Mohon tunggu...
Ishak Pardosi
Ishak Pardosi Mohon Tunggu... Editor - Spesialis nulis biografi, buku, rilis pers, dan media monitoring

Spesialis nulis biografi, rilis pers, buku, dan media monitoring (Mobile: 0813 8637 6699)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kebahagiaan Semu Para Penulis Buku

2 Juli 2017   21:47 Diperbarui: 3 Juli 2017   07:59 1222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

MEMANDANG Masa Depan Penulis Buku di Indonesia. Begitulah judul artikel yang ditulis oleh Bambang Trim, seorang editor dan penulis tersohor tetapi rela berbagi ilmu lewat Kompasiana. Bambang Trim tersohor? Ya, paling tidak bagi saya, kalaupun yang lain tidak mengakui. Hehehe. Bambang Trim dan juga Pamusuk Eneste, merupakan sosok yang saya kagumi saat diterima menjadi penulis di sebuah Penerbit yang bermarkas di Cimanggis, Depok, awal 2007 lalu.

Buku Bambang Trim yang paling berkesan bagi saya adalah tentang Editor yang bertugas menyeleksi naskah sekaligus memandu penulis yang telah bekerjasama dengan penerbit. Jika tak salah mengingat, dalam salah satu bagian bukunya, Bambang Trim berkisah tentang perbedaan penerbitan dan percetakan, dua entitas usaha yang kerap dicampuradukkan masyarakat awam.

Ilmu lain yang saya peroleh, berkutat pada kiat menulis, hingga menyadarkan saya bahwa Bahasa Indonesia bukanlah pelajaran mudah. Walau diterima sebagai penulis, tetapi rasanya jauh lebih enak membaca buku tentang profesi sebagai editor. Entah kenapa bisa seperti itu. Itulah sekilas perkenalan saya dengan Bambang Trim, seorang senior dalam dunia tulis-menulis buku di Indonesia.

Saya hanya sebentar saja menjadi penulis, menghasilkan dua judul, dalam waktu dua tahun. Sangat minim bagi seorang penulis. Kok bisa? Nah, di sinilah saya ingin menyampaikan alasannya. Sebagaimana diulas Bambang Trim, seorang penulis buku di Indonesia masih belum layak disebut sebagai profesi bergengsi secara materi. Kecuali bagi mereka yang bukunya kebetulan bertengger sebagai "best seller". Jika tak keberatan, saya lebih setuju apabila penulis buku di Indonesia diberikan label profesi mulia yang upahnya akan besar di surga.

Baiklah, saya tidak akan menyalahkan pihak penerbit yang mungkin saja memberikan honor ataupun royalti minim bagi para penulisnya. Barangkali, penerbit juga kesulitan lantaran buku-buku yang diproduksi ternyata kurang laris di pasaran, dan itu merupakan risiko penerbit. Masih banyak alasan lain kenapa penghasilan seorang penulis buku kerap mengalami ketidakpastian. Penerbit yang nakal? Ya, mungkin itu salah satunya. Bambang Trim, sebagai suhu kepenulisan, rasa-rasanya paham soal itu. Hehehe..piss..

Sedikit asa kini muncul setelah disahkannya UU No 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan. Nantinya, berdasarkan UU tersebut, akan lahir banyak regulasi baru bahkan mungkin saja instansi baru yang bertugas mengakselerasi "nasib" para penulis buku dan kawan-kawan sejawatnya. Gambaran umum, seperti dituliskan Bambang Trim, tentang kondisi perbukuan nasional saat ini, memang cukup mengkhawatirkan. Belum selesai tentang upah penulis buku, kini dihadapkan lagi dengan kehadiran digitalisasi semua sendi kehidupan. Semua serba online.

Dampak paling nyata dari digitalisasi buku adalah terancamnya bisnis percetakan. Karya-karya yang dihasilkan penulis hanya berhenti di tangan penata letak (lay outer) yang bekerja di penerbitan, dan selanjutnya diunggah ke dunia maya ataupun bentuk digital lain seperti CD. Pembeli (pembaca) tinggal menikmatinya di layar android ataupun laptop kapan saja dan di mana saja. Kelak, nasib suram percetakan itu pun kemudian akan diikuti oleh usaha toko buku cetak.

Jika percetakan dan penerbit sudah kena imbas, sudah barang tentu penulis juga akan terdampak. Sebab, ketiganya memang satu paket, yang saling terkait satu sama lain. Lalu, bagaimana kira-kira nasib penulis buku di Indonesia ke depan? Ya, mungkin saja, seperti saran Bambang Trim, merupakan salah satu solusi yang layak dicoba. Yakni dengan mencetak buku sebanyak-banyaknya sembari mengajarkan kepada generasi muda (khususnya anak-anak) tentang pentingnya membaca buku cetak, di luar buku digital sebagai pelengkap.

Namun, bagi saya, menjadi penulis buku di Indonesia maupun dunia sepertinya sulit berubah menjadi salah satu profesi yang menjanjikan secara materi. Hanya beberapa penulis saja yang kebetulan "beruntung" mampu meraup rupiah dari hasil menulis buku. Ia beruntung karena buku yang ditulisnya ternyata disukai pembaca. Sebab, sangat sulit memprediksi buku apa yang akan laris di pasaran. Ada faktor X yang membuat sebuah buku bakal laris atau malah menumpuk di gudang.

Hanya satu yang pasti, yakni penulis buku dipastikan akan memperoleh kebahagiaan yang tidak ternilai dengan materi. Ia sudah cukup bahagia ketika buku yang ditulis dengan perjuangan akhirnya dicetak dan diedarkan di pasaran. Tak peduli laris atau tidak. Di situlah kebahagiaan seorang penulis buku. Sebuah kebahagiaan semu, tak berwujud dan hanya bisa dirasakan. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun