Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Penipuan Modus Kecelakaan

16 Februari 2015   21:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:05 3379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1424072253844657218

Penipuan Modus Kecelakaan Ini Sudah Sangat Banyak Terjadi, Namun Selalu Saja Ada Yang Menjadi Korban!

[caption id="attachment_397341" align="aligncenter" width="469" caption="ilustrasi : www.cikalnews.com"][/caption]

Peristiwa terjadi sekitar pukul 13.00 WIB siang ini.

“Halo assalamu ‘alaikum... Benar ini dengan ibu Puji?” suara seorang perempuan di telpon.

“Ya, wa ‘alaikum salam. Benar saya bu Puji...” jawab bu Puji.

“Maaf bu Puji, ini saya gurunya Qanita dari SMAN 1. Tadi pagi Qanita mengalami kecelakaan dan sekarang saya bawa ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)...”

“Oh masyaallah... trus bagaimana kondisi anak saya?” tanya bu Puji panik.

“Kondisinya kritis Bu, dan ini harus segera dipasang alat. Pihak RSUD minta dananya dikirim sekarang agar bisa segera dipasang alatnya. Sekarang saya sedang menunggui di Rumah Sakit. Ini silakan ibu bicara langsung dengan dokternya....”

“Iya, silakan....” bu Puji semakin panik.

“Halo, assalamu alaikum.... Ini saya dokter Rudi dari bagian ICU RSUD. Kondisi Qanita sangat kritis, mengalami pendarahan otak. Harus segera dipasang alat dari Jakarta. Tolong segera disediakan uangnya untuk saya belikan alatnya seharga sembilan juta rupiah. Untuk teknis pengiriman uang ibu bisa langsung bawa cash kemari atau ibu transfer saja ke rekening staf administrasi kami....” suara seorang lelaki di telpon.

“Iya, segera saya ke ATM untuk transfer. Tolong segera ditangani anak saya. Yang penting ia segera sehat kembali...” bu Puji bertambah panik.

Segera ia menelpon Pak Puji, suaminya yang tengah di kantor. Dengan panik dan menangis sesenggukan bu Puji menceritakan Qanita yang kritis dan harus segera dipasang alat. Bu Puji minta suaminya untuk segera mengirim uang ke alamat rekening yang sudah disebutkan penelpon.

“Sebentar bu, bapak cek ke sekolahnya Qanita”, jawab Pak Puji yang sudah mulai ikut panik.

“Cepat pak, jangan terlalu lama. Ini sudah ditunggu dokter Rudi dari RSUD”, jawab bu Puji dengan sangat cemas.

“Ini ibu langsung ke RSUD untuk menengok Qanita”, lanjut bu Puji.

Sayang, berkali-kali Pak Puji menelpon sekolah tidak bisa masuk tanda sibuk. Ia mencoba menelpon nomer guru sekolah yang dikenalnya. Sayang, nomer telpon guru itupun tidak bisa dihubungi. Dengan panik ia menelpon nomer Qanita, dan lagi-lagi nomer HP anak perempuannya itu tidak bisa dikontak. Pak Puji bertambah panik. Namun ia tidak putus asa. Ia coba lagi menelpon sekolah. Sayang, gagal lagi. Saluran telpon sekolah masih sibuk.

Pak Puji kembali menelpon nomer guru sekolah, dan tetap tidak bisa dihubungi. Dicoba lagi menelpon Qanita, juga tidak bisa masuk. Tentu saja ia semakin panik. Sampai akhirnya berhasil menelpon sekolah.

“Benarkah anak saya Qanita kelas XI A mengalami kecelakaan dan sekarang dibawa ke RSUD?” tanya Pak Puji.

“Sebentar kami cek ke kelas Pak. Kami belum mendengar berita itu”, jawab pihak sekolah.

Menunggu petugas sekolah mengecek ke kelas, rasanya seperti setahun bagi Pak Puji. Lamaaaa sekali rasanya waktu menunggu jawaban. Mungkin kurang dari lima menit, tapi terasa berjam-jam rasanya.

“Pak, sudah saya cek di kelas. Qanita baik-baik saja, dan sekarang sedang belajar di kelas bersama teman-temannya”, ujar petugas sekolah.

“Alhamdulillah... Terimakasih pak informasinya”, jawab Pak Puji.

Jangan Panik Saat Menerima Informasi Lewat Telpon

Prinsip pertama saat menerima informasi lewat telpon terkait kondisi keluarga adalah jangan panik. Para penipu memanfaatkan situasi emosional dan mereka sudah sangat ahli memainkan situasi ini. Situasi panik itu dimunculkan melalui telpon dengan menggunakan beberapa kata kunci ini:

1.Benar menyebut nama diri yang ditelpon (si korban penipuan)

2.Benar menyebut nama anak dan nama sekolah

3.Anak dikabarkan mengalami kecelakaan

4.Anak mengalami situasi kritis

5.Sudah dibawa ke rumah sakit

6.Perlu operasi

7.Harus dipasang alat

8.Harus segera dikirim uang

Kadang-kadang penipu tidak menyebut nama si korban, tidak juga menyebut nama anak dan sekolahnya. Namun justru pihak korban penipuan yang sukarela menyebutkannya. Seperti contoh berikut:

“Bu, anak ibu yang sekolah di SMA baru saja mengalami kecelakaan...” suara di telpon.

“Oh, Linda mengalami kecelakaan? Kecelakaan apa? Bagaimana kondisinya”, tanya si ibu.

“Iya bu. Linda mengalami kecelakaan. Sekarang kondisinya kritis di rumah sakit”, jawan suara di telpon.

Nah, dalam contoh ini korban penipuan justru menyebutkan nama anaknya. Ini menjadi pintu masuk lebih dalam bagi penipu.

Kepanikan pihak keluarga yang menerima informasi lewat telpon inilah yang menyebabkan mereka mudah terkena tipu. Seorang teman yang bekerja sebagai PNS menceritakan, dirinya mengirim uang lewat rekening sebesar Rp 20.000.000 karena panik anaknya harus segera dioperasi dan memerlukan berbagai peralatan medis seharga duapuluh juta tersebut. Tanpa pikir panjang ia menuju ATM dan langsung mentransfer dana tersebut.

Setelah mengirim dana ia langsung menuju rumah sakit, namun tidak ada anaknya di sana. Ia langsung menuju sekolah anaknya dan ternyata sang anak baik-baik saja, tengah belajar di kelas dengan tenang dan damai. Padahal bapak dan ibunya sudah panik dan terlanjur mengirim dana duapuluh juta ke rekening penipu.

Kisah serupa dialami seorang pejabat pemerintahan. Ia hampir saja mentransfer dana limabelas juta rupiah ke rekening penipu. Untung para staf beliau segera sigap menelpon pihak sekolah. Ternyata anak sang pejabat baik-baik saja di sekolah, tidak mengalami kecelakaan seperti yang disampaikan oleh penipu lewat telpon. Padahal sang pejabat sudah mengontak keluarga yang di rumah untuk segera ke ATM guna mentransfer uang sejumlah limabelas rupiah. Beruntung, keluarga yang ditugasi ke ATM belum tiba di lokasi.

Tadi malam seorang sahabat bercerita, hampir saja kakak kandungnya mengirim uang sembilan juta rupiah, karena panik anaknya dikabarkan mengalami kecelakaan dan harus melakukan operasi. Dana harus disediakan keluarga agar alat yang akan dipasang bisa segera dibeli. Dengan panik sang ibu pergi ke bank mengambil uang cash. Beruntung petugas bank mengingatkan agar si ibu melakukan konfirmasi terlebih dahulu ke sekolah anaknya.

Tenang dan Rasional

Sangat banyak kejanggalan isi telpon penipuan itu apabila dicermati dengan seksama. Misalnya kabar “pendarahan otak” yang dilanjutkan dengan “pemasangan alat”. Anehnya pemasangan alat itu menunggu pengiriman uang dari pihak keluarga. Padahal semua tindakan operasi yang dilakukan pihak rumah sakit harus mendapat persetujuan pihak keluarga terlebih dahulu. Setelah keluarga setuju, baru dilaksanakan tindakan operasi. Bukan menteror keluarga dengan menyebut dana yang harus dikirim.

Sekali lagi, yang dimanfaatkan adalah situasi kepanikan pihak keluarga yang menjadi korban penipuan. Maka bersikap tenanglah dan selalu rasional. Jangan mudah panik menerima informasi lewat telpon. Selalu lakukan cek dan konfirmasi ke pihak terkait agar tidak salah langkah. Jangan pernah mentransfer dana dalam situasi kepanikan.

Saya sendiri pernah mengalami penipuan ini. Tengah malam sekitar pukul 01.00 WIB, saat saya pulas tidur di rumah, HP saya berdering. Biasanya menjelang tidur HP selalu saya silent agar tidak mengganggu keluarga yang tidur. Namun malam itu rupanya saya kelupaan men-silent HP. Jadinya bunyi dering HP sangat keras dan mengganggu keluarga yang tengah tidur. Segera saya angkat, agar tidak mengganggu tidur.

“Pak... aku kecelakaan pak... Aduuh.... Huu huu huu...” suara anak lelaki di telpon sambil mengerang dan menangis.

“Kamu siapa?” tanya saya sembari berpikir. Bangun tidur masih mengantuk, saya harus mengumpulkan dulu pikiran saya.

“Aku anakmu pak... Aku kecelakaan... Huu huu huu...” suara anak itu sambil menangis.

“Siapa namamu?” tanya saya lagi.

“Aku anakmu pak... Huu huu huu....”

“Siapa?” tanya saya.

“Aku Agus pak.....”

Langsung saya tutup telpon. Saya tidak punya anak bernama Agus. HP saya matikan dan kembali tidur dengan tenang.

Selalu Ada Korban

Mengapa setiap hari ada selalu penipuan melalui telpon semacam itu? Mengapa para penipu tidak jera?

1.Karena selalu saja ada yang ‘mau’ menjadi korban. Jika tidak ada lagi korban yang berhasil ditipu, pasti penipuan lewat telpon itu sudah dihentikan.

2.Karena kurang ada upaya serius dari para aparat untuk memberantas mafia penipuan melalui telpon seperti ini.

3.Karena sepertinya masyarakat Indonesia mudah panik. Suasana kepanikan inilah yang memudahkan terjadinya penipuan.

So, jangan mau menjadi korban. Waspada, hati-hati, tenang, rasional dan tidak panik. Jika anda menerima telpon semacam itu, cek dan konfirmasi kebenarannya kepada pihak terkait. Jangan sekali-kali mengirim dana dalam situasi penuh kepanikan.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun