Mohon tunggu...
Jall Pomone
Jall Pomone Mohon Tunggu... Menulis -

Bahagia Ketika Menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Akibat Miras Kapolda NTT Dimutasi, Mungkinkah Gubernur Papua Bernasib Sama?

20 September 2017   01:34 Diperbarui: 20 September 2017   01:48 1579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih segar dalam ingatan saya berita kepindahan Brigjend Polisi Endang Sonjaya, Kapolda NTT yang terpaksa harus menanggalkan jabatannya sebagai Kapolda. Kecurigaan dimutasikannya Endang Sonjaya menjabat sebagai Inspektorat Wilayah III Itwasum Mabes Polri, akibat tindakannya beberapa hari sebelumnya melakukan razia miras di NTT dimana salah satunya adalah peredaran miras di Kupang, menjelang malam Natal.

Bahkan akibat razia miras ini, bukan hanya Kapolda dimutasi, namun juga Kepala Subdirektorat II Direktorat Narkoba Polda NTT, AKBP Albert Neno mengaku mendapatkan serangan, berupa perkataan kasar bahkan hingga ancaman akan dibunuh oleh pengusaha dan juga Anggota DPR RI dapil NTT, Herman Herry dari PDIP.

Kemarahan Herman diduga karena toko dan hotel miliknya yang menjual dan mengedarkan miras disita oleh aparat kepolisian di bawah perintah Brigjend Endang Sonjaya. Bahkan bukan hanya menyita juga menutup tempat usaha dan menangkap sejumlah orang yang menjual dan mengedarkan miras menjelang operasi pekat menjelang Natal di NTT.

Walaupun Herman sempat menolak soal ancaman dan kepemilikan miras di NTT, namun Endang sempat mengatakan jika miras yang mereka sita sudah dikembalikan ke pemiliknya termasuk yang disita dari Restoran Bir And Barrel milik Herman. Bahkan Walikota Kupang Jonas Salean, juga dilibatkan Endang untuk membantu mengembalikan miras-miras kepada pemiliknya.

Jelas disini jika Bisnis Miras cukup menjanjikan keuntungan yang berlipat ganda, bahkan larangan peredaran dan penjualan miras seakan-akan tidak membuat para penjual dan pemilik miras kapok. Karena beberapa daerah yang peredaran mirasnya cukup banyak, juga menyetor kepada bekingan agar tidak diganggu. 

Soal bekingan atas peredaran miras, diungkapkan oleh Bupati Manokwari Papua Barat, Demas Paulus Mandacan, yang gerah dengan kejadian yang terjadi diwilayahnya ketika adanya perempuan penghibur di tempat hiburan malam, Karaoke "Double Qyu" yang menggunakan pakaian seragam sekolah SD, SMP dan  SMA sambil menenggak minuman keras sambil berjoget dalam karaoke.

Walaupun tidak menyebut nama, namun Demas membenarkan adanya bekingan dari sebuah kekuatan yang mengakibatkan peredaran miras terjadi di Kabupaten Manokwari. bahkan bekingan terhadap THM di Manokwari yang membebaskan penjualan miras mendapatkan bayaran yang cukup besar, sementara setoran ke pajak sangat kecil.

Demas bahkan menegaskan jika dirinya sama sekali tidak ingin merusak masyarakat Manokwari terutama keluarga dimana korban akibat miras ini kebanyakan adalah para ibu rumah tangga. Bahkan para pemilik THM berani mengeluarkan uang besar untuk bisa mendapatkan ijin peredaran miras di tempat mereka. Namun Demas tetap bersikukuh untuk tidak memberikan ijin.

Begitupun di Propinsi Papua, Gubernur Papua Lukas Enembe juga sempat menjadi viral dan menjadi perbincangan netizen ketika dirinya mengeluarkan larangan terhadap siapapun yang ingin mengedarkan miras di tanah Papua. " Tidak ada cerita, hotel berbintang atau bukan tidak boleh lagi ada minuman beralkohol di Papua," ujarnya sekitar tahun 2016 lalu.

Bahkan untuk mempertegas larangannya, pada tanggal 30 Maret 2016 lalu, bersama dengan para anggota Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompinda), Lukas Enembe melakukan penandatanganan pakta integritas untuk larangan peredaran minuman keras di wilayah Papua. Bahkan Lukas juga menegaskan kepada pendatang untuk tidak mencoba memasukkan miras ke tanah Papua.

Miras di Papua memang cukup menggiurkan, untuk minuman keras tradisional hasil sadapan dan kemudian di suling dari pohon aren dan menjadi miras, yang kemudian "Cap Tikus" atau kalau di Bali disebut Arak Bali, cukup membuat para mafia miras ini berani membayar mahal bekingan mereka, agar bisa bebas menjual miras. Seperti yang dikatakan Demas jika para pemilik THM berani membayar mahal berkali lipat dari jumlah yang harus dikenakan untuk biaya perijinan demi mendapatkan ijin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun