperkaya diri dan memuaskan nafsu hedonis.Maka antikorupsi adalah sebaliknya, yaitupeduli, peka, gaya hidup sederhana, dan semangat berbagi bukanterjebak sekedar apakah itu sudah ada peraturannya atau tidak. Hakikat moral antikorupsi sesungguhnya melampaui arti dan batasan yang sudah dirumuskan dalam pasal-pasal peraturan yang ada.Mengatakan pembelian hape berharga mahal bukan termasuk perilaku korupsi hanya karena belum ada pasal yang melarang dan artinya tidak ada peraturan yang dilanggar padahal secara hakikat moral tidak sesuai, itu serupa membiarkan bibit korupsi perlahan-lahan berkecambah pada pribadi generasi muda.

Jadi pertanyaan yang diajukan adalah: Apakah membeli hape mahal itu kebutuhan? Jika memang kebutuhan untuk menunjang proses belajar, ya silahkan membeli. Tetapi jika hanya keinginan gengsi gaya hidup yang tidak berdampak terhadap proses belajar, ya seharusnya tidak boleh dibeli!

*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun