Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Selalu Berpikir Positif terhadap Pasangan

17 September 2012   22:52 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:19 1251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13479223151001933466

[caption id="attachment_212974" align="aligncenter" width="500" caption="ilustrasi - http://www.alzheimersreadingroom.com"][/caption]

“Saya sangat kecewa dengan isteri saya”, kata seorang suami saat melakukan konseling. “Dia tidak pernah bisa berbicara lembut. Ucapan dan nada bicaranya selalu tinggi dan kasar. Setiap hari dia membentak-bentak saya, seakan-akan saya itu pesuruh atau pembantunya. Dia tidak menghargai saya sebagai suami”, lanjutnya.

Benarkah sang isteri bersikap kasar dalam berbicara dan sering membentak-bentak? Ternyata tidak demikian versi sang isteri. Dalam sesi selanjutnya, sang isteri mengungkapkan pembelaannya.

“Saya merasa selalu menghargai dan mengormati suami. Jika nada bicara saya dianggap kasar, itu karena ia terbiasa dengan gaya bicara keluarganya di Jawa yang lembut. Saya merasa berbicara dengan wajar saja. Beginilah kebiasaan suku kami dalam berbicara satu dengan lainnya. Ini bukan pembicaraan yang kasar”, kata sang isteri membela diri.

Ternyata yang terjadi adalah perbedaan kultur. Suami dan isteri lahir serta besar dari kultur yang berbeda, sehingga cara berkomunikasi pun berbeda. Sayangnya hal itu tidak segera disadari, sehingga membuat suami merasa tidak dihargai. Sisi lain, mereka tidak mampu segera melakukan penyesuaian diri, sehingga menemukan format komunikasi yang mereka sepakati dalam keluarga.

Catatan penting lainnya adalah dalam cara memandang dan cara menilai pasangan. Sang suami terlalu cepat menilai negatif isterinya. Hanya karena cara berbicara sang isteri yang cenderung menggunakan nada tinggi, ia langsung menganggap isterinya kasar, keras dan membentask-bentak. Ia berpikir, isterrinya tidak bisa mengharagai dan menghormatinya sebagai suami. Ini adalah salah satu contoh berpikir negatif, yang akhirnya berdampak salah dalam mengambil kesimpulan.

Positive Thinking kepada Pasangan

Hendaknya kita selalu berpikir positif, melihat hal-hal kebaikan, sisi-sisi kelebihan dari pasangan, bukan mencari-cari kesalahan, kelemahan, kekurangan dan hal-hal negatif dari pasangan. Dalam contoh di atas, dampak dari negative thinking yang dimiliki suami, ia telah menganggap seakan-akan tidak ada lagi kebaikan pada isterinya. Seakan-akan sang isteri memiliki perangai buruk dan tidak ada kebaikan yang bisa diharap darinya. AKhirnya sang suami merasakan kekecewaan yang berlebihan.

Ini bermula dari cara memandang pasangan. Jika suami menggunakan cara pandang negatif, maka apapun perbuatan isteri masuk dalam cara pandang ini. Tidak ada kebaikan dari perbuatan isterinya. Namun jika menggunakan cara pandang positif, maka semua yang dilakukan isteri memiliki nilai positif di mata suami.

Dalam kaitan dengan cara pandang positif ini, Kanjeng Nabi telah berpesan:

Janganlah seorang laki-laki beriman membenci (menceraikan) perempuan (istrinya). Jika ia tidak menyukai salah satu perangainya, niscaya ia masih menyukai segi-segi lainnya”.

Selama pasangan Anda masih berjenis manusia, Anda akan selalu mendapatkan kelemahan dan kekurangan darinya. Tidak ada manusia sempurna di muka bumi ini. Semua memiliki sisi kelemahan, sebagaimana pasti juga memiliki sisi kekuatan. Semua orang memiliki kekurangan, sebagaimana ia juga memiliki kelebihan.

Kalaupun melihat hal yang kurang dan lemah dari pasangan, adalah menjadi kewajiban kita untuk melakukan perbaikan dan pembinaan, agar bisa lebih baik dan lebih kuat. Bukan untuk dicela, dicacat, dicaci maki, dan diadili sisi kelemahan dan kekurangannya. Jangan jadikan kelemahan sebagai titik pandang pertama melihat pasangan. Jadikan kelebihan dan kebaikannya sebagai titik pandang, sehingga berbagai kelemahan yang ada lebih bisa diterima, untuk diperbaiki dan ditingkatkan.

Seorang penyair Arab menuliskan ungkapan yang sangat tepat untuk memahami masalah ini:

Idza kunta fi kullil umuri ’atiban, shadiqaka lam talqalladzi laa tu’atibuhu.....

Apabila dalam segala hal Anda selalu mencela, maka Anda tidak akan menjumpai orang yang tidak Anda cela.....

Ya, jika cara pandang adalah negative thinking maka semua akan negatif, jelek, dan tidak ada yang menyenangkan Anda. Hal-hal yang sebenarnya positif dan baik pun, bisa dinilai sebagai jelek dan salah apabila sudah telanjur berpikir negatif.

Kalau kita kembali kepada ajaran agama, Tuhan melihat kebaikan hamba dengan berlipat ganda besar pahalanya, sementara melihat keburukan hamba hanya sebesar poin yang dikerjakan, tidak dilipatkan. Ini memberikan spirit pelajaran, bahwa semestinya kita lebih banyak melihat sisi kebaikan orang lain, bukan fokus melihat sisis kekurangannya. Apalagi dalam kehidupan rumah tangga, hendaknya memberi nilai yang besar dan berlipat ganda atas kebaikan pasangan kita, dan tidak melebih-lebihkan dalam melihat sisi kekurangan dan kelemahan pasangan.

Berpikir positiflah kepada pasangan, dan Anda akan selalu merasa bahagia bersama pasangan. Selamat pagi, selamat beraktivitas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun