Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Senator McCain dan Tsunami Ratna

7 Oktober 2018   15:10 Diperbarui: 9 Oktober 2018   12:04 3764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sabtu dini hari tadi seperti biasa setelah selesai membaca buku, aku membuka jendela dan menjerang air untuk membuat kopi. Aku menyukai satu tempat di rumah yang mirip gudang dan juga penuh dengan tumpukan buku. Aku merasa sangat nyaman. Angin pagi yang lembut menembus. Aku menikmati hawa dingin pagi yang semeriwing di kulit ari.

Seperti biasa pula, sekitar pukul 05.15 Mang Jai akan memukul besi pagar tanda dia mengambil sampah rumah tangga. Kemudian di susul dengan Mang Son akan memukul mangkoknya sebagai tanda kalau gerobak bubur kacang ijonya lewat di depan rumah. 

Terakhir, suara klakson dan suara gas motor dari Mang Pin, tak sampai lima detik akan terdengar koran di lempar dan motor itu melaju lagi mengejar target koran terkirim sebelum pukul 06.00.

Walaupun kami tinggal di Taman S, aku hampir tak pernah bilang Abang. Aku sering keceplosan memanggil mereka dengan Mamang, Mang. Sebuah panggilan akrab di dusun Sumatra untuk menyebut orang yang setara atau agak lebih tua. Aku sempat ditegur oleh istriku karena dianggap nggak sopan. Aku akhirnya hanya menyebut panggilan itu kalau dalam internal keluarga saja.

Kalau istriku agak lebih luwes dan malah bisa bahasa Jawa halus dan sedikit bisa bahasa Sunda. Itu yang terkadang bikin dia, kalau beli sayuran untung banyak.

Semangkok oatmeal, bubur kacang ijo dan gelas ketiga dari kopi seduh menemani pagi yang dingin-dingin empuk. Hari ini santai karena tiga mata libur. Si kaki kupu-kupu pun kerja mengurusi warungnya di teras menyambut mentari.

Jadi bisa lebih pagi baca koran yang dilempar oleh Mang Pin. Ketika membuka halaman 7 harian Kompas, mataku tertancap di tulisan Hoaks dalam Kampanye. Penulisnya Eddy OS Hiariej, Guru Besar Hukum Pidana FH UGM. 

Pembukaan tulisan itu sungguh sangat menyentuh dan mematri mata. "Dalam Pilpres AS 2008, saat bertarung melawan Barack Obama, John Mc-Cain justru meluruskan hoaks yang menerpa Obama. Kala itu Obama dituduh sebagai muslim, teroris keturunan Arab". Lebih lengkapnya silahkan baca di Harian Kompas, halaman 7.

Aku sangat menyarankan Kompasianer untuk membacanya karena Eddy menjelaskan jeratan hoaks secara hukum. Ini agar kita menjadi lebih hati-hati dalam berbicara ataupun melemparkan info ke Medsos.

Aku begitu terpesona dengan artikel itu. Aku pun mencari detilnya di Mbah Google. Dan aku pun terperanjat, 10 Oktober 2008 ketika dia kampanye ketika pendukungnya seorang ibu berbaju merah yang mengatakan kalau dia tidak suka dengan Obama dan Obama adalah seorang Arab. Mc Cain dengan tegas menjawab bukan.

Begitupun dengan pendukungnya yang memakai kaos abu-abu yang mengatakan kalau Obama yang menang maka dia akan takut dan tak percaya dengan Obama. Mc Cain menjelaskan tak perlu takut karena Obama adalah orang yang baik dan kepala keluarga yang baik.  Jangan takut kalau Obama menjadi presiden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun