Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menjadi Jomblo yang Sakinah, Muntijah wa Barokah

16 Februari 2016   06:10 Diperbarui: 4 April 2017   17:20 3283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="ilustrasi : www.theodysseyonline.com"][/caption]

Semua manusia religius pasti ingin membentuk keluarga yang sakinah, mawadah wa rahmah. Sebuah keluarga yang menenteramkan jiwa, memberikan balutan cinta, kasih dan sayang, sehingga kehidupan menjadi indah dan bahagia. Namun keinginan untuk membentuk keluarga kadang harus menghadapi realitas yang berbeda, misalnya karena belum segera ketemu jodohnya. Sudah sangat ingin menikah, namun belum juga datang jodoh yang sesuai kriteria.

Orang-orang yang belum menikah ini sering kali disebut dengan istilah gaul sebagai “Jomblo”. Konon, kata jomblo berasal dari bahasa Sunda, JOMLO, yang artinya gadis tua. Dalam pengucapan, rupanya lebih enak dengan tambahan huruf “b”, sehingga menjadi jomblo. Ternyata kata jomblo tidak dijumpai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, adanya kata jomlo. Namun saat ini, kata jomblo sudah sangat populer untuk menyebut mereka yang masih lajang atau belum maupun sedang tidak berpasangan.

Seseorang menjadi jomblo ada sangat banyak sebab. Ada yang disebabkan belum siap menikah karena faktor usia, ada yang karena tengah menunggu datangnya jodoh, ada yang karena menjanda atau menduda setelah bercerai ataupun ditinggal mati pasangan tercinta, atau sebab-sebab lainnya. Ada pula “jomblo sementara” karena tinggal secara terpisah dari pasangan, seperti orang yang menjadi TKI dan TKW di manca negara. Situasi dan kondisi para jomblo tentu tidak sama.

Apapun sebabnya, namun kondisi jomblo ini sesungguhnya bukanlah penghalang untuk menjalani kehidupan dengan penuh kebaikan. Maka jika anda masih jomblo, atau tengah berstatus jomblo, hendaknya menjadi jomblo yang Sakinah (tenang), Muntijah (produktif) wa Barokah (penuh nilai tambah kebaikan). Jomblo yang kehidupannya lurus, produktif dan penuh berkah. Jomblo yang membawa nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Seperti apakah jomblo yang sakinah, muntijah dan barokah itu?

Jomblo Sakinah

Yang dimaksud dengan sakinah adalah ketenangan, ketenteraman atau kedamaian. Para jomblo bisa mendapatkan kondisi sakinah dari kegiatan ibadah ruhaniyah dan usaha pendekatan diri kepada Allah. Bagi jomblo muslim, ketenangan bisa anda dapatkan dengan menjalankan ibadah yang diwajibkan, maupun ibadah yang disunnahkan. Karena semua aktivitas ibadah akan mendatangkan ketenangan jiwa dan ketenteraman raga.

Jomblo muslim bisa memperbanyak tilawah Al Qur’an, dzikir, istighfar, shalat malam, puasa sunnah, dan lain sebagainya. Selain itu anda juga bisa merutinkan diri mendatangi majlis ilmu, pengajian, dan kegiatan positif bersama orang-orang salih. Dengannya anda akan selalu mendapat ketenangan dan ketenteraman. Anda akan menjadi jomblo yang damai dan tidak lebay.

Jomblo yang tidak sakinah berpotensi merusak diri dan lingkungan. Betapa banyak kegiatan “pelarian” dari perasaan kesepian, atau pelarian dari permasalahan, dengan mabok, narkoba, pergaulan bebas, tawuran dan lain sebagainya. Mencari kesibukan dan kegiatan yang tidak konstruktif, karena kegelisahan jiwa yang tidak mendapat penyaluran secara benar dan positif.

Jomblo yang teler, jomblo yang tawuran, mabok, pergaulan bebas, jomblo yang merusak, merampok, menjarah dan membikin keonaran, adalah jomblo yang gelisah. Mereka jauh dari nilai-nilai sakinah, karena tidak melakukan pendekatan diri kepada Allah, tidak melakukan ibadah dengan kesungguhan hati. Akhirnya terjebak dalam perilaku hedonis, memuaskan kesenangan sesaat, dan akhirnya terjatuh dalam kubangan ketagihan yang sulit dikendalikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun