Mohon tunggu...
Pandu Aditama
Pandu Aditama Mohon Tunggu... Konsultan - Business Development | B2B | Sales Marketing Enthusiast | People Development

IG: coachpandudewi Linkedin: Pandu Aditama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tukang Pecel Naik Kelas, Kisah Manis Bersama Sampoerna

16 Desember 2016   17:27 Diperbarui: 19 Desember 2016   10:01 2307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Pandu Adhitama

(Area Consumer Engagement Executive)

Pengalaman adalah pelajaran paling berharga dalam hidup, melebihi dari apa yang kita dapatkan di bangku sekolah atau kuliah. Tekanan dan rintangan akan melengkapi pengalaman itu, sekaligus menempa kita menjadi pribadi yang kuat untuk menghadapi semua itu.

Saya mengalami tekanan itu ketika menjadi mahasiswa tingkat akhir. Tekanan datang dari semua lini: orangtua, pacar, orangtuanya pacar, dosen, dan dompet. Sebenarnya, tekanan itu tidak perlu selalu diartikan negatif. Bagi saya, tekanan ini perlu dan penting.

Sebagai mahasiswa di salah satu universitas ternama di Bogor (cieee….), saya sudah sangat bersahabat dengan berbagai macam tekanan. Saya anak ketiga dari tiga bersaudara. Kedua kakak saya telah berkeluarga ketika saya mulai kuliah.

Kedua kakak saya bisa kuliah dalam kondisi keluarga yang sedang berkecukupan. Uang semester tinggal transfer, uang jajan berlebihan.

Beda halnya dengan cerita saya ketika jadi mahasiwa. Keadaan berubah drastis ketika ayah saya sakit keras dan meninggal dunia karena beliaulah tumpuan hidup keluarga. Hampir saja saya memutus kuliah karena tidak ada lagi biaya.

Niat buruk itu tidak saya pilih setelah mendapat wasiat almarhum ayah yang dititipkan melalui salah satu adiknya kepada saya. Tidak banyak pesannya, cuma 2 pasal, tapi maknanya tegas, lugas, dan jadi semacam amanah yang berat.

Pasal 1: Kamu harus bisa jadi orang (sukses). Pasal 2: Kalau sudah jadi orang, harus bisa bahagiakan ibu.

Dada ini bergetar seketika mendengar wasiat itu. Alangkah jahatnya saya jika menyerah pada keadaan tanpa usaha lebih. “The show must go on!” batin saya meneriakkan semacam tagline hidup. Dari sinilah pengalaman itu dimulai.

Dengan modal usaha dan doa, saya mengubah semua tekanan itu menjadi tantangan. Pertama, saya maksimalkan semua jalur beasiswa dengan harapan mampu menopang kebutuhan kuliah dan hidup. Alhamdulillah, dua beasiswa tembus. Alhamdulillah lagi, dua beasiswa ini lebih dari cukup untuk meng-cover biaya kuliah dan hidup. Saya bahkan bisa menyisihkan uang dari beasiswa itu sebagai modal bisnis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun